TKDN dan Industri Strategis di Tengah Perang Tarif Trump

2 hours ago 1

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Pada tanggal 2 April 2025, Amerika Serikat (AS) mengumumkan kebijakan tarif yang telah memicu berbagai tanggapan dari para pelaku negara dan investor, termasuk Indonesia yang dikenakan tarif sebesar 32%. Bahkan, Indonesia merupakan negara kedelapan di dunia dan keempat di Asia Tenggara yang paling dipengaruhi tarif AS.

Menanggapi hal tersebut, pemerintah di Jakarta telah membahas beberapa strategi, terutama dengan mengandalkan diplomasi dan mengirimkan utusan untuk bernegosiasi dengan AS, termasuk Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Hingga tanggal 18 April, ada 10 poin dalam agenda yang akan dibahas selama 60 hari ke depan oleh Jakarta dan Washington sebelum mencapai kesepakatan akhir.

Di antara 10 isu tersebut, Jakarta mengumumkan rencananya untuk meningkatkan impor barang-barang AS dengan mengalokasikan US$ 19 miliar untuk lebih mengurangi defisit perdagangannya dengan Washington, termasuk di sektor pertanian dan energi. Selain itu, Indonesia juga akan mempermudah perizinan dan akses investasi bagi perusahaan-perusahaan AS, serta kerja sama dalam pengelolaan dan hilirisasi mineral penting.

Menariknya, Washington juga meminta Jakarta untuk mengevaluasi kembali kebijakan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN), di mana Indonesia berencana untuk 'merumuskan ulang' kebijakan tersebut menjadi berbasis insentif. Untuk diketahui, pemerintah telah mengumumkan rencana awal pelonggaran TKDN sejak 8 April dengan tujuan untuk menarik lebih banyak investor asing.

Perlu diketahui, TKDN selama ini memegang peranan penting dalam mendukung industri nasional. Angka TKDN bervariasi tergantung sektornya, namun pemerintah memprioritaskan beberapa industri strategis, yaitu alat kesehatan (min. 60%), mesin pertanian (min. 43%), industri kelistrikan (min. 40%), industri pertahanan (min. 25%), dan mesin gas dan minyak (min. 24-40%).

Mengingat sektor-sektor tersebut masuk dalam kategori manufaktur yang menyumbang hampir 20% Produk Domestik Bruto Indonesia, penerapan TKDN diharapkan dapat semakin menekan impor komponen atau bahan baku yang selama ini menunjukkan tren penurunan setidaknya dalam dua tahun terakhir. Berdasarkan data terakhir, impor bahan baku dan pendukung pada Januari 2024 turun 2,95% dibanding tahun sebelumnya (y-o-y) dan turun lagi menjadi 3,15% pada Januari 2025.

Aspek positif TKDN, khususnya dalam menekan impor dan memberdayakan industri lokal, menjadi semakin krusial dalam menopang perekonomian Indonesia di tengah dampak dan tekanan tarif dalam rantai pasok global.

Faktanya, TKDN merupakan salah satu cara yang pemerintah terapkan untuk melindungi industri nasional. Secara historis, TKDN telah menjadi bagian dari kebijakan nasional untuk mengurangi ketergantungan pada pemasok asing bahkan sejak tahun 1950-an, terutama untuk melindungi industri otomotif dan produsen dalam negeri dari dominasi bisnis Belanda dan Cina.

Mekanisme semacam itu sempat dicabut sementara selama Krisis Keuangan Asia pada tahun 1990-an untuk memenuhi peraturan Organisasi Perdagangan Dunia, namun kembali diterapkan seiring dengan restrukturisasi nasional pasca era Orde Baru.

Selama bertahun-tahun, TKDN telah membuktikan signifikansinya dalam mendukung sektor strategis Indonesia. Secara khusus, peran TKDN tampak jelas di sektor pertahanan, di mana kebijakan tersebut memegang peran penting dalam mendukung rencana modernisasi pertahanan Indonesia secara keseluruhan.

Industri pertahanan nasional selama ini mengandalkan TKDN, selain ofset, sebagai salah solusi mutakhir untuk lebih mengembangkan produk dan memenuhi permintaan pasar di tengah keterbatasan sumber daya untuk riset dan pengembangan (R&D).

Undang-Undang No. 16/2012 semakin memperkuat TKDN dan ofset/alih teknologi (ToT) sebagai persyaratan dalam pengadaan pertahanan dengan nilai minimum 45% dan meningkat sebanyak 10% setiap lima tahun. Saat ini, pada periode 2023-2027, nilai TKDN+ofset di sektor pertahanan minimal 55%. Mekanisme ini diharapkan dapat mendukung industri pertahanan Indonesia untuk mendapatkan keuntungan dari program akuisisi senjata dan akhirnya, mencapai kemandirian.

Hingga saat ini, TKDN telah berhasil memberikan nilai tambah yang membantu meningkatkan ekspor sektor pertahanan Indonesia baik bagi perusahaan swasta maupun publik. Misalnya, di sektor swasta, PT Sari Bahari berhasil mencapai 83,75% dari tingkat TKDN untuk bom P-100 LIVE dan 76,24% untuk bom P-500 LIVE.

Untuk galangan kapal swasta lokal, tingkat TKDN untuk membangun offshore patrol vessels diklaim melebihi 40%. Galangan kapal swasta juga dikatakan telah mencapai lebih dari 50% tingkat TKDN untuk integrasi sensor, senjata, dan sistem komando pada kapal patroli cepat.

Di saat yang sama, TKDN juga telah mendukung pertumbuhan perusahaan milik negara (BUMN) untuk bersaing dengan sektor swasta. PT Dirgantara Indonesia telah mencapai tingkat TKDN 42,56% untuk dek penerbangan CN235 MPA dengan kokpit kaca dan sistem digital terintegrasi, yang selanjutnya menambah nilai ekspor varian tersebut.

Bagi PT PAL Indonesia, KCR 60 memiliki tingkat TKDN sebesar 68% untuk komponen utama. Selain itu, Makassar class landing platform dock yang tengah dikembangkan PT PAL Indonesia untuk diekspor ke Angkatan Laut Filipina memiliki tingkat TKDN sebesar 77% untuk komponen utama.

Lebih jauh, PT PAL Indonesia berhasil memanfaatkan TKDN untuk meningkatkan kapabilitas dan kapasitasnya, seperti yang terlihat dari pembangunan fregat Merah Putih dan kapal selam Scorpene Evolved yang juga akan dibangun di dalam negeri untuk TNI AL.

Bahkan, pembangunan ini akan menjadi pertama kalinya bagi PT PAL untuk membangun kapal selam secara penuh di galangannya di Surabaya, Jawa Timur. Program-program mendatang, seperti fregat varian FDI/Belh@rra, akan memberikan alih teknologi yang strategis dan komprehensif untuk mendukung tidak hanya PT PAL, namun juga Indonesia, dalam mencapai kemajuan industri dan teknologi, yang pada akhirnya akan meningkatkan nilai TKDN.

Capaian-capaian tersebut semakin menegaskan kesuksesan TKDN yang juga dimungkinkan berkat komitmen pemerintah dalam melibatkan perusahaan lokal untuk terlibat dalam proyek-proyek strategis nasional.

Namun, di tengah perubahan geopolitik dan kebijakan yang sedang berlangsung-seperti pelonggaran TKDN-sektor strategis Indonesia dapat menghadapi berbagai tantangan untuk beradaptasi dan mempertahankan operasi bisnis.

Para ahli telah memperingatkan bahwa kebijakan yang adaptif atau fleksibel harus dipertimbangkan secara rasional dengan melihat potensi kerugian. Akibatnya, pertanyaan kemudian muncul tidak hanya terhadap prospek ekonomi nasional, tetapi juga menyangkut kedaulatan Indonesia.

Perang tarif AS-China yang memengaruhi rantai pasokan global memang menuntut urgensi respons baik dari aktor negara maupun pelaku bisnis. Respons cepat Jakarta untuk melindungi ekonomi Indonesia dengan bernegosiasi dengan Washington tentang beberapa prioritas utama semakin menegaskan kesadaran dan komitmen pemerintah tentang potensi dampak tarif AS terhadap ekonomi Indonesia.

Meskipun demikian, para pengambil keputusan juga perlu menilai dampak jangka panjang dari perubahan dan/atau penyesuaian kebijakan, termasuk pelonggaran TKDN, tanpa menghambat kemajuan nasional yang telah tercapai di mana progres tersebut membutuhkan upaya dan investasi yang tidak sedikit. Beberapa kebijakan, seperti TKDN/offset, tetap relevan dan krusial dalam menjaga kedaulatan Indonesia di tengah persaingan industri yang semakin tidak menentu.

Dalam konteks ini, perubahan kebijakan seharusnya tidak menjadi langkah nekat untuk melindungi ekonomi nasional dengan prospek jangka pendek, melainkan dinilai secara cermat untuk mencegah kerugian strategis Indonesia dalam jangka panjang, serta guna mendukung industri nasional dalam mencapai kemandirian.

Di saat yang sama, Jakarta dapat mempertimbangkan kolaborasi yang lebih kuat dengan mitra andal yang bersedia mendukung kebijakan Indonesia dalam melindungi otonomi dan kepentingannya. Secara keseluruhan, di tengah ketidakpastian geopolitik saat ini dan di masa mendatang, melindungi kepentingan ekonomi tidak seharusnya mengorbankan kedaulatan strategis Indonesia.


(miq/miq)

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |