Bertahan dari 'Teror' Israel-AS, Khamenei Hadapi Ancaman Dalam Negeri

7 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah berhasil bertahan dari gempuran Israel dan ancaman intervensi Amerika Serikat dalam "Perang 12 Hari," Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei muncul sebagai simbol ketangguhan rezim.

Namun di balik deklarasi kemenangannya, badai politik baru justru mengancam dari dalam negeri sendiri, di mana ini menyoroti perebutan kekuasaan yang kian intens menjelang akhir masa kepemimpinannya.

Khamenei (86) lolos dari ancaman pembunuhan dan pergantian rezim setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan gencatan senjata yang mengakhiri konflik singkat tapi intens antara Iran dan Israel.

Dalam pidato kemenangannya pasca-gencatan senjata, Khamenei menyatakan Iran "telah bertahan dan menang", meskipun Teheran masih terguncang oleh dampak serangan udara yang masif.

Namun, kemenangan itu justru mempercepat diskusi internal mengenai siapa yang akan menggantikan Khamenei, dan apakah transisi kekuasaan akan berjalan mulus atau justru memicu pergeseran besar dalam struktur politik Republik Islam.

"Posisi Khamenei pasti melemah," ujar Arash Azizi, peneliti di Pusat Studi Masa Depan Jangka Panjang Universitas Boston, kepada Newsweek.

Ia mengungkapkan bahwa di tengah perang, sejumlah tokoh dalam rezim bahkan mempertimbangkan untuk menggantikan Khamenei dengan komite kepemimpinan sementara.

Menurut Azizi, kekuatan militer seperti Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) kini menjadi pemain kunci dalam perebutan kekuasaan. Meskipun terpukul akibat perang, jaringan IRGC tetap kuat dan berpengaruh secara politik maupun ekonomi.

"Anda tidak bisa begitu saja memenggal kepala pasukan sebesar ini," ujarnya, merujuk pada 190.000 personel IRGC dan pengaruh ekonomi mereka yang luas.

Sementara itu, Ali Alfoneh, peneliti senior di Arab Gulf States Institute, menilai bahwa ulama sebagai kelas penguasa tradisional telah kehilangan pijakan.

"Khamenei makin bergantung pada IRGC untuk menangani represi dalam negeri dan pertahanan luar negeri. Tapi ketergantungan ini mahal: pengaruh IRGC atas keputusan strategis kini makin dominan," ujarnya.

Menurut Alfoneh, dampak perang dengan Israel bisa memicu IRGC menyalahkan para ulama dan elit politik atas kegagalan strategis Iran, mirip dengan narasi pengkhianatan yang berkembang setelah Perang Iran-Irak.

Meski sebagian oposisi luar negeri menyerukan pembubaran total Republik Islam, para analis meyakini bahwa perubahan yang mungkin terjadi justru akan berasal dari dalam sistem, oleh faksi-faksi yang telah lama bercokol dalam kekuasaan.

"Tidak satu pun dari mereka yang punya ideologi seperti Khamenei. Mereka bertindak berdasarkan kepentingan pribadi dan kekuatan militer," kata Azizi. Dalam situasi ini, masa depan Iran pasca-Khamenei terlihat makin tak pasti, dan makin dipengaruhi oleh manuver elit militer, bukan oleh kehendak rakyat.


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Perang! Israel Serang Iran, Khamenei Bersumpah Balas Dendam

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |