Petaka Horor Tarif Trump, RI Kalah dari Malaysia-Jadi Tempat "Sampah"

4 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Wakil Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Aru Armando mengingatkan, kebijakan tarif resiprokal yang ditetapkan pemerintah Amerika Serikat (AS) terhadap Indonesia sebesar 32% dapat memicu kekalahan produk nasional di pasar ekspor, gelombang PHK, hingga serbuan produk asing ke dalam negeri.

"Seperti yang kita ketahui bersama, Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah menetapkan tarif resiprokal kepada Indonesia sebesar 32%. Tarif ini juga dikenakan kepada negara Asia lainnya, semisal Malaysia, Taiwan, dan lainnya," kata Aru saat konferensi pers di kantornya, Senin (5/5/2025).

Aru mengatakan, meski saat ini Indonesia telah mengirimkan delegasi untuk bernegosiasi dengan AS. Namun, ketegangan tarif ini menandai adanya eskalasi perang dagang antara AS dan China yang berimbas luas, termasuk pada peta persaingan usaha di dalam negeri.

Dia menyebut sektor-sektor andalan ekspor Indonesia, seperti minyak sawit, tekstil, alas kaki, elektronik, karet, hingga kopi berpotensi kehilangan daya saing di pasar AS.

"Contoh paling nyata adalah untuk produk minyak sawit. Minyak sawit Indonesia di Amerika Serikat akan kalah bersaing karena harganya tentu akan lebih mahal, bahkan juga dibandingkan dengan Malaysia," ucapnya.

Sementara itu, Malaysia hanya dikenakan tarif 24%, lebih rendah dibanding Indonesia yang dikenakan tarif 32%. Imbasnya, volume ekspor produk-produk tersebut diprediksi akan turun drastis.

"Pemerintah wajib mendorong para eksportir untuk mencari pasar alternatif seperti Eropa, China, Timur Tengah, atau Afrika," tegas Aru.

Kendati demikian, dia mengingatkan proses diversifikasi pasar butuh waktu, strategi baru, dan kesiapan dari pelaku usahanya sendiri.

Indonesia Terancam Jadi Tempat "Pembuangan" Produk Dunia

Tak hanya kehilangan pasar, Indonesia juga berpotensi menjadi lahan "pembuangan" produk dari negara lain yang gagal masuk pasar AS akibat adanya tarif tinggi ini.

"Indonesia akan mengalami kondisi yang dinamakan oversupply komoditas," ungkapnya.

Aru pun mencontohkan, barang-barang murah dari China seperti elektronik, plastik, pakaian, hingga kendaraan berpotensi membanjiri pasar Indonesia dengan nilai impor mencapai US$ 221,6 miliar atau setara Rp3.648,69 triliun (dengan asumsi kurs Rp16.466/US$)

"Strategi pelaku usaha dalam pasar oversupply umumnya dilakukan dengan perilaku predatory pricing. Ini sangat rawan terjadi dan harus diawasi ketat," tegas dia.


(dce)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Tarif Resiprokal Ditunda, RI Siapkan Jurus Baru

Next Article KPPU Ajak BUMN Ikut Program Kepatuhan Persaingan Usaha

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |