Ekonom Senior Ungkap Penyebab Ekonomi RI Kurang 'Tahan Banting'

9 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Aktivitas ekonomi Indonesia mulai mengalami tanda-tanda pelemahan, terimbas besarnya efek tekanan faktor eksternal, seperti ketidakpastian hingga melambatnya laju pertumbuhan ekonomi global.

Ekonom senior yang juga merupakan pendiri CReco Research Institute, Raden Pardede mengatakan, mudah terdampaknya ekonomi Tanah Air dari efek pelemahan perekonomian global disebabkan struktur ekonomi Indonesia terlalu tergantung dengan komoditas.

"Karena itu saya pikir kita harus coba mendiversifikasi lagi. Jangan terlampau tergantung kepada komoditas," ujar Raden dalam program Cuap Cuap Cuan CNBC Indonesia, dikutip Kamis (3/7/2025).

Pemerintah Indonesia juga mengakui, tekanan harga-harga komoditas telah memperburuk pelemahan setoran pajak, membuat proyeksi penerimaan negara sampai akhir tahun akan meleset dari target.

Kementerian Keuangan mencatat, penerimaan pajak berpotensi hanya terkumpul Rp 2.076,9 triliun atau 94,9% dari target tahun ini yang sebesar Rp 2.189, 3 triliun. Artinya akan ada potensi shortfall Rp 112,4 triliun.

Lalu, Kementerian Keuangan juga sudah mulai merevisi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi 2025, dari sebelumnya ditarget 5,2% dalam APBN 2025 menjadi hanya akan bergerak di rentang 4,7%-5% sampai akhir tahun.

"Kalau kita lihat juga ekonomi kita sudah terlampau tergantung kepada komoditas. Jadi dunia ini kalau dia melemah, tentu permintaan kepada komoditas itu turun-turun," ujar Raden.

Permasalahan itulah yang menurut Raden harus segera dibenahi, apalagi industri manufaktur yang menjadi penggerak perekonomian melalui penciptaan barang dan jasa bernilai tambah tinggi terus merosot kontribusinya terhadap PDB dari tahun ke tahun.

Pada 2014 distribusi industri pengolahan terhadap PDB menurut data BPS masih mampu mencapai 21,02%. Namun, pada 2019 tersisa 19,7%, dan pada 2023 kian merosot menjadi 18,67%. Pada 2024 sedikit naik menjadi 19,13%, dan berlanjut ada perbaikan hingga kuartal I-2025 yang sebesar 19,25%.

"Itu jangan sampai dilupakan sektor manufaktur utamanya. Manufaktur ini tetap menjadi kunci," tegas Raden.


(arj/haa)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Was-Was Soal Daya Beli, Investor Pantau Data Ekonomi RI Terbaru

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |