Jakarta, CNBC Indonesia - Lampu kuning soal ekonomi Amerika Serikat (AS) mulai muncul ke permukaan. Beberapa indikator yang patut dicermati seperti pengeluaran konsumen hingga Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang meningkat menjadi hal yang patut dicermati.
Dilansir dari CNN International, kebijakan tarif Presiden AS, Donald Trump menimbulkan ancaman terhadap ekonomi negara Paman Sam ini.
Untuk diketahui, Trump mengatakan pada Senin bahwa tarif 25% atas impor dari Meksiko dan Kanada akan mulai berlaku pada Selasa (4/3/2025). Kebijakan ini memicu kembali ketakutan akan perang dagang di Amerika Utara yang sudah menunjukkan tanda-tanda meningkatkan inflasi dan menghambat pertumbuhan ekonomi.
"Besok-tarif 25% untuk Kanada dan 25% untuk Meksiko. Dan itu akan dimulai. Mereka harus membayar tarif," kata Trump kepada wartawan diRoosevelt Room.
Trump menyatakan bahwa tarif tersebut bertujuan untuk memaksa kedua negara tetangga AS meningkatkan upaya mereka dalam memerangi perdagangan fentanyl dan menghentikan imigrasi ilegal. Namun, Trump juga mengisyaratkan bahwa ia ingin menghilangkan ketidakseimbangan perdagangan di kawasan Amerika serta mendorong lebih banyak pabrik untuk pindah ke Amerika Serikat.
Namun, pemerintahan Trump tetap yakin bahwa tarif adalah pilihan terbaik untuk meningkatkan manufaktur AS dan menarik investasi asing. Menteri Perdagangan Howard Lutnick mengatakan pada Senin bahwa produsen chip komputer TSMC telah memperluas investasinya di Amerika Serikat karena kemungkinan diberlakukannya tarif terpisah sebesar 25%. Sebagai catatan, Kanada, China dan Meksiko adalah penyuplai impor terbesar untuk Amerika Serikat. Mereka berkontribusi sebesar 45% terhadap total impor Amerika Serikat.
Lebih lanjut, Trump memberlakukan tarif 10% terhadap impor dari China. Pada hari Senin, ia menegaskan kembali bahwa tarif tersebut akan meningkat dua kali lipat menjadi 20% pada hari Selasa.
Tidak sampai di situ, Trump juga berjanji akan menerapkan tarif terhadap produk pertanian impor dalam beberapa minggu ke depan. Ia mengklaim bahwa pemerintahannya akanmemulai tarif untuk produk pertanian dari luar negeri pada 2 April.
Trump dalam unggahannya di Truth Social, mengajak petani AS untuk bersiap meningkatkan produksi untuk pasar domestik. "Kepada Petani Hebat di Amerika Serikat: Bersiaplah untuk mulai memproduksi lebih banyak produk pertanian untuk dijual DI DALAM Amerika Serikat," tulis Trump. "Tarif akan dikenakan pada produk eksternal mulai 2 April. Selamat bersenang-senang!"
Dengan diberlakukannya tarif ini, negara-negara seperti Meksiko dan Kanada akan membalas dengan memberlakukan tarif pada barang-barang Amerika, membuka kemungkinan perang dagang di dalam kawasan Amerika Utara. China juga telah bersumpah akan merespons tarif yang lebih tinggi.
Ketidakpastian Membebani Dunia Usaha
Ancaman tarif yang dalam beberapa jam akan diberlakukan sudah sudah membawa dampak, menciptakan kebingungan dan ketidakpastian yang menyulitkan investor, CEO, dan konsumen dalam merencanakan masa depan.
Salah satu indikator ketidakpastian ini, indeks ketidakpastian kebijakan perdagangan, melonjak pada Januari ke level tertinggi sejak data pertama kali dicatat pada 1960. Dan angka ini bahkan belum memperhitungkan ancaman tarif terbaru dari Gedung Putih dalam beberapa hari terakhir.
Seorang pemasok peralatan transportasi berbasis di AS menanggapi survei Institute for Supply Management bulan Februari dengan mengatakan, "Pelanggan menunda pesanan baru akibat ketidakpastian terkait tarif. Tidak ada kejelasan dari pemerintah tentang bagaimana kebijakan ini akan diterapkan, sehingga sulit memproyeksikan dampaknya terhadap bisnis."
Jay Foreman, CEO Basic Fun!, perusahaan mainan yang memproduksi Care Bears dan Tonka trucks, di antara produk lainnya mengatakan bahwa bisnisnya baru mulai menyesuaikan diri dengan tarif 10% yang diberlakukan Trump untuk semua impor dari China yang mulai berlaku bulan lalu.
Kini, ancaman tambahan tarif 10% berpotensi meninggalkan perusahaannya dengan "kekurangan $5 juta" dalam keuangan mereka.
Hal ini terjadi karena sekitar 90% dari semua mainan yang dijual Basic Fun! diproduksi di China. Hingga sekitar 2026, perusahaan terpaksa menanggung sepenuhnya biaya tambahan akibat tarif, karena kontrak dengan pelanggan sudah ditandatangani sebelumnya, kata Foreman kepada CNN.
Tanda pelemahan ekonomi AS pun dapat dideteksi dari beberapa indikator yang mulai mengalami kemunduran bulan demi bulan. Berikut ini lima sinyal yang menunjukkan bahwa ekonomi AS dalam bahaya.
1. PMI Manufaktur ISM Lebih Lemah
Indeks PMI Manufaktur ISM turun menjadi 50,3 pada Februari 2025 dari 50,9 di Januari, lebih rendah dari perkiraan 50,5. Angka ini menunjukkan perlambatan pertumbuhan di sektor manufaktur seiring dengan melemahnya permintaan, stabilnya produksi, dan berlanjutnya pengurangan tenaga kerja akibat dampak awal dari kebijakan tarif pemerintahan baru.
Menurut Timothy Fiore, Ketua ISM, "Pertumbuhan harga meningkat akibat tarif, menyebabkan penumpukan pesanan baru, penghentian pengiriman dari pemasok, dan dampak terhadap inventaris manufaktur."
Beberapa indikator utama menunjukkan pelemahan:
🔻 Pesanan baru turun tajam, mencatat penurunan terbesar sejak Maret 2022 (48,6 vs 55,1).
🔻 Lapangan kerja menyusut, memasuki zona kontraksi (47,6 vs 50,3).
🔻 Produksi melambat tajam (50,7 vs 52,5).
Foto: PMI Manufaktur IS
Sumber: ISM
2. Proyeksi PDB AS Kuartal I-2025 yang Suram
Model GDPNow dari Federal Reserve Atlanta kini memproyeksikan penurunan 2,8% dalam PDB untuk kuartal pertama. Meskipun masih terlalu dini untuk memastikan apakah PDB benar-benar akan negatif, ini merupakan penurunan tajam dari proyeksi pertumbuhan sebelumnya sebesar 2,3%.
Proyeksi tersebut pertama kali berubah negatif menjadi -1,5% pada Jumat, setelah memperhitungkan penurunan belanja konsumen yang dilaporkan dalam Personal Consumption Expenditures (PCE) bulan Januari. Mengingat belanja konsumen menyumbang sekitar dua pertiga dari ekonomi AS, penurunan dalam kategori ini bisa berdampak besar pada PDB.
Foto: Atlanta Fed GDPNow
Sumber: FED Atlanta
3. PHK Skala Besar Berpotensi Terjadi
Dikutip dari CBS News, pemerintahan Trump meningkatkan upayanya untuk mengurangi ukuran tenaga kerja federal, yang merupakan pemberi kerja terbesar di AS, dengan memerintahkan lembaga-lembaga pemerintah untuk memecat hampir semua pegawai masa percobaan yang belum mendapatkan perlindungan sebagai pegawai negeri sipil, berpotensi berdampak pada ratusan ribu pekerja.
Selain itu, beberapa lembaga memperingatkan bahwa pemangkasan tenaga kerja dalam skala besar akan segera terjadi.
Keputusan mengenai pegawai masa percobaan, yang umumnya memiliki masa kerja kurang dari satu tahun, berasal dari Office of Personnel Management (OPM), yang berfungsi sebagai departemen sumber daya manusia bagi pemerintah federal. Informasi ini dikonfirmasi oleh seorang sumber yang mengetahui masalah tersebut, namun enggan disebutkan namanya karena tidak berwenang untuk membahasnya secara publik.
Bahkan staf di kantor OPM sendiri tidak luput dari kebijakan ini. Puluhan pegawai masa percobaan di OPM diberitahu dalam panggilan grup pada Kamis sore bahwa mereka dipecat dan diperintahkan untuk meninggalkan gedung dalam waktu setengah jam, menurut sumber lain yang juga berbicara secara anonim.
Langkah ini diperkirakan sebagai tahap awal dari PHK besar-besaran. Presiden Trump telah menandatangani perintah eksekutif yang menginstruksikan para pemimpin lembaga pemerintah untuk merencanakan "pengurangan tenaga kerja dalam skala besar".
4. Inverted Yield Curve
Munculnya sinyal resesi di AS terjadi setelah imbal hasil dari pasar obligasi antara tenor panjang 10 tahun berada di bawah dibandingkan obligasi tenor pendek 3 bulan.
Pada perdagangan Rabu, imbal hasil obligasi Treasury 10 tahun turun di bawah obligasi 3 bulan, menciptakan apa yang dikenal sebagai "inverted yield curve" atau kurva imbal hasil terbalik. Fenomena ini memiliki rekam jejak akurat dalam memprediksi resesi dalam rentang waktu 12 hingga 18 bulan selama beberapa dekade terakhir.
Bahkan, Federal Reserve New York menganggapnya sebagai indikator yang sangat andal, sehingga mereka secara rutin memperbarui hubungan ini setiap bulan dan memberikan perkiraan peluang resesi dalam 12 bulan ke depan.
Foto: Imbal Hasil UST tenor 3 bulan dan 10 tahun (%)
Sumber: TV
5. Suku Bunga The Fed Tetap Tinggi
Kenaikan suku bunga agresif oleh Federal Reserve bertujuan untuk menekan inflasi, tetapi juga berisiko menghambat pertumbuhan ekonomi.
Kendati inflasi telah menurun dari puncaknya, angkanya masih di atas target The Fed. Ini berarti para pembuat kebijakan kemungkinan akan mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama dari yang diperkirakan banyak pihak.
Dampak suku bunga tinggi antara lain biaya pinjaman meningkat, membuat bisnis lebih sulit untuk berkembang. Selain itu konsumen lebih terbebani saat mengambil kredit. Terakhir, pemilik rumah kesulitan melakukan refinancing.
Jika suku bunga tetap tinggi terlalu lama, aktivitas ekonomi bisa melambat secara signifikan, yang pada akhirnya meningkatkan risiko resesi.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)