Jakarta, CNBC Indonesia - Industri sawit Indonesia masih memiliki kendala yang cukup banyak. Hal ini menjadi masalah serius bagi Indonesia untuk menjadi salah satu pemain Utama komoditas ini.
Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Sahat Sinaga dalam paparannya di acara Palm Oil Expo (Palmex) Indonesia 2025, Rabu (14/5/2025), mengatakan ada empat kendala dalam industry kelapa sawit Indonesia.
Pertama, yakni rendahnya produktivitas perkebunan sawit, di mana pada 2024 lalu, produksi kelapa sawit (crude palm oil/CPO) dan minyak inti sawit (palm kernel oil/PKO) nasional mencapai 52,76 juta ton. Angka ini mengalami penurunan dibandingkan dengan 2023 yang mencapai 54,84 juta ton.
"Secara keseluruhan, tingkat produktivitas perkebunan kelapa sawit di Indonesia masih rendah," kata Sahat dalam paparannya, dikutip Kamis (15/5/2025).
Secara lebih rinci, lebih dari 42% perkebunan kelapa sawit di Indonesia dikelola oleh petani kecil yang mata pencahariannya bergantung pada industri ini dan saat ini memiliki produktivitas rendah, yakni sekitar 9,3 ton tandan buah segar TBS/ha/tahun, dengan Tingkat Ekstraksi Minyak (oil extraction rate/OER) sebesar 16,3%.
Sedangkan perkebunan skala besar menghasilkan TBS pada tingkat produktivitas relatif sedang, dengan rata-rata mencapai 20,2 ton TBS/ha/tahun, dengan OER sebesar 22,4%.
Kedua, yakni kurangnya kesadaran di kalangan petani kecil. Menurutnya, banyak petani kecil yang tidak menyadari bahwa tanaman mereka sedang tidak dalam kondisi baik.
"Petani kecil tidak mengetahui apakah tanaman mereka sedang terkena virus atau jamur, jika hal ini berlanjut, maka produktivitas mereka akan turun terus," tambah Sahat.
Ketiga, yakni pengabaian pertanian regeneratif, di mana para petani tidak menyadari pentingnya hal ini, sehingga menyebabkan degradasi lahan yang sering terjadi.
"Petani masih abai terhadap pentingnya pertanian regeneratif dan mereka hanya terfokus pada penggunaan pupuk Kimia," ungkapnya.
Selain itu, hilangnya nilai gizi pada minyak sawit juga menjadi salah satu kendala dalam industri kelapa sawit di Indonesia hingga kini
"Pengolahan TBS menjadi CPO menggunakan "proses basah" yang secara signifikan mengurangi kandungan fitonutrien dalam minyak. Sementara di sisi lain, masih banyak masyarakat Indonesia yang menderita gizi buruk dan stunting," ujar Sahat.
Kendala Keempat menurut Sahat yakni kurangnya insentif untuk pengembangan industri hilir dan biaya pengiriman yang cukup tinggi ke pasar global.
(hoi/hoi)
Saksikan video di bawah ini:
Video: UOB Dukung Keberlanjutan Industri Sawit Lewat Green Financing
Next Article RI Siap Pasarkan BBM Campuran 40% Minyak Sawit per 1 Januari 2025