loading...
Para pakar menyoroti kebijakan asimilasi etnis China terhadap keseimbangan etnis Sri Lanka. Foto/China Daily
JAKARTA - Kunjungan delegasi Komisi Urusan Etnis Nasional (NEAC) China yang dijadwalkan ke Sri Lanka menimbulkan kekhawatiran signifikan tentang potensi pengaruh kebijakan asimilasi etnis China terhadap keseimbangan etnis Sri Lanka yang rapuh.
“Meski keterlibatan diplomatik itu penting, Sri Lanka harus mengevaluasi dengan cermat kemitraan yang dapat memengaruhi struktur multikulturalnya, khususnya di provinsi-provinsi Utara, Timur, dan Tengah yang berbahasa Tamil,” ujar Ankit K, Asisten Profesor Hubungan Internasional dari National Defence University, kepada Daily Mirror, Senin (10/3/2025).
“Perkembangan terkini dalam kebijakan etnis China, sebagaimana diungkapkan oleh publikasi terbaru NEAC, menunjukkan pendekatan yang semakin intensif terhadap asimilasi etnis. Di Guangzhou, pihak berwenang telah menerapkan sistem pengawasan komprehensif yang melacak 830.000 penduduk etnis minoritas,” sambungnya.
Ini termasuk pemantauan bisnis, perumahan, dan aktivitas sehari-hari masyarakat minoritas. Penunjukan sistem tersebut sebagai "kasus umum dalam mempraktikkan konsep etnis yang benar" menunjukkan bahwa sistem tersebut dimaksudkan sebagai contoh untuk diterapkan secara nasional.
Dampak kebijakan tersebut sudah terlihat jelas di wilayah-wilayah seperti Tibet, tempat asimilasi linguistik telah diupayakan secara agresif. Di wilayah Ngari di Tibet bagian barat, ujian kecakapan bahasa Mandarin wajib bagi guru dan penurunan bahasa Tibet menjadi satu mata pelajaran menunjukkan berkurangnya bahasa dan budaya minoritas secara sistematis.
Ankit menilai nota kesepahaman (MoU) yang diusulkan antara NEAC dan Kementerian Kehakiman dan Integrasi Nasional Sri Lanka, secara khusus berfokus pada perjanjian kota kembar, dapat berfungsi sebagai saluran untuk mengimpor kebijakan yang bermasalah ini. Waktu kemitraan ini mengkhawatirkan mengingat meningkatnya kehadiran ekonomi China di Provinsi Utara Sri Lanka melalui proyek bantuan kemanusiaan dan pembangunan.
Kedok Persatuan Nasional
Risiko terhadap otonomi budaya di wilayah berbahasa Tamil di Sri Lanka tidak dapat diremehkan. Wilayah-wilayah ini secara historis mempertahankan identitas budaya dan bahasa yang berbeda, dan model "integrasi etnis" China dapat mengancam keberagaman ini dengan kedok persatuan nasional.
“Satu hal yang menjadi perhatian khusus adalah pendekatan China terhadap kebijakan bahasa, seperti yang terlihat di Tibet, di mana bahasa minoritas terpinggirkan dalam pendidikan. Hal ini dapat memengaruhi kebijakan serupa di wilayah berbahasa Tamil di Sri Lanka,” tutur Ankit.