loading...
Dosen Hukum Tata Negara, Edward Thomas lamury Hadjon mengajukan gugatan terkait UU Partai Politik dan UU MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) ke Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (10/3/2025). FOTO/DOK.SindoNews
JAKARTA - Dosen Hukum Tata Negara, Edward Thomas lamury Hadjon mengajukan gugatan terkait UU Partai Politik dan UU MPR, DPR, DPD dan DPRD ( MD3 ) ke Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (10/3/2025). Permohonan itu teregister dengan nomor 22/PUU-XXIII/2025.
UU Politik yang diujikan yakni Pasal 23 ayat (1), yang mana memuat pergantian kepengurusan partai politik, termasuk Ketua Umum (Ketum) di setiap tingkatan dilakukan sesuai AD dan ART. Pada aturan itu, pemohon meminta adanya pengubah soal masa jabatan ketum parpol.
"Pergantian Kepengurusan Partai Politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART dengan syarat untuk pimpinan partai Politik memegang jabatan selama 5 (lima) tahun dan hanya dapat dipilih kembali 1 (satu) kali dalam masa jabatan yang sama, baik secara berturut-turut atau tidak berturut-turut," bunyi petitum pemohon.
Pemohon beralasan, ketiadaan batasan masa jabatan pimpinan partai politik menyebabkan kekuasaan yang terpusat pada orang atau figur tertentu dan terciptanya otoritarianisme dan dinasti dalam tubuh partai politik.
Sementara UU MD3, yang diuji pemohon spesifik terhadap Pasal 239 ayat (2) huruf d, soal diberhentikan anggota DPR antar waktu, dan diusulkan oleh partai politiknya sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan.
Pemohon menilai aturan itu bertentangan dengan UU dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai. Pemohon meminta agar pasal di atas diubah, anggota DPR yang diganti tetap harus melalui proses pemilu.
"Diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang kemudian diputuskan oleh rakyat melalui pemilihan kembali," tuturnya.
Pemohon juga menjelaskan yang dimaksud pemilihan kembali ialah pemilu yang diselenggarakan di Daerah Pemilih (Dapil) anggota DPR terpilih, yang diusulkan berhenti oleh Partai Politik melalui mekanisme pemilihan Surat Suara dengan pilihan yang tersedia 'ya' atau 'tidak'.
(abd)