Survei Baru Membuktikan Tarif Trump Benar-Benar Tusuk AS dari Belakang

1 day ago 7

Jakarta, CNBC Indonesia - Kebijakan tarif impor yang diterapkan Presiden AS Donald Trump telah menjadi bumerang bagi sektor manufaktur serta konsumen di Negeri Paman Sam. Sejumlah pihak mulai menyuarakan kekhawatirannya bila kebijakan ini diteruskan.

Dalam survei CNBC International, Selasa (15/4/2025), pelaku industri manufaktur AS sangat khawatir dengan tarif 145% yang diterapkan Trump terhadap barang asal China, tempat kebanyakan dari mereka membuka pabriknya. Mereka menyebut AS tidak akan menjadi penerima manfaat utama dari skema perdagangan internasional karena tarif ini mengharuskan mereka untuk memproduksi di dalam negeri atau reshoring.

Lebih dari separuh responden survei (57%) mengatakan biaya adalah alasan utama untuk mengatakan mereka tidak akan melakukan reshoring produksi dari China. Selain itu, 21% mengatakan alasan utama mereka adalah tantangan dalam menemukan tenaga kerja terampil.

Mayoritas responden juga memperkirakan bahwa biaya membangun rantai pasokan domestik baru setidaknya akan menjadi dua kali lipat biaya saat ini (18%) atau kemungkinan akan lebih dari dua kali lipat (47%). Alih-alih memindahkan rantai pasokan kembali ke AS, 61% mengatakan, akan lebih hemat biaya untuk merelokasi rantai pasokan ke negara-negara dengan tarif lebih rendah.

Sementara itu, di antara responden yang menunjukkan minat untuk membangun kembali rantai pasokan AS, 41% mengatakan akan memakan waktu setidaknya tiga hingga lima tahun. Sementara 33% mengatakan akan memakan waktu lebih dari lima tahun.

"Selain tarif, permintaan konsumen dan harga bahan baku, serta ketidakmampuan pemerintahan saat ini untuk memberikan strategi yang konsisten, disebut sebagai masalah utama rantai pasokan di AS," tambah laporan itu.

Tak hanya itu, mayoritas responden (61%) yang menanggapi pertanyaan tentang apakah mereka merasa pemerintahan Trump "menindas perusahaan-perusahaan Amerika", mereka menjawab "Ya."

Data ini didapatkan langsung dari survei yang dilakukan pada tanggal 14-18 April terhadap 380 responden. Survei tersebut dikirimkan kepada anggota Kamar Dagang AS, Asosiasi Produsen Nasional, Federasi Ritel Nasional, Asosiasi Pakaian dan Alas Kaki Amerika, Distributor dan Pengecer Alas Kaki Amerika, Dewan Profesional Manajemen Rantai Pasokan, OL USA, SEKO Logistics, dan ITS Logistics.

Konsumen Teriak

Tarif yang dijatuhkan Trump diyakini oleh sekutu-sekutu politiknya sebagai langkah awal menuju kegemilangan industri Amerika. Direktur Dewan Ekonomi Nasional AS Kevin Hassett bahkan mengatakan pada hari Senin bahwa negara itu "100% tidak akan" jatuh ke dalam resesi tahun ini.

Namun konsumen tidak memiliki keyakinan itu. Survei Federal Reserve, yang dilakukan pada bulan Maret dan dirilis pada hari Senin, adalah yang terbaru dalam serangkaian survei konsumen yang menunjukkan sentimen atas kemerosotan ekonomi. Dalam data itu, konsumen secara konsisten meyakini tarif akan membuat harga yang lebih tinggi dan memicu inflasi untuk terus meningkat.

Ekspektasi inflasi rata-rata untuk tahun mendatang melonjak sebesar 0,5 poin persentase menjadi 3,6% pada bulan Maret. Itu adalah level tertinggi dan peningkatan bulanan terbesar sejak 2023.

"Meskipun tarif sangat mungkin menghasilkan kenaikan inflasi, setidaknya sementara, ada kemungkinan juga dampaknya bisa lebih persisten," kata Ketua Federal Reserve Jerome Powell dalam pidatonya awal bulan ini dikutip Axios.

"Untuk menghindari hasil tersebut, kita harus menjaga ekspektasi inflasi jangka panjang tetap terkendali, pada besarnya dampaknya, dan pada berapa lama dampak tersebut akan berdampak sepenuhnya pada harga."


(tps/sef)

Saksikan video di bawah ini:

Video: China Desak AS Batalkan Tarif Resiprokal 145%

Next Article Awas! Gara-Gara Trump, RI Bisa Banjir Produk China

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |