Jakarta, CNBC Indonesia - Emiten jasa penunjang tambang nikel, PT Sinar Terang Mandiri bakal segera melantai di bursa pada bulan Maret ini.
Emiten dengan kode saham MINE ini akan menawarkan saham baru sebanyak 612.665.300 atau setara 15% dari total kepemilikan saham yang ditempatkan penuh.
Pada perdagangan Rabu hari ini (5/3/2025) masih berlangsung periode penawaran umum dan akan selesai besok Kamis (6/3/2025) dengan harga yang ditawarkan di Rp216 per lembar. Jadi, untuk total raihan dana dari aksi korporasi Initial Publick Offering (IPO) ini bisa mencapai Rp132,33 miliar.
Setelah melewati penawaran umum, nantinya saham MINE akan melantai di bursa secara resmi pada 10 Maret 2025 mendatang.
Adapun, untuk penjamin pelaksana emisi efek adalah Trimegah Sekuritas Indonesia.
Sepak Terjang Underwriter
JIka kita melihat ke belakang, Trimegah Sekuritas cukup terkenal menjadi underwriter (UW) yang sukses membawa IPO dengan proceed jumbo.
Terbaru pada akhir tahun lalu, ada saham dari emiten batu bara thermal, PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI) yang berhasil IPO dengan hasil tiga kali mengalami Auto Reject Atas (ARA).
Begitu juga di awal tahun ini, ada saham properti yang punya proyek unggulan di PIK 2, PT Bangun Kosambi Sukses Tbk (CBDK) setelah listing berhasil ARA lima kali.
Sebagai informasi juga, dua emiten itu tercatat menjadi saham IPO dengan proceed jumbo. Pada 2024 AADI memecahkan rekor sebagai peraih dana iPO terbesar, sementara pada tahun ini dipegang CBDK.
Kami merekap kinerja saham IPO dengan UW Trimegah ini sejak beberapa tahun terakhir :
Jika melihat dari data di atas, posisi MINE ini setara dengan PT Itsec Asia Tbk (CYBR) dan PT Mutuagung Lestari Tbk (MUTU) yang mendapatkan raihan dana IPO di level Rp100 miliar.
Waktu listing, CYBR berhasil dua kali, sementara MUTU hanya sekali saja. Di sini kami menilai ada potensi MINE ketika listing di BEI setidaknya bisa mendapatkan gairah dengan ARA 1-2 kali.
Namun, tidak menutup kemungkinan terjadi pergerakan harga saham yang lebih volatile karena market saat ini secara keseluruhan masih banyak diterpa ketidakpastian, terutama dari eksternal soal tarif trump yang memicu perang dagang sampai outflow asing.
Penggunaan Dana IPO
Beralih ke hal lainnya yang patut diperhatikan dari IPO MINE adalah penggunaan dana-nya.
Ketika perusahaan IPO maka mereka akan mendapatkan dana yang bisa digunakan untuk ekspansi atau malah untuk bayar utang supaya neraca lebih disini.
Nah, disini kami merekap penggunaan dana IPO yang diraup MINE sebagai berikut :
Membahas lebih rinci dari penggunaan dana IPO MINE di atas paling banyak digunakan untuk ekspansi bisnis.
Dari poin pertama, sebanyak 48% yang digunakan untuk belanja modal alat berat ini rencana-nya dipakai untuk mendukung produksi di PT Weda Bay Nickel (WBN) dengan rincian sebagai berikut:
Foto: Prospektus
MINE
Pembelian alat-alat berat itu tentunya akan menjadi suatu bantuan besar untuk meningkatkan produksi hasil tambang yang nantinya harapannya bisa mendongkrak pendapatan MINE, karena bisnis utamanya adalah 100% dari jasa pertambangan nikel saat ini.
Selanjutnya, 11% dari dana IPO akan digunakan untuk membeli aset tetap berupa tanah dan bangunan dari Komisaris Utama dan Pemegang Saham Pengendali Perseroan, Sinjo Jefry Sumendap.
Sebagai informasi saja, tanah dan bangunan itu merupakan kantor operasional milik perusahaan dan gudang penyimpanan untuk logistik dan suku cadang alat berat (spare parts) yang saat ini masih disewa.
Jadi, dengan pembelian dua aset tetap itu, uang dari IPO akan langsung masuk ke kantong pengendali dan sifatnya lebih ke mengubah hak milik saja. Kami menilai tujuan ini tidak terlalu menjadi add value bagi prospek profitabilitas perusahaan.
Namun, setidaknya untuk ke depan perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya sewa lagi untuk gudang penyimpanan dan bisa menambah pos aset tetap perusahaan.
Sisanya, untuk 41% dari dana IPO akan digunakan sebagai modal kerja yang mendukung aktivitas pengerjaan proyek PT Weda Bay Nickel (WBN) termasuk, namun tidak terbatas pada, pembelian bahan bakar, pembelian suku cadang alat berat (spare parts), penyewaan alat berat dan armada penunjang (supporting fleet).
Sekilas Bisnis MINE dan Profitabilitasnya
Setelah berbicara soal penggunaan dana IPO yang pada intinya digunakan paling banyak untuk ekspansi bisnisnya yang 100% penunjang tambang nikel. Menurut prospektus, mereka membagi segmen bisnis yang tercatat pada pendapatan menjadi tiga hal yaitu :
→ Jasa pertambangan (mining services), terdiri dari berbagai jasa penunjang pertambangan seperti perencanaan (mine planning), operasional tambang (mining operation, termasuk di antaranya overburden removal, ore getting, dan stockpile management), serta logistik dan transportasi pertambangan (termasuk hauling).
→ Jasa konstruksi, melakukan konstruksi pembangunan infrastruktur, seperti pembangunan jalan, termasuk jalan tambang (hauling road).
→ Jasa lain-lain, meliputi produksi paving (pavement production), pemecah batu (stone crushing), dan penyewaan (rental).
Dari tiga segmen tersebut, menurut data prospektus dari tahun ke tahun tampak ada fluktuasi. Namun, yang kelihatan mencolok adalah data per Agustus 2024 lalu bisnis jasa konstruksi dan lain-lain sama-sekali tidak ada pendapatan.
Dua segmen itu juga dua tahun terakhir juga terpantau semakin susut dan kini perusahaan hanya fokus pada bisnis mining services.
Foto: Prospektus
MINE
Dari segmen jasa pertambangan, sebagai catatan juga MNE ini punya dua pelanggan tetap selama lima tahun terakhir yaitu PT Weda Bay Nickel dan PT Hengjaya Mineralindo.
Kami lihat, PT Weda Bay Nickel yang juga masuk sebagai tujuan penggunaan IPO nantinya akan memiliki eksposur besar dalam hal proporsi pendapatan dari pelanggan.
Hal ini juga bisa menjadi tantangan karena konsentrasi pendapatan dari satu atau dua pelanggan saja karena risiko ketergantungan yang tinggi dan jika terjadi suatu hal yang tidak diharapkan dari perusahaan langganan itu, maka pembayaran bisa bermasalah.
Oleh karena itu, perusahaan juga perlu meningkatkan pelanggan agar risiko ketergantungan ini bisa diredam.
Bicara soal pertumbuhan, menggunakan data selama delapan bulan pertama 2024, MINE meraih pendapatan senilai Rp1,36 triliun. Nilai itu berhasil naik 40,8% secara tahunan (yoy) dari periode yang sama tahun sebelumnya.
Menurut manajemen, peningkatan pendapatan itu terjadi karena ada kenaikan total material movement sebesar 47,0% yoy dari 6,7 juta bank cubic meter (bcm) menjadi 9,8 juta bcm.
Berkat itu, gross profit margin (GPM) naik jadi 26% dari sebelumnya 17,3%. Alhasil, dari bottom line, MINE berhasil meraup laba senilai Rp225,17 miliar. Nilai itu terbang 278,3% dari periode Agustus 2023 sebesar Rp59,52 miliar.
Hal itu juga mengimplikasi pada Net Profit Margin (NPM) yang terkerek naik jadi 16,52% per Agustus 2024. Ini merupakan level margin laba bersih yang tertinggi sejak tahun 2021 atau sekitar empat tahun lalu.
Foto: Prospektus
MINE
Sementara itu, kalau membahas soal kesehatan keuangan, MINE bisa dibilang masih punya ketahanan cukup baik, tercermin dari current ratio di level 1,21 kali menunjukkan kemampuannya masih tangguh untuk membayar kewajiban jangka pednek.
Debt service cover ratio (DCSR) juga tinggi di 2,31 kali, yang artinya masih bisa mencukupi kewajiban saat ini lebih dari dua kali lipat.
Seberapa Murah atau Mahal MINE?
Terakhir dalam menilai MINE kami menggunakan valuasi Price to Book Value (PBV) yang didasarkan pada nilai ekuitas setelah mendapatkan dana IPO akan berada di 1,2 kali.
Dari posisi itu kami membandingkan dengan emiten penunjang tambang nikel lain seperti PT Hillcon Tbk (HILL) dan PT PP Presisi Tbk (PPRE) yang turut menjadi penunjang tambang PT Weda Bay Nickel.
Dibandingkan HILL yang dinilai PBV sebesar 4,23 kali, saham MINE bisa dibilang lebih murah, tetapi jika dibandingkan PPRE dengan PBV 0,21 kali, MINE masih jauh lebih mahal.
Namun, dengan valuasi itu kami nilai MINE masih cukup menarik karena menawarkan pertumbuhan profitabilitas yang positif, dibandingkan dua kompetitornya yang cenderung mengalami penurunan laba.
Meski begitu, MINE ini tetap punya risiko yang patut diantisipasi dari ketergantungan pelanggan. Terlebih, di kondisi harga nikel yang terus turun dan menggerus margin karena semakin mendekati cash cost akan membuat pelanggan bisa saja mengurangi produksinya untuk langkah efisiensi atau untuk menahan penurunan harga.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.(tsn/tsn)