Jakarta, CNBC Indonesia - Fokus perang dagang yang dikobarkan Amerika Serikat (AS) kembali mengerucut kepada China setelah dalam sebuah langkah yang mengejutkan dunia, Presiden Donald Trump mengumumkan penangguhan tarif tinggi yang baru saja diberlakukannya terhadap puluhan negara, tapi tidak dengan China.
Keputusan mendadak ini memicu lonjakan tajam di pasar saham global yang sebelumnya babak belur akibat ketidakpastian ekonomi, meskipun eskalasi perang dagang dengan China justru diperparah. Langkah tersebut datang di tengah kekacauan keuangan terbesar sejak masa-masa awal pandemi Covid-19.
Pasar saham global anjlok, obligasi pemerintah AS mengalami lonjakan imbal hasil yang mengkhawatirkan, dan ketegangan geopolitik meningkat. Namun hanya beberapa jam setelah tarif-tarif tersebut diberlakukan, Trump berbalik arah dan menekan tombol "jeda" selama 90 hari untuk sebagian besar negara mitra dagang-dengan pengecualian penting: China.
"Saya pikir orang-orang terlalu reaktif, mereka mulai panik, seperti atlet yang gugup," ujar Trump kepada wartawan, menggunakan istilah "yippy" yang biasanya digunakan dalam dunia olahraga untuk menggambarkan kegugupan berlebihan, sebagaimana dikutip Reuters, Kamis (10/4/2025).
Sejak kembali ke Gedung Putih pada Januari, Trump secara rutin mengancam berbagai tarif terhadap mitra dagang AS, namun sering pula mencabut ancaman tersebut di detik-detik terakhir. Pola zig-zag ini membuat para pemimpin dunia kebingungan dan menimbulkan kekhawatiran di kalangan pebisnis global.
Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, mengklaim bahwa penangguhan ini sebenarnya sudah direncanakan dari awal sebagai strategi untuk memaksa negara-negara lain datang ke meja perundingan. Namun Trump sendiri kemudian mengisyaratkan bahwa kekacauan pasar yang terjadi sejak pengumumannya pada 2 April turut mempengaruhi keputusannya.
"Dalam negosiasi, Anda harus fleksibel," ujar Trump, menepis klaim sebelumnya bahwa kebijakan tarifnya tak akan berubah.
China Lawan Utama
Meski melunak terhadap negara lain, Trump justru memperkeras sikap terhadap China. Setelah tarif 104% terhadap produk China mulai berlaku pada Rabu, ia langsung menaikkannya menjadi 125%. China membalas dengan mengenakan tarif balasan sebesar 84% terhadap produk asal AS dan berjanji akan "berjuang sampai akhir" dalam perang dagang ini.
"AS dan China sedang memainkan permainan brinkmanship [politik tepi jurang]," kata Chris Turner, Kepala Pasar Global ING, merujuk pada strategi saling tekan di ambang konflik.
Akibatnya, perusahaan-perusahaan China yang menjual produk melalui Amazon mulai menaikkan harga atau bahkan mempertimbangkan keluar dari pasar AS, menurut ketua asosiasi e-commerce terbesar di China.
Meski Trump menyiratkan bahwa kesepakatan dengan China masih memungkinkan, pejabat Gedung Putih mengatakan prioritas saat ini adalah menjalin perjanjian dengan negara lain terlebih dahulu. "China ingin mencapai kesepakatan," ujar Trump. "Mereka hanya belum tahu caranya."
Adapun China dilaporkan mulai membuka dialog dagang dengan Uni Eropa dan Malaysia untuk memperkuat kerja sama regional. Namun tidak semua negara bersedia ikut dalam orbit Beijing.
Australia, misalnya, menolak tawaran China untuk bekerja sama dalam menghadapi tarif AS.
"Kami tidak akan bergandengan tangan dengan China dalam konflik global ini," ujar Wakil Perdana Menteri Australia, Richard Marles.
(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Pantang Mundur! China Tak Gentar Lawan Ancaman Tarif Trump
Next Article G20 Brasil: RI CS Jadi Primadona-Kembalinya Trump