Tak Terbendung! 3 Alasan China Mampu Kalahkan AS di Panggung Global

4 hours ago 3
Daftar Isi

Jakarta, CNBC Indonesia - Persaingan antara China dan Amerika Serikat (AS) terus meruncing. Hal ini makin panas setelah Donald Trump menjadi Presiden AS dan menjatuhkan rangkaian tarif terhadap Negeri Tirai Bambu.

Terbaru, tarif Trump bahkan bisa mencapai 245% kepada barang-barang asal China. Ia beralasan hal ini untuk melindungi industri dalam negeri AS yang terpuruk akibat persaingan dengan barang murah yang datang dari seberang Pasifik.

Kemajuan China ini tidak lepas dari kemampuan industrinya yang terus tumbuh dan berkembang secara masif. Hal ini pun ikut menghela industri pertahanan, yang dibuktikan dari perkembangan kekuatan militer Beijing yang besar.

Berikut sejumlah penjelasan terkait perkembangan China hingga akhirnya dapat merebut takhta dalam hegemoni global sebagaimana dikutip berbagai sumber, Senin (28/4/2025):

1. Kebangkitan Militer China

Kontes AS-China adalah bagian terbaru dalam bentrokan lama antara kekuatan yang berkuasa dan yang sedang bangkit. Ini adalah pertempuran dalam perang yang lebih panjang tentang apakah kediktatoran atau demokrasi akan menguasai dunia. 

Setelah Perang Dingin pertama, AS mengejar perdagangan yang menguntungkan dan saling memperkaya dengan China. Namun, AS juga mempertahankan aliansinya, dan banyak kekuatan militer, di Pasifik untuk mencegah Beijing memaksa negara-negara tetangganya.

Di sisi lain, selama beberapa dekade, China telah membangun kemampuan untuk memenangkan persaingan itu. Pembangunan militernya yang memecahkan rekor dimulai pada tahun 1990-an. Bahkan, Beijing juga mengembangkan persenjataan nuklirnya.

Namun, peta persaingan berubah setelah tahun 2010-an. Di era ini, persaingan mulai terjadi secara lebih terbuka. Ini dibuktikan dengan kecemasan Amerika, yang hasilnya adalah persaingan yang lebih tajam.

2. Perang Teknologi

Kontes China-Amerika pada dasarnya adalah kontes teknologi-ekonomi. Kekuatan ekonomi menopang kekuatan strategis. Selama bertahun-tahun, orang Amerika bertaruh bahwa kebangkitan ekonomi global tunggal yang terintegrasi akan menjadi kekuatan untuk perdamaian. Namun saat ini, saling ketergantungan menjadi sumber konflik dan kerentanan.

China berusaha keras untuk mengendalikan titik-titik kemacetan teknologi dan rantai pasokan. China menggunakan pasarnya yang luas, basis manufaktur yang mengalahkan dunia, dan praktik perdagangan yang tidak adil untuk memaksa negara lain.

AS telah menanggapinya dengan tarif, kontrol ekspor, dan senjata perang ekonomi lainnya. Di bawah Presiden Joe Biden, Amerika juga melakukan investasi inovatif dalam semikonduktor dan kendaraan listrik.

Persaingan teknologi dan perdagangan ini merupakan pertarungan untuk supremasi ekonomi. Ini juga merupakan pertarungan untuk mempengaruhi negara lain. Inisiatif Sabuk dan Jalan China menggunakan pinjaman, pembangunan infrastruktur, dan perdagangan untuk menggoda negara-negara agar mengikuti jejak Beijing. Dorongan 5G global Huawei dimaksudkan untuk memperkuat pengaruh China di negara-negara di seluruh dunia.

Bahkan sebelum Trump memberlakukan tarif besar-besarannya terhadap China, globalisasi yang memabukkan di era pasca-Perang Dingin telah berakhir. Namun, untuk menang di era baru yang menegangkan ini, diperlukan lebih dari sekadar perceraian AS-China.

"Tujuannya adalah untuk menjinakkan China yang sedang bangkit dengan mengikatnya pada tatanan global yang dipimpin AS, dan bahkan mengubahnya dengan memberdayakan pengaruh liberal di dalamnya. Ketika pejabat PKC menuduh Amerika mencoba mengubah dan membatasi China, mereka tidak sepenuhnya salah," ujar Profesor Terhormat di Sekolah Studi Internasional Lanjutan Universitas Johns Hopkins, Hal Brands.

3. Washington Kehilangan Teman

AS telah lama berjuang untuk memobilisasi sumber daya guna bersaing dengan proyek infrastruktur China di belahan bumi selatan. Namun Washington, tidak seperti Beijing, tidak bisa begitu saja memberi tahu perusahaan dan banknya untuk melayani kepentingan negara di luar negeri.

AS memusnahkan perangkat perang informasinya setelah Perang Dingin. Komunitas intelijennya, kabarnya, masih memulihkan diri dari penghancuran jaringan mata-matanya di China. Hingga baru-baru ini, Amerika setidaknya secara bertahap kembali terlibat dalam pertarungan di bidang ini dan bidang lainnya. Sekarang, Amerika melucuti senjatanya secara sepihak.

Trump telah menutup Badan Pembangunan Internasional AS, menghentikan program bantuan luar negeri utama. Ia telah membuat Dana Abadi Nasional untuk Demokrasi kekurangan dana. Menutup Radio Free Asia juga merupakan gol bunuh diri dalam persaingan informasi. Amerika juga kehilangan pijakan dalam permainan nilai.

Sifat politik Amerika yang terpolarisasi dan disfungsional merusak citranya. Begitu pula pemerintahan yang meremehkan kendala demokrasi di dalam negeri dan merendahkan pembelaan terhadap nilai-nilai liberal di luar negeri. Kecenderungan tersebut dapat memperburuk resesi demokrasi global yang hanya menguntungkan China yang otokratis.


(tps)

Saksikan video di bawah ini:

Video: China Bantah Ada Negosiasi Dagang Dengan AS

Next Article Trump Jadi Presiden AS, Xi Jinping Ancang-ancang Lakukan Ini

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |