Liputan6.com, Jakarta - Pegiat kesetaraan perempuan, Rinawati Prihatiningsih menyayangkan pernyataan Calon Wakil Gubernur Banten Dimyati Natakusumah dalam Debat Pilkada 2024, Rabu, 16 Oktober 2024. Seakan ingin menyerang rivalnya calon gubernur Banten Airin Rachmi Diany, Dimyati justru dinilai merendahkan kaum perempuan.
"Perempuan tidak seharusnya diremehkan atau dipersempit ruang geraknya hanya karena asumsi-asumsi tentang kemampuan fisik atau mental," kata Rinawati dalam keterangan kepada wartaaan, Jumat (18/10/2024).
Diketahui, dalam debat itu, Dimyati Natakusumah melontarkan bahwa perempuan jangan diberi beban berat. Apalagi jadi gubernur, kata dia, akan terasa berat dijalani oleh perempuan. Pernyataan Dimyati yang seakan ingin melemahkan Airin, justru dinilai salah.
Menurut Rinawati, kepemimpinan sejati terletak pada bagaimana seseorang bisa melayani dan membawa perubahan positif bagi masyarakat. "Dan hal itu bisa dilakukan oleh siapa pun yang memiliki kemampuan dan komitmen, terlepas dari gender," katanya.
Rinawati mengatakan, perempuan memiliki kapasitas dan kemampuan yang sama dengan laki-laki dalam memimpin, termasuk sebagai gubernur.
Kata Rina, beban dan tanggung jawab kepemimpinan bukan ditentukan oleh gender, melainkan oleh kompetensi, integritas, dan dedikasi seseorang. "Banyak perempuan yang telah membuktikan diri mampu memimpin di berbagai sektor, bahkan di posisi yang menuntut tanggung jawab besar," katanya.
Kata Perludem
Pengamat Politik Perludem Titi Anggraini juga menyoroti pernyataan Dimyati. Menurutnya, kehadiran dan kepemimpinan perempuan di politik dan pemerintahan merupakan hal yang tak perlu diperdebatkan. Dalam suatu negara demokrasi perempuan memiliki hak untuk memilih dan dipilih serta terlibat sebagai penyelenggara negara.
"Pola pikir yang mendomestifikasi perempuan dan meragukan kapasitas serta kompetensinya untuk terlibat dalam pemerintahan dan kehidupan bernegara merupakan bentuk diskriminasi yang bertentangan dengan konstitusi dan hak asasi manusia," katanya saat dihubungi Tim Regional Liputan6.com, Kamis (17/10/2024)
Titi juga mengatakan, penggunaan diksi atau narasi yang menempatkan pemuliaan perempuan dengan cara menjauhkannya dari ruang publik merupakan bentuk marginalisasi terhadap perempuan.
"(Pernyataan itu) sama sekali jauh dari tindakan memuliakan perempuan. Justru pernyataan tersebut sangat mendiskriminasi dan memarginalisasi perempuan dari ranah politik dan publik. Pernyataan tersebut sangat tidak relevan dan sangat memundurkan eksistensi perempuan dalam tata kelola pemerintahan." katanya.
Menurut Titi, pernyataan tersebut perlu disesalkan. Seorang calon kepala daerah atau wakil kepala daerah seharusnya sudah tuntas dengan paradigma dan konsepsi adil dan setara gender.
"Mestinya debat berfokus pada menguji dan mengelabori ide, gagasan, dan program paslon. Mestinya, tidak ada lagi isu soal kepemimpinan perempuan di tengah praktik demokrasi konstitusional yang dipraktikkan Indonesia," katanya.