Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka melesat kencang pada pembukaan perdagangan hari ini.
Dalam lima menit pembukaan pasar, IHSG tercatat melesat 1,09% dan kembali balik ke level 6.600 atau tepat di 6.602,71.
Sebanyak 287 saham naik, 76 turun, dan 169 tidak bergerak atau stagnan.
Nilai transaksi pagi ini mencapai Rp 1,06 triliun yang melibatkan 1,25 miliar saham dalam 71.339 kali transaksi.
Seluruh sektor perdagangan dibuka di zona hijau, kecuali sektor primer yang melemah. Adapun sektor keuangan, kesehatan, barang baku dan non primer menjadi sektor dengan penguatan terbesat atau masing-masing melonjak lebih dari 1%.
Saham emiten big caps, khususnya perbankan raksasa masih melanjutkan reli penguatan. Begitu pula saham milik grup konglomerat yang masih ikut menguat dan menjadi pondasi pergerakan IHSG.
Pada sisa perdagangan pekan ini, sentimen yang datang dari eksternal tampaknya memberikan pengaruh yang lebih dominan untuk pergerakan pasar keuangan. Terkhusus soal tarif Trump terhadap negara mitra dagangnya dan hasil pertemuan antara Trump dengan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky yang siap mengakhiri perang dengan Rusia.
Tarif Trump Jadi Peluang Buat RI
Tarif yang telah lama diancamkan oleh Trump terhadap Kanada dan Meksiko mulai berlaku pada Selasa, membuat pasar global gelisah dan memicu pembalasan mahal dari sekutu Amerika Serikat di Amerika Utara.
Mulai tepat lewat tengah malam Selasa, impor dari Kanada dan Meksiko kini dikenakan pajak sebesar 25%, dengan produk energi Kanada dikenai bea masuk sebesar 10%.
Tarif 10% yang sebelumnya diberlakukan Trump terhadap impor dari China pada Februari kini digandakan menjadi 20%, dan Beijing membalas pada Selasa dengan tarif hingga 15% terhadap berbagai ekspor pertanian AS. Selain itu, China memperluas daftar perusahaan AS yang dikenai kontrol ekspor dan pembatasan lainnya sebanyak sekitar dua lusin.
Bank Danamon Indonesia menyampaikan kebijakan Trump bisa berdampak ke Indonesia sebagai eksportir utama untuk tembaga dan kayu. Mereka akan berdampak kepada Indonesia baik dalam jangka pendek, menengah, hingga panjang.
Di tengah kebijakan proteksionisme AS, Indonesia dapat memanfaatkan tren global dalam supply chain diversification. Ketidakpastian perdagangan dan tarif baru mendorong banyak perusahaan global untuk mencari alternatif di luar China dan AS, membuka peluang bagi Indonesia untuk memperkuat posisinya dalam rantai pasok global.
Beberapa strategi yang dapat dilakukan Indonesia antara lain:
- Meningkatkan kapasitas manufaktur dan hilirisasi agar produk ekspor memiliki nilai tambah lebih tinggi sebelum masuk pasar AS dan global.
- Mempercepat perjanjian perdagangan dengan mitra strategis guna memperluas akses pasar di luar AS.
- Menarik investasi asing langsung (FDI) di sektor industri pengolahan untuk memperkuat peran Indonesia dalam rantai pasok global.
- Memperluas pasar ekspor ke kawasan lain, termasuk Asia, Eropa, dan Timur Tengah, guna mengurangi risiko ketergantungan pada satu negara tujuan ekspor.
Selaras dengan Bank Danamon Indonesia, kepala ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro menyampaikan bahwa kebijakan tarif Trump terhadap Meksiko, Kanada, dan China akan membuat importir AS mungkin harus mencari pemasok alternatif, yang berpotensi menguntungkan negara-negara seperti Vietnam, Indonesia, dan India.
Bank Mandiri menyarankan agar Indonesia dapat memanfaatkan untuk meningkatkan ekspor produk-produk elektronik, pakaian, dan alas kaki, dengan total nilai US$ 42,5 miliar (2024) ke AS.
BI Guyur Likuiditas Rp375 T
Bank Indonesia (BI) akan meningkatkan insentif Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) dana pihak ketiga atau DPK menjadi 5% mulai 1 April 2025.
Dengan insentif ini, likuiditas perbankan yang tersedia akan meningkat. Deputi Gubernur Bank Indonesia, Juda Agung mengatakan bahwa Kebijakan ini ditujukan untuk mendorong kredit perbankan ke sektor riil, ke sektor-sektor yang memiliki daya ungkit tinggi dalam penciptaan lapangan kerja.
"Kebijakan makroprudensial tetap diarahkan pro-growth dan longgar untuk mendorong intermediasi sesuai dengan siklus keuangan melalui penguatan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial atau KLM," ujar Juda Agung dalam keterangan resminya dikutip Rabu (5/3/2025).
Peningkatan dari sebelumnya ditetapkan 4% dari DPK dinilai berpotensi memberikan tambahan likuiditas lebih dari Rp 80 triliun, sehingga secara total menjadi Rp375 triliun.
Dengan semakin besarnya insentif likuiditas DPK ini, maka kredit perbankan ke sektor riil akan meningkat dan berdampak positif bagi pertumbuhan kredit perbankan serta berujung pada bergeraknya roda perekonomian Nasional. Hal ini tentu ditujukan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan 2024 yakni di angka 5,03%.
Indeks Dolar AS Tergelincir
DXY kembali tertekan selama tiga hari terakhir dan kini berada di posisi 104,3 atau terendah dalam 5 November 2024 (empat bulan terakhir).
Hal ini tentunya menjadi angin segar bagi Indonesia karena mata uang Garuda berpotensi besar untuk kembali mengalami apresiasi dan bergerak di bawah level Rp16.300/US$.
Ketika rupiah menguat, maka ada peluang untuk IHSG dapat cenderung berada di zona positif mengingat terdapat korelasi yang positif antara penguatan mata uang Garuda dengan IHSG.
Stimulus Ekonomi China
China resmi mengumumkan peningkatan stimulus fiskal pada Rabu (5/3/2025). Perdana Menteri Li Qiang mengatakan pemerintah akan menjanjikan dukungan untuk meningkatkan konsumsi dan meredam dampak perang dagang dengan Amerika Serikat (AS).
Dalam pidatonya pada pembukaan pertemuan tahunan parlemen China, Li memperingatkan bahwa "perubahan yang tak terlihat dalam satu abad sedang berlangsung di seluruh dunia dengan kecepatan yang lebih cepat".
"Lingkungan eksternal yang semakin kompleks dan parah dapat memberikan dampak yang lebih besar pada China di bidang-bidang seperti perdagangan, sains, dan teknologi," kata Li, seperti dikutip Reuters.
Tekanan telah meningkat pada pejabat China, terutama Presiden Xi Jinping, untuk memberikan stimulus yang berfokus pada konsumen guna menangkal tekanan deflasi dan mengurangi ketergantungan ekonomi terbesar kedua di dunia itu pada ekspor dan investasi untuk pertumbuhan.
Target pertumbuhan sekitar 5% untuk tahun 2025 dan rencana defisit anggaran yang lebih besar sekitar 4% dari output ekonomi yang disampaikan Li kepada parlemen telah mengonfirmasi laporan Reuters pada Desember lalu.
Li juga mengatakan Beijing berencana menerbitkan obligasi pemerintah khusus jangka panjang senilai 1,3 triliun yuan (Rp2.920 triliun) tahun ini, naik dari 1 triliun yuan pada tahun 2024. Pemerintah daerah akan diizinkan menerbitkan utang khusus senilai 4,4 triliun yuan, naik dari 3,9 triliun yuan.
Secara terpisah, Beijing berencana untuk mengumpulkan 500 miliar yuan untuk melakukan rekapitalisasi bank-bank negara besar.
Di luar 300 miliar yuan yang dialokasikan untuk skema subsidi konsumen yang baru-baru ini diperluas untuk kendaraan listrik, peralatan, dan barang-barang lainnya, menurut pidato Li yang hanya berisi sedikit dukungan konkret untuk rumah tangga.
Bagi Indonesia, stimulus ekonomi China ini menjadi sentimen positif mengingat China adalah mitra dagang terbesar dan salah satu investor asing tertinggi di Tanah Air.
Dengan adanya stimulus maka konsumsi dan produksi di China diharapkan bisa meningkat sehingga permintaan barang Indonesia dari China pun akan naik.
(fsd/fsd)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Menguat Lebih Dari 2%, IHSG Sentuh Level 6.500
Next Article Menguat! Potret Bursa Saham di Hari Pertama Prabowo-Gibran