- Pasar keuangan Indonesia kompak menguat pada perdagangan kemarin
- Wall Steet melesat setelah Trump mengecualikan tarif untuk komputer, smartphone dan barang elektronik lainnya
- Sentimen perang dagang dan Indeks Kepercayaan Konsumen akan menjadi penggerak pasar hari ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia kompak mengakhiri perdagangan di zona hijau. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah kembali menguat. Lagi-lagi saham konglomerat dan perbankan big caps menjadi penopang. Kenaikan cadangan devisa Indonesia juga menjadi kekuatan pasar keuangan pada perdagangan kemarin.
Pergerakan IHSG dan rupiah diperkirakan akan kembali volatile meskipun hanya terdapat empat hari perdagangan pada pekan ini. Meskipun hanya empat hari perdagangan, pekan ini cukup banjir sentiment yang dapat menjadi dorongan positif bagi pasar keuangan. Selengkapnya mengenai sentimen dan proyeksi pasar hari ini dapat dibaca pada halaman 3 pada artikel ini. Investor juga dapat mengintip agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini baik dalam negeri dan luar negeri pada halaman 4.
Pada perdagangan Senin (14/4/2025), IHSG melesat nyaris 2% dengan menguat 106,29 poin atau naik 1,70% ke level 6.368,52.
Sebanyak 492 saham naik, 143 turun, dan 168 tidak bergerak. Nilai transaksi kemarin mencapai Rp 12,63 triliun dengan volume 21,74 miliar saham dalam 1,15 juta kali transaksi.
Mengutip Refinitiv, nyaris seluruh sektor berada di zona hijau. Utilitas memimpin dengan kenaikan 8,98% dan diikuti oleh sektor bahan baku yang naik 5,44%. Sementara sektor energi menjadi satu satunya yang tertekan pada perdagangan kemarin dan mencatatkan penurunan 4,18% tertekan kinerja saham BYAN yang pada akhir perdagangan melemah 14,88% atau menyentuh batas auto rejection bawah (ARB).
Saham konglomerat masih menjadi penggerak utama IHSG pada perdagangan kemarin. PT Barito Renewables Energy (BREN) dan PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) tercatat menjadi penggerak utama IHSG dengan kontribusi masing-masing sebesar 19 dan 24 indeks poin. Lalu ada PT Telkom Indonesia ( TLKM) dan PT Astra International (ASII) yang masuk empat besar penggerak IHSG.
Kemudian ada emiten perbankan PT Bank Rakyat Indonesia ( BBRI), PT Bank Central Asia (BBCA) dan PT Bank Negara Indonesia (BBNI) yang juga menjadi penopang kinerja IHSG pada perdagangan kemarin.
Sementara itu emiten konglomerat lainnya yang menjadi penggerak IHSG termasuk PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI) milik Aguan, PT Merdeka Copper Gold (MDKA) kongsi Boy Thohir dan Saratoga serta emiten Grup Sinar Mas PT Dian Swastatika Sentosa Tbk(DSSA) dan saham PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) kongsi grup Salim dan Bakrie.
Pergerakan IHSG pada perdagangan kemarin selaras dengan bursa Asia-Pasifik. Sentimen utamanya adalah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menunda kebijakan tarif baru pada beberapa barang elektronik konsumen.
Beralih ke rupiah, merujuk Refinitiv, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Senin (14/4/2025) ditutup pada posisi Rp16.770/US$, rupiah atau menguat 0,12%. Posisi ini selaras dengan penutupan perdagangan sebelumnya Jumat pekan lalu (11/4/2025) yang ditutup pada level Rp16.790/US$ atau menguat 0,03%.
Penguatan rupiah pada perdagangan kemarin didorong oleh depresiasi dari DXY yang telah terjadi belakangan ini. Indeks dolar sempat menyentuh 99 pada Jumat pekan lalu yang menjadi posisi terendah sejak Juli 2023.
Di sisi lain, sentimen terhadap gejolak tarif Presiden AS Donald Trump mulai mereda setelah diputuskan menunda tarif yang lebih tinggi selama 90 hari untuk sebagian besar negara, sebuah pembalikan mengejutkan dalam perang dagangnya yang telah mengguncang pasar secara drastis.
Dalam sebuah unggahan di platform X sekitar pukul 13:30 waktu setempat, Trump menulis bahwa ia mengambil keputusan tersebut karena lebih dari 75 mitra dagang tidak melakukan pembalasan dan telah menghubungi AS untuk "membahas" beberapa isu yang telah ia angkat sebelumnya.
Selain itu, data cadangan devisa (cadev) Indonesia per Maret 2025 juga tampak mengalami kenaikan nyaris US$3 miliar yang ikut menopang rupiah.
Posisi cadev Indonesia pada akhir Maret 2025 tercatat sebesar meningkat US$2,6 miliar menjadi US$157,1 miliar dari sebelumnya US$154,5 miliar.
Kenaikan ini terjadi setelah pemerintah memperbarui aturan terkait Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023 dan diperbarui dalam PP Nomor 8 Tahun 2025 untuk mengoptimalkan pemanfaatan SDA demi kesejahteraan masyarakat.
Dengan semakin besarnya cadev ini, maka BI punya kemampuan yang cukup besar dalam menstabilkan nilai tukar rupiah ke depannya.
Hal ini yang membuat rupiah tampak perkasa dan cenderung menguat meskipun masih belum signifikan.
Adapun dari pasar obligasi Indonesia, pada perdagangan Senin (14/4/2025) imbal hasil obligasi tenor 10 tahun terpantau anjlok 0,80% di level 7,057%.
Imbal hasil obligasi yang melemah menandakan bahwa para pelaku pasar sedang kembali mengumpulkan surat berharga negara (SBN). Begitu pun sebaliknya, imbal hasil obligasi yang menguat menandakan bahwa para pelaku pasar sedang membuang surat berharga negara (SBN).
Pages