Tiga Hari Naik Terus! Harga Batu bara Tembus US$ 108 per ton

11 hours ago 4

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara kembali melambung berkat dukungan Vietnam, Jepang dan Australia. Namun, masih dapat tantangan dari China yang terus mengurangi impor energi fosil ini.

Merujuk data Refinitiv, harga batu bara acuan ICE Newcastle untuk kontrak dua bulan atau yang berakhir Juli 2025 berakhir di US$ 108,95 per ton pada perdagangan Jumat pekan ini (13/6/2025).

Harga batu bara sudah naik tiga hari beruntun, mengakumulasi penguatan mingguan sebesar 0,60% dan melanjutkan tren positif selama dua pekan.

Permintaan batu bara akhir-akhir ini mulai meningkat dari beberapa negara seperti Vietnam, India, dan Jepang mulai meningkat, ditambah ada gangguan pasokan dari Australia dan eskalasi perang yang meningkat antara Israel dan Iran. 

Mulai dari Vietnam yang mencatat impor pada Mei 2025 ke posisi tertinggi dalam 23 bulan terakhir. 

Melansir lama Argus, menurut data bea cukai Vietnam, pengiriman batu bara melalui laut mencapai 7,2 juta ton pada Mei, naik dari sekitar 6,5 juta ton setahun sebelumnya dan 7,16 juta ton pada April, ini merupakan level tertinggi sejak impor mencapai 7,21 juta ton pada Juni 2023.

Adapun, total impor selama Januari-Mei mencapai 31,64 juta ton, naik dari 27,06 juta ton pada periode yang sama tahun sebelumnya. Sebagai catatan, data tersebut tidak membedakan antara batu bara metalurgi (coking coal) dan batu bara termal (thermal coal).

Kenaikan impor pada bulan Mei disebabkan oleh pengisian kembali stok oleh perusahaan utilitas dan konsumsi batu bara industri yang stabil seiring aktivitas ekonomi yang tetap kuat. Menurut Kantor Statistik Umum Vietnam (GSO), output industri negara tersebut tumbuh 9,4% pada Mei dibandingkan tahun sebelumnya, semakin mendukung prospek pertumbuhan ekonominya.

Pengisian stok kembali ini juga terjadi karena cuaca panas memuncak di Vietnam Utara pada Juni, semakin mendorong permintaan listrik.

Menurut data dari perusahaan utilitas milik negara EVN. Total pembangkitan listrik di Vietnam pada Mei mencapai 28,62 TWh, sedikit meningkat dari 28,09 TWh setahun sebelumnya, dan 26,85 TWh pada April. Listrik dari pembangkit listrik tenaga batu bara menyumbang sebagian besar produksi bulan lalu sebesar 15,8 TWh, meskipun turun dari 17,08 TWh setahun sebelumnya dan 16,09 TWh pada April. Produksi listrik tenaga air naik menjadi 7,65 TWh, naik 64 persen dibandingkan tahun sebelumnya, dan juga meningkat dari sekitar 4,7 TWh pada April.

Pendorong harga batu bara lainnya datang dari India. Dikutip dari worldcoal.com, Laporan terbaru dari Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) menyimpulkan bahwa gas alam cair (LNG) tidak mungkin menggantikan peran batu bara di sektor-sektor utama pengguna batu bara di India, khususnya sektor pembangkit listrik.

Meski LNG sering disebut sebagai "bahan bakar jembatan" menuju transisi energi bersih, realitas di lapangan menunjukkan bahwa biaya yang tinggi dan keterbatasan pasokan menjadikannya tidak kompetitif dibanding batu bara, terutama di pasar negara berkembang seperti India.

Sektor pembangkit listrik, yang menyumbang sekitar 70% dari konsumsi batu bara di India, justru mengalami penurunan drastis dalam kontribusi listrik berbasis gas, dari 13% pada tahun fiskal 2010 menjadi kurang dari 2% pada tahun fiskal 2025.

Dari sisi pasokan juga ada dukungan yang membuat harga naik, terutama dari cuaca di Australia yang tidak pasti membuat logistik di pelabuhan terganggu.

Gangguan akibat hujan di pelabuhan Newcastle Australia, terminal pemuatan utama untuk batu bara termal di negara tersebut dan jaringan rel penghubungnya telah membatasi ketersediaan kargo batu bara kalori tinggi (high-calorific value/ CV) di pasar spot.

Tantangan logistik di pelabuhan dan jalur kereta pengangkut batu bara akibat hujan lebat dan banjir sejak akhir Mei telah memperburuk ketidakpastian di pasar batu bara laut, dengan pasokan kargo untuk pengapalan cepat di bulan Juni dan Juli semakin langka.

Gangguan pasokan ini terjadi di saat permintaan batu bara Australia berkalori tinggi NAR 6.000 kcal/kg mulai menunjukkan tanda-tanda peningkatan,

Antrean kapal di pelabuhan Newcastle mencapai lebih dari 100 kapal per hari pada 6 Juni, menurut pelaku pasar. Produsen batu bara yang beroperasi di Newcastle menghadapi penundaan hingga 10 hari di terminal Port Waratah Coal Services (PWCS) dan sekitar 20 hari di terminal Newcastle Coal Infrastructure (NCIG).

Penundaan ini dapat menyebabkan tambahan biaya demurrage (denda keterlambatan bongkar muat) bagi produsen, meskipun setidaknya satu produsen telah menyatakan force majeure untuk menutupi kewajibannya.

Beberapa produsen batu bara Australia mengatakan mereka sudah tidak memiliki pasokan spot untuk pengapalan Juni-Juli, sementara penawaran untuk Agustus juga sangat terbatas.

Hal ini terjadi ketika beberapa pembeli dari Jepang meminta pasokan batu bara untuk pengapalan Juli, namun tidak menemukan penawaran yang pasti karena keterlambatan dan antrean pengiriman di Newcastle, sehingga mereka mulai mencari pasokan dari wilayah lain seperti Tiongkok.

Meski begitu, harga juga batu bara masih mendapat tantangan dari melemahnya permintaan dari Tiongkok. Impor batubara China diprediksi bisa turun hingga 100 juta ton metrik pada tahun 2025, setara dengan penurunan tahunan sebesar 18,4%.

Selama lima bulan pertama tahun ini, impor batubara China sudah turun 8% dibanding periode yang sama pada 2024, mencerminkan terus berlanjutnya pergeseran negara tersebut ke sumber energi terbarukan.

Batubara termal, yang masih mendominasi konsumsi China, menghadapi penurunan permintaan seiring dengan ekspansi kapasitas tenaga surya, angin, dan hidro.

Menambahkan sentimen negatif, impor batubara India juga turun 4,4% secara tahunan pada April menjadi 24,95 juta ton, karena surplus inventaris domestik mengurangi kebutuhan akan pembelian luar negeri.

Penurunan ganda dalam permintaan dari dua konsumen batubara terbesar di Asia terus memberikan tekanan pada harga batubara global

RI Bisa Dapat Untung 

Harga batu bara yang mulai menguat bisa menguntungkan RI. Seperti diketahui, Indonesia adalah eksportir terbesar batu bara di dunia. Kontribusi ekspor batu bara bahkan menembus 16% dari total ekspor.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan volume ekspor batu bara Indonesia pada 2024 menyentuh 405,76 juta ton. Volume ekspor tersebut naik 6,86% dibandingkan pada 2023.
Namun, secara nilai, ekspor batu bara anjlok 11,86% menjadi US$ 30,49 miliar atau setara dengan Rp514,06 triliun (US$1=Rp 16.860).

Sejauh ini, India masih menjadi pasar terbesar bagi batu bara Indonesia. India bahkan menyerap 35% dari total ekspor batu bara Indonesia pada April 2025.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan volume ekspor batu bara Indonesia pada April 2025 menyentuh 30,8 juta ton. Volume ekspor tersebut turun 10,13% dibandingkan pada April 2024. Sementara secara kumulatif (Januari-April 2025) dibandingkan periode yang sama tahun lalu, terjadi penurunan ekspor sebesar 5,79%.

Begitu pula secara nilai, ekspor batu bara anjlok 25,32% menjadi US$1,94 miliar atau setara dengan Rp31,53 triliun pada April 2025 (kurs Rp16.250/US$).

CNBC INDONESIA RESEARCH

(tsn/tsn)

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |