Preman Peliharaan Bupati Bikin Onar, Wilayah RI Ini Habis Diacak-acak

5 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Keberadaan preman meresahkan masyarakat. Kini, aksi premanisme tak hanya terbukti mengganggu keamanan, tetapi juga perekonomian. Banyak pelaku usaha cemas untuk berbisnis karena khawatir dipalak oleh tindakan premanisme ormas.

Di Indonesia, aksi premanisme bukanlah hal baru. Fenomena ini telah berlangsung sejak lama. Bahkan, pernah terjadi insiden saat suatu wilayah diacak-acak oleh kelompok preman hingga rumah-rumah milik orang kaya dirampok. Salah satu peristiwa semacam ini terjadi pada 1901 di Karesidenan Madiun yang meliputi Madiun, Magetan, Ngawi, Pacitan dan Ponorogo. 

Rumah Dijarah, Stasiun Dikuasai 

Pada pertengahan 1901, para jagoan dari berbagai penjuru Madiun turun ke jalan. Mereka melancarkan aksi-aksi, yang dalam konteks kekinian, dikenal sebagai premanisme. Perampokan, pembegalan, pemalakan, penjarahan hingga kekerasan terhadap warga sipil mewarnai hari-hari di tahun itu. Rumah-rumah orang kaya pun menjadi sasaran utama. 

Surat Kabar het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie (14 Oktober 1901) melaporkan, ada puluhan kasus terjadi beberapa bulan terakhir. Semuanya berupa tindakan brutal perampokan dan penjarahan. Salah satu terbesar terjadi di Purwodadi.

Di sana, sekelompok preman berhasil menyusup ke kediaman pemilik pabrik gula. Mereka menggasak harta benda di dalam rumah. Para penghuni tidak diberi kesempatan untuk melawan. Mata mereka ditutup, mulut disumpal, tubuh diikat erat. Setelah itu, mereka digiring ke tengah sawah agar aksi berlangsung lancar dan tanpa saksi.

"Dalam kelompok berjumlah 20 orang atau lebih, perampok menyerbu, tidak hanya menjarah sepuasnya tetapi juga melakukan penyiksaan, misalnya dengan membungkus korban dalam tikar, mengikat mereka agar tidak bisa melihat atau berbicara," tulis koran het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie

Tak berhenti di situ, para preman juga mengincar titik-titik vital. Stasiun Paron di Ngawi, misalnya, dikabarkan dikuasai mereka. Tujuan mereka jelas, yakni menggasak kas negara yang tersimpan di sana.

Semua tindakan premanisme lantas membuat warga dicekam kepanikan. Polisi tak bisa berbuat banyak. Koran de Locomotief (5 Oktober 1901) menyebut, ketidakmampuan polisi menenangkan situasi membuat pemerintah daerah mempertimbangkan langkah yang tak biasa, yakni meminjamkan senjata kepada warga sipil, terutama warga Eropa, demi mempertahankan diri dari amukan para preman. 

Preman Peliharaan Bupati

Aksi preman mengobrak-abrik Madiun selama beberapa bulan ternyata terkait dengan konflik politik antara Residen J.J Donner dengan bawahannya Bupati Madiun, yakni Brotodiningrat. Cerita bermula pada Oktober 1899 saat rumah Donner disantroni maling yang mencuri tirai di ruangan tempat istirahat sang residen.

Meski hanya tirai, Donner menduga kejadian tersebut sarat nuansa politik yang didalangi oleh Brotodiningrat. Bagi Donner, Bupati Madiun itu ingin mengganggu kedudukannya. Apalagi di bulan yang sama, banyak kasus pencurian menyasar rumah orang Eropa. Donner lantas memerintahkan Brotodiningrat melakukan investigasi.

Singkat cerita, hasil investigasi mengungkap pelaku adalah Soeradi. Dia merupakan residivis kasus perampokan. Akan tetapi, Donner tak puas dan tetap menuduh Brotodiningrat sebagai dalang. Dia pun melakukan investigasi mandiri dan mengungkap fakta mencengangkan.

Ternyata bupati itu mengepalai kelompok kraman alias dunia hitam yang terdiri dari bandit dan jago, yang dalam kekinian disebut preman. Donner menyebut kelompok ini bakal membuat pemberontakan besar seperti Perang Diponegoro (1825).

"(Bagi Donner), Brotodiningrat adalah pimpinan tidak resmi dari jaringan polisi dan mata-mata, yang lebih berkuasa daripada polisi manapun, yang terdiri atas mantan narapidana dan penjahat lain," ungkap Sejarawan Ong Hok Ham dalam Madiun dalam Kemelut Sejarah (2018). 

Menurut Ong Hok Ham, orang-orang dunia hitam sebenarnya dimanfaatkan Brotodiningrat bukan untuk mengadakan pemberontakan, tetapi mengamankan wilayah. Sebab, kepolisian dinilai belum efektif mengelola situasi, sehingga bupati dinilai perlu 'memelihara' preman demi menjaga keamanan wilayah. 

Brotodiningrat jelas menolak tuduhan dan menyebutnya sebagai fitnah. Namun, investigasi Donner ternyata sangat ampuh dan lebih didengar. Ini bisa terjadi karena dia orang Eropa dan juga tindakan memelihara orang dari dunia hitam sangat dilarang, meskipun tujuan pemeliharaannya bukan untuk pemberontakan. 

Akhirnya, kekuasaan Brotodiningrat sebagai Bupati Madiun berakhir lebih cepat.

Pada titik inilah, para anggota kelompok di dunia hitam bak kehilangan 'induk'. Mereka tak ada yang mengontrol, sehingga dengan cepat muncul ke permukaan dan berbuat onar. Kelak, sejarah mencatat kekacauan ini sebagai Peristiwa Brotodiningrat yang berlangsung selama berbulan-bulan di Madiun.

Situasi baru bisa kembali normal usai sang residen J.J Donner, turut dipensiunkan. 


(mfa/wur)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Lirik Prospek Bisnis Produk Perawatan Rambut Lokal Go Global

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |