RI Masuk Segitiga Terumbu Karang Dunia, Ini Keuntungannya

5 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Meski berada di garis terdepan yang merasakan dampak perubahan iklim global, terumbu karang yang berada di kawasan segitiga karang (Coral Triangle), termasuk Indonesia, terbukti lebih tangguh dibanding wilayah lain di dunia. Rahasianya terletak pada satu hal, yakni keanekaragaman spesies yang luar biasa tinggi.

Hal ini sebagaimana disampaikan Direktur Eksekutif Regional Secretariat Coral Triangle Initiative on Coral Reef Fisheries and Food Security (CTI-CFF), Frank Keith Griffin dalam acara Coral Triangle Day di Auditorium Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Kamis (22/5/2025).

"Hal yang luar biasa dari wilayah kita adalah keragaman spesies karangnya yang sangat tinggi. Keanekaragaman inilah yang menjadi kekuatan kawasan kita," ujar Griffin.

Griffin menyebut perubahan iklim, khususnya kenaikan suhu laut, memang berdampak besar terhadap terumbu karang. Namun, tak semua spesies merespons dengan cara yang sama.

"Beberapa spesies memang sangat sensitif terhadap perubahan suhu laut, dan mereka menghilang. Tapi ada juga spesies lain yang jauh lebih tahan terhadap perubahan tersebut," katanya.

Inilah yang menjadi keunggulan kawasan segitiga karang (Coral Triangle). Ketika wilayah lain yang hanya memiliki sedikit spesies karang bisa kehilangan seluruh ekosistemnya karena sedikit kenaikan suhu, wilayah Coral Triangle masih bisa bertahan.

Taman Nasional Bunaken. (Dok. jasling.menlhk)Foto: Taman Nasional Bunaken. (Dok. jasling.menlhk)
Taman Nasional Bunaken. (Dok. jasling.menlhk)

"Di tempat kita, karena keanekaragamannya tinggi, hanya sebagian spesies yang terdampak, sementara yang lain tetap bertahan. Jadi ketika terjadi pemutihan karang, dampaknya tidak mencapai 100% atau bahkan 90%. Bisa jadi hanya 60%, atau bahkan 40%," jelas Griffin.

Ia juga meluruskan anggapan yang menyebut terumbu karang "mati" saat terjadi pemutihan. Menurutnya, karang tidak langsung mati, melainkan berpindah dari wilayah yang tidak nyaman.

"Faktanya, karang tidak langsung mati. Karang hanya berpindah dari wilayah yang membuat mereka tidak nyaman. Mereka pergi," ungkapnya.

Kerangka karang yang tampak mati sebenarnya bisa pulih kembali dengan bantuan spesies pembentuk terumbu. Griffin menyebut kasus tersebut pernah terjadi di Nusa Penida, Bali.

"Kami pernah menerima laporan dari wilayah Nusa Penida, dimana beberapa tahun lalu terjadi pemutihan karang, tapi sekitar 15-20 tahun kemudian, karangnya tumbuh kembali," katanya.

Namun demikian, Griffin mengingatkan kawasan Coral Triangle tetap tak bisa lepas dari sistem global. Sebab, pemanasan laut, atau penyebab utama dari pemutihan karang, merupakan dampak dari emisi gas rumah kaca yang dilepaskan negara-negara industri besar.

"Kita sebenarnya berada di bawah pengaruh sistem global. Maksud saya, dampak perubahan iklim itu sendiri, kita berada di garis depan sebagai pihak yang pertama kali merasakannya," ujarnya.

Untuk itu, ia menyerukan kerja sama internasional agar emisi dapat ditekan dan suhu global bisa dikendalikan. Hanya dengan begitu laut bisa kembali stabil dan terumbu karang punya peluang lebih besar untuk bertahan.

"Dunia harus bersatu dan bekerja bersama untuk mengurangi emisi gas rumah kaca ke atmosfer. Dengan begitu, suhu laut juga bisa menurun, dan terumbu karang bisa 'bernapas' lebih lega," pungkasnya.


(wur)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Dunia Bergejolak, Komitmen Hadapi Perubahan Iklim Terpangkas

Next Article Peneliti Temukan Inti Es Tertua Berusia 1,2 Juta Tahun di Antartika

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |