Ekonom Ungkap Efek Penurunan Daya Beli di Balik Anjloknya IHSG

3 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Koreksi pasar saham Amerika Serikat (AS) menjadi alarm bagi pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Sebab, pasar saham negeri Paman Sam itu sangat dipengaruhi oleh belanja masyarakat segmen affluent.

Pada hari Kamis lalu, indeks yang terdiri dari 500 emiten terbesar di AS, S&P 500 ditutup anjlok lebih dari 10% secara tahunan (ytd). Meski keesokan harinya S&P berhasil memangkas koreksinya, secara year to date (ytd) masih anjlok 4% pada hari Jumat. Penurunan pasar aset ini ikut menciptakan risiko melemahnya kondisi dalam ekonomi riil AS.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diketahui juga anjlok signifikan tahun ini, bahkan lebih parah dari Wall Street. IHSG mengalami koreksi sebesar 7,97% secara ytd. Indeks 45 saham kapitalisasi pasar terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI), LQ45, yang mirip dengan S&P 500, juga telah anjlok 11,45% ytd per Jumat lalu.

Namun begitu, Indonesia tampaknya dapat terhindar dari risiko terhadap ekonomi riil. Para ekonom sepakat bahwa kondisi Indonesia berbeda dengan AS, di mana pasar keuangan di RI jauh lebih dangkal dari pada di Negeri Paman Sam.

Ekonom Segara Institute, Piter Abdullah mengakui bahwa kelompok menengah atas di RI mencapai 9% dan berkontribusi lebih dari 30% kekayaan rumah tangga, alias puya kontribusi besar terhadap perekonomian. Namun, berbeda dengan AS, kekayaan mereka tidak dipengaruhi pergerakan pasar saham.

"Di Indonesia, segmen affluent tidak sepenuhnya bergantung kepada pasar saham. Aset mereka lebih terdiferensiasi. Dampak koreksi pasar saham tidak sebesar di AS," kata Piter saat dihubungi CNBC Indonesia, Senin (17/3/2025).

Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira memaparkan pada tahun 2022, rasio uang beredar dalam arti luas (M2) Indonesia cuma berkontribusi 43,5% terhadap produk domestik bruto (PDB), atau terbilang kecil sekali. Selain itu, indikator kedua adalah kapitalisasi pasar saham Indonesia hanya menyumbang 46,27% terhadap PDB.

Menurut Bhima, apa yang terjadi di pasar saham Indonesia, tidak langsung berdampak ke perilaku ekonomi secara riil. Sebaliknya, ketika ekonomi riil mengalami guncangan, muncul sentiment yang mempengaruhi pelaku pasar saham.

"Jadi kita reverse market influence namanya, di mana psikologis pasar modal terlambat menangkap situasi di sektor riil. Harusnya pasar modal kita sudah terkoreksi tajam sejak tahun lalu karena sektor riilnya mulai alami pelambatan," terang Bhima saat dihubungi CNBC Indonesia, Senin (17/3/2025).

Namun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa koreksi dalam IHSG telah melenyapkan kapitalisasi pasar dengan nilai yang besar. Ekonom Bank Danamon, Hosianna Situmorang memaparkan bahwa total penurunan kapitalisasi pasar mencapai Rp2.240 triliun atau setara 10,57% dari PDB Indonesia tahun 2024, serta aksi jual investor asing yang telah mencapai Rp43,39 triliun sejak IHSG mencapai all time high (ATH).

Tetapi, dampaknya terhadap konsumsi luas tetap terbatas. Karena, kata Hosianna, faktor utama yang yang mendorong daya beli masih bertumpu pada pendapatan, inflasi, suku bunga, dan harga komoditas, bukan semata-mata pergerakan pasar saham.

"Selain itu, meskipun segmen affluent yang memiliki eksposur besar di pasar saham bisa mengalami tekanan dalam pengeluaran discretionary mereka, dampaknya terhadap sektor riil tidak terlalu besar," jelasnya saat dihubungi CNBC Indonesia, Senin (17/3/2025).

Di sisi lain, Hosianna menyorot likuiditas dalam perekonomian masih cukup terjaga, tercermin dari pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan yang naik 5,3% yoy menjadi Rp8.599,4 triliun pada Januari 2025. Adanya investor ritel yang "nyangkut" di saham, menurutnya juga menunjukkan masyarakat RI masih memiliki daya beli dan lebih memilih menyimpan dana dalam bentuk tabungan atau deposit.

Senada, Bhima mengatakan para pemain saham yang "nyangkut" bakal mengurangi pembelian barang lainnya dan lebih banyak menabung.

"Segmen affluent sebagian kan kelas menengah, jadi ketika nyangkut sahamnya maka bakal mengurangi pembelian barang lainnya," jelasnya.

Piter juga memandang koreksi pasar saham RI bisa merubah pola konsumsi dan belanja para investor ritel, meskipun dampaknya minimal ke masyarakat segmen affluent yang punya banyak sumber pendapatan.

"Beda dengan investor ritel yang di kelompok menengah bawah, terutama yang sumber income-nya terganggu. mereka ini yang terdampak lebih besar oleh turunnya IHSG. Mereka bisa mengubah pola konsumsi atau belanja," terangnya.

Hosianna mengatakan musim pembagian dividen berpotensi menopang konsumsi, terutama bagi investor yang menerima distribusi keuntungan dari emiten.

"Dengan total dividen yang dibagikan emiten di Bursa Efek Indonesia mencapai Rp305 triliun pada 2023, dividen tetap menjadi sumber likuiditas tambahan yang dapat mendukung belanja, khususnya di segmen affluent," katanya.


(fsd/fsd)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Menguat Lebih Dari 2%, IHSG Sentuh Level 6.500

Next Article Menguat! Potret Bursa Saham di Hari Pertama Prabowo-Gibran

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |