Jakarta -
Radang usus buntu atau dikenal juga sebagai apendisitis adalah gangguan peradangan yang terjadi pada bagian usus buntu (apendiks). Radang usus buntu bisa terjadi salah satunya karena terjadi pembengkakan.
Untuk mengobati radang usus buntu, salah satu caranya adalah dengan dilakukan operasi. Namun, beberapa orang khawatir jika operasi usus buntu bisa menyebabkan kematian. Lantas, apakah benar?
Benarkah Operasi Usus Buntu bisa Sebabkan Kematian?
Mengutip laman National Health Service UK, ketika terjadi peradangan pada usus buntu, biasanya akan terjadi gejala rasa sakit di perut bagian tengah. Dalam beberapa waktu, rasa sakit dapat berpindah ke bagian perut kanan bawah, yakni tempat usus buntu berada.
Cara efektif untuk mengobati radang usus buntu adalah dengan mengangkat usus buntu lewat operasi. Prosedur ini harus dilakukan sesegera mungkin agar radang usus buntu tidak semakin parah.
Pasien akan melalui proses pembedahan usus buntu (apendiktomi) untuk mengangkat organ tersebut dari tubuh. Sebenarnya, usus buntu juga tidak memiliki fungsi tertentu bagi manusia, sehingga pengangkatan usus buntu tidak menimbulkan masalah kesehatan.
Namun, ada risiko yang perlu diketahui pasien sebelum melakukan tindakan apendiktomi. Sebab, operasi usus buntu juga bisa menyebabkan kematian, meski kasusnya cukup jarang terjadi.
Mengutip jurnal dari dr Andersson, dr Manne N, dan dr Roland, PhD yang dipublikasikan dalam Annals of Surgery pada 2011, mereka menganalisis secara rinci penyebab kematian dan faktor risiko mortalitas jangka pendek setelah operasi buntu.
Studi itu dilakukan terhadap 119.060 pasien yang telah dioperasi usus buntu pada 1987 hingga 1996 yang tercatat dalam daftar Swedish National Inpatient Registry. Hasilnya menunjukkan bahwa sebanyak 179 pasien meninggal dunia dalam waktu 30 hari setelah operasi usus buntu.
Penyakit kardiovaskular atau tromboemboli bertanggung jawab atas kematian pada lebih dari 50% kasus pasien yang telah dilakukan apendektomi. Sementara penyakit radang usus buntu hanya bertanggung jawab pada 17,9% kematian.
Jurnal tersebut menyimpulkan bahwa radang usus buntu hanya bertanggung jawab atas sebagian kecil kematian setelah apendiktomi. Komorbiditas, kegagalan diagnostik, dan trauma anestesi-bedah mungkin jadi penyebab utama pasien meninggal dunia setelah operasi pengangkatan usus buntu.
Kemungkinan Risiko Setelah Apendiktomi
Semua prosedur bedah memang memiliki beberapa risiko, termasuk apendiktomi. Maka dari itu, dokter bedah harus menjelaskan risiko dari operasi usus buntu kepada pasien sebelum dilakukan tindakan.
Dilansir Medical News Today, berikut sejumlah risiko dari operasi usus buntu:
1. Obstruksi Usus
Diperkirakan sekitar 3% pasien mengalami komplikasi obstruksi usus pascaoperasi. Kondisi ini dapat mengganggu keluarnya tinja, gas, dan cairan melalui usus. Jika tidak segera dirawat, penyumbatan ini dapat mengakibatkan komplikasi yang parah.
2. Persalinan Prematur
Apendektomi yang dilakukan selama masa kehamilan berisiko mengakibatkan persalinan prematur pada sekitar 8-10% kasus. Risikonya bisa lebih tinggi jika apendiks mengalami pecah. Sementara angka kematian janin akibat prosedur ini sekitar 2% kasus.
3. Infeksi Luka
Komplikasi ini mempengaruhi sekitar 1,6% orang yang telah menjalani operasi laparoskopi dan 4% dari mereka yang menjalani operasi usus buntu terbuka.
Selain itu, ada tanda-tanda komplikasi pascaoperasi usus buntu yang juga harus diperhatikan, seperti:
- Diare
- Muntah
- Pembengkakan, pendarahan, kemerahan, atau keluarnya cairan dari sayatan
- Batuk terus-menerus, sesak napas, atau sulit bernapas
- Kram atau nyeri perut
- Rasa sakit yang berlebih di sekitar lokasi sayatan
- Hilang selera makan
- Tidak buang air besar (BAB) selama 2 hari atau lebih
- Demam atau menggigil.
Apabila mengalami sejumlah gejala di atas, sebaiknya segera pergi ke dokter untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
(ilf/fds)