Jakarta -
Pada 16 April 2007, Sunita 'Suni' Williams mengikuti Boston Marathon. Namun, dia tidak berada di Boston. Dia bahkan juga tidak sedang di Amerika Serikat. Dalam stasiun luar angkasa International Space Station (ISS), lebih dari 250 mil di atas permukaan laut, astronot NASA tersebut menjadi orang pertama yang berlari maraton di luar angkasa.
Williams, yang kini berusia 59 tahun, kembali diuji ketahanannya pada Juni 2024 setelah kapsul Boeing yang membawanya ke ISS mengalami kerusakan. Perjalanan yang diperkirakan hanya akan berlangsung selama delapan hari bersama rekan astronot lain, Butch Wilmore, pada akhirnya harus bertahan hingga sembilan bulan.
Pasangan tersebut mendarat dengan selamat di Florida pada Selasa malam kemarin dan melakukan perjalanan ke Houston di malam yang sama.
Saat berada di luar angkasa, para astronot harus berolahraga dua jam per hari, karena kondisi gravitasi nol dapat menyebabkan kerusakan tulang dan otot seiring berjalannya waktu.
Rutinitas Selama di Luar Angkasa
Williams memulai hari dengan berolahraga pagi, ia bangun pukul 5:30 pagi dan mulai berlari, diselingi bersepeda juga angkat beban. Olahraga berlangsung hingga 7:30 pagi.
Kini, Williams maupun Wilmore harus menjalani setidaknya 45 hari penyesuaian dengan gravitasi bumi. Rutinitas penyesuaian tersebut termasuk proses pemulihan.
"Rutinitas memberi kita rasa stabilitas," kata Asosiasi Psikologi Ontario, dikutip dari CNBC, Jumat (21/2/2025).
"Elemen rutinitas ini dapat sangat ampuh sebagai sesuatu yang dapat diandalkan selama masa stres atau ketidakpastian."
Olahraga secara khusus dapat menjadi landasan rutinitas yang sehat, yang memberikan manfaat bagi kesehatan mental dan fisik, menurut beberapa studi.
"Ada beberapa penelitian menunjukkan ritme dapat membantu orang untuk memusatkan perhatian dan menenangkan mereka," kata Joel Dvoskin kepada CNBC Make It pada 2023, saat ia menjadi psikolog di Fakultas Kedokteran Universitas Arizona.
Berolahraga di pagi hari juga dapat membantu orang lebih disiplin dengan rutinitas mereka, terutama bagi orang-orang yang menjalani aktivitas biasa, tidak harus selalu dilakukan setiap hari, tetapi minimal dua hingga tiga kali sepekan, yang terpenting adalah tetap aktif bergerak dan berolahraga.
"Bagi kebanyakan dari kita yang ingin berolahraga untuk mendapatkan manfaat kesehatan secara umum, waktu terbaik adalah waktu yang paling sesuai dengan gaya hidup dan memungkinkan melakukannya secara teratur," kata ahli jantung Erik Van Iterson kepada situs web Cleveland Clinic tahun lalu.
Apa yang Terjadi Selama di Luar Angkasa?
Tanpa gravitasi, cairan bergeser. Sebab, tubuh terdiri dari 70 persen cairan, perubahan itu terasa di berbagai tingkatan.
Di Bumi, cairan dalam tubuh cenderung bergeser ke bawah, di bawah jantung. Namun di luar angkasa, cairan mengalir merata ke seluruh tubuh dan berpindah ke tempat-tempat yang biasanya tidak terkumpul.
Mirip dengan melakukan handstand yang sangat panjang, satu setengah galon cairan yang dibawa tubuh bergerak ke atas. Astronot sering mengatakan mereka merasa seperti sedang flu dan mengalami masalah yang didefinisikan seperti "sindrom wajah bengkak," "kaki burung" atau "kaki ayam." Masalah tersebut biasanya hilang setelah sekitar tiga hari di Bumi, menurut NASA.
Pergerakan cairan dalam tubuh juga dapat menyebabkan masalah punggung yang berkepanjangan, terlepas dari lamanya penerbangan luar angkasa. Satu penelitian menemukan kejadian cakram yang bergeser atau pecah 4,3 kali lebih tinggi pada astronot daripada pada populasi terestrial, dan masalah tersebut biasanya terjadi segera setelah mereka kembali ke Bumi.
Masalah redistribusi cairan juga tampaknya memengaruhi penglihatan banyak astronot, suatu masalah yang oleh NASA disebut Sindrom Neuro-Okular. Mata menjadi rata karena redistribusi cairan, lapisan serat saraf retina dapat menebal, dan terjadi pergeseran refraksi sehingga penglihatan dapat kabur di luar angkasa.
Dr. Michael Harrison, spesialis kedokteran antariksa di Mayo Clinic di Florida, mengatakan hal ini seperti menggunakan proyektor dan menggerakkannya beberapa inci lebih dekat ke dinding.
"Gambarnya akan menjadi sedikit lebih kabur," katanya. "Ini topik utama karena kita belum tahu banyak tentangnya."
Masalah ini tampaknya lebih umum terjadi pada penerbangan antariksa yang lebih lama.
"Pertanyaan yang ada di benak semua orang adalah, apa yang terjadi saat kita masuk lebih dalam ke antariksa untuk jangka waktu yang lebih lama? Apakah ini mencapai titik jenuh, atau apakah ini sesuatu yang terus berkembang?" kata Harrison.
Tidak semua orang memiliki penglihatan yang tetap berubah. Satu penelitian menemukan bahwa bola mata menjadi datar pada sekitar 16 persen astronot pasca-penerbangan.
"Beberapa orang kembali dan mengalami apa yang tampak, mungkin tidak selalu merupakan perubahan permanen tetapi perubahan kronis pada penglihatan dan memerlukan kacamata. Yang lain tidak mengalaminya. Ini adalah fenomena yang cukup baru," kata Harrison.
Untuk mempelajari fenomena ini, awak pesawat komersial Polaris Dawn selama lima hari mengenakan lensa kontak khusus tahun lalu untuk mengukur dan mengumpulkan data tentang tekanan di mata mereka.
NASA juga telah mengembangkan kacamata antisipasi ruang angkasa khusus yang disimpan di Stasiun Luar Angkasa Internasional. Kacamata tersebut dapat disesuaikan dan mengurangi sebagian keburaman.
Efek pada Otak
Cairan di otak cenderung bergeser di ruang angkasa juga, dari bagian atas otak ke bagian dasar. Studi terhadap astronot setelah mereka kembali ke Bumi telah menemukan bahwa pergeseran ini dapat memperbesar bagian otak mereka yang disebut ventrikel, bahkan melampaui apa yang biasanya dapat dilihat dengan penuaan normal.
Namun, MRI awak misi Polaris Dawn tidak menemukan temuan yang mengkhawatirkan pada otak mereka.
Simak Video "Video: Dampak yang Dirasakan Astronaut Setelah 9 Bulan Tinggal di Luar Angkasa"
[Gambas:Video 20detik]