Jakarta, CNBC Indonesia - Kontroversi terus menghantui Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Hal ini terjadi saat ia mengkonfrontir Presiden Afrika Selatan (Afsel) Cyril Ramaphosa di Gedung Putih, Rabu lalu.
Dalam pertemuan itu, Trump menunjukkan tangkapan layar video yang dijadikan bukti pembunuhan massal warga kulit putih Afsel. Tangkapan layar, yang berasal dari Reuters itu, menunjukkan jasad yang dimakamkan oleh petugas palang merah.
"Mereka semua adalah petani kulit putih yang dikuburkan," kata Trump kala itu, sambil mengangkat cetakan artikel yang disertai gambar selama pertemuan Ruang Oval yang kontroversial dengan Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa.
Faktanya, video yang dipublikasikan oleh Reuters pada tanggal 3 Februari dan kemudian diverifikasi oleh tim pemeriksa fakta memperlihatkan para pekerja kemanusiaan mengangkat kantong mayat di kota Goma, Kongo. Melansir Al Jazeera, Jumat (23/5/2025), gambar tersebut diambil dari rekaman pemakaman massal setelah serangan pemberontak M23 di Goma, yang direkam oleh jurnalis video Djaffar Al Katanty.
Posting ini dipublikasikan oleh American Thinker, sebuah majalah daring konservatif, tentang konflik dan ketegangan rasial di Afsel dan Kongo. Andrea Widburg, pemimpin redaksi di American Thinker dan penulis postingan yang dimaksud, mengatakan bahwa Trump telah "salah mengidentifikasi gambar tersebut". Walau begitu, hal ini dilakukan Trump untuk mengangkat isu rasial yang terjadi di Negeri Nelson Mandela.
"Tindakannya menunjukkan meningkatnya tekanan yang diberikan kepada warga kulit putih Afsel," tuturnya.
Di sisi lain, Al Katanty mengatakan melihat Trump memegang artikel dengan tangkapan layar videonya merupakan suatu kejutan. Apalagi, ada kesalahan interpretasi dalam gambar tersebut.
"Di hadapan seluruh dunia, Presiden Trump menggunakan gambar saya, menggunakan apa yang saya rekam di DRC untuk mencoba meyakinkan Presiden Ramaphosa bahwa di negaranya, orang kulit putih dibunuh oleh orang kulit hitam," kata Al Katanty.
Ramaphosa mengunjungi Washington minggu ini untuk mencoba memperbaiki hubungan dengan AS setelah kritik terus-menerus dari Trump dalam beberapa bulan terakhir atas undang-undang pertanahan Pretoria, kebijakan luar negeri, dan dugaan perlakuan buruk terhadap minoritas kulit putihnya. Seluruh tuduhan ini dibantah Afsel.
(tps/sef)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Putar Video Genosida, Pertemuan Trump & Presiden Afsel Panas!
Next Article Huru-hara Baru Donald Trump, Kini Mau Caplok Terusan Panama