Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengungkap fakta mengejutkan dalam kasus pengurangan volume Minyakita yang melibatkan PT Artha Eka Global Asia (AEGA). Dari temuan inspeksi mendadak (sidak) di pabrik perusahaan tersebut di Karawang Sentra Bizhub, Jawa Barat terungkap, minyak goreng yang dikemas tidak sesuai label dan bukan berasal dari kuota Domestic Market Obligation (DMO).
Dalam inspeksi tersebut, tim pengawasan menemukan PT AEGA mengemas Minyakita dengan volume lebih kecil dari takaran yang seharusnya. Dari penggerebekan di PT AEGA, pemerintah berhasil menyita 140 karton berisi 12 botol Minyakita, serta 32.284 botol kosong yang belum diisi minyak goreng.
"Kita temukan sekarang banyak botol-botol yang berukuran 800 mililiter yang rencananya akan untuk produksi Minyakita. Pada label tertulis 1 liter, tapi setelah diukur, isinya terbukti hanya 800,2 mililiter," ungkap Budi di lokasi, Kamis (13/3/2025).
Jika dilihat sekilas, botol tampak penuh, namun sebenarnya ukurannya lebih kecil dari standar. PT AEGA menggunakan botol berkapasitas 800 ml, tetapi tetap mencantumkan 1 liter pada label.
Selain mengurangi volume, PT AEGA juga diketahui menggunakan minyak non-DMO atau minyak komersial untuk dikemas sebagai Minyakita. Seharusnya, Minyakita hanya boleh menggunakan minyak yang berasal dari pasokan DMO.
"Minyak ini non-DMO, jadi bisa jadi diambil dari minyak komersial," kata Budi.
Sebagai informasi, DMO (Domestic Market Obligation) adalah kebijakan yang mewajibkan produsen minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO) untuk memasok sebagian hasil produksinya untuk kebutuhan dalam negeri sebelum diekspor. Kebijakan ini bertujuan menjaga pasokan minyak goreng dalam negeri tetap stabil dan terjangkau.
Dalam konteks Minyakita, DMO menjadi syarat bagi produsen minyak goreng untuk mendapatkan kuota ekspor. Produsen yang menerima pasokan CPO dari DMO harus menjual produknya dalam bentuk Minyakita dengan harga yang ditetapkan pemerintah, yaitu Rp15.700 per liter sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET).
Dengan cara ini, PT AEGA diduga ingin menjual lebih banyak Minyakita dan meraup untung sebanyak-banyaknya, meskipun kuota DMO sudah terpenuhi. Tindakan tersebut, kata Budi, jelas melanggar aturan.
"Mereka pakai minyak non-DMO karena ingin tetap berjualan lebih banyak, meski sebenarnya pasokan DMO sudah tercukupi," jelasnya.
Selain mengurangi volume minyak dan mengisi botol berlabe Minyakita dengan minyak non-DMO, PT AEGA juga kedapatan menjual lisensi Minyakita kepada dua perusahaan di Rajeg dan Pasar Kemis.
"Kedua perusahaan itu masing-masing membayar kompensasi Rp12 juta per bulan ke PT AEGA," kata Budi.
Kedua perusahaan ini juga telah terbukti melanggar aturan dengan mengemas Minyakita dalam botol 800 ml. Polda Banten kini telah menangani kasus tersebut dan menghentikan operasional mereka.
Kronologi Terbongkarnya Kasus Kecurangan Takaran Minyakita
Budi mengungkapkan bahwa kasus ini terungkap setelah Kementerian Perdagangan memperketat pengawasan sejak Desember 2024, terutama menjelang Natal dan Tahun Baru (Nataru) hingga persiapan Lebaran.
"Dari pengawasan itu, kami menemukan berbagai pelanggaran di 66 perusahaan. Ada yang melakukan blending, ada yang perizinannya tidak lengkap, ada yang menjual di atas HET, bahkan ada yang KBLI-nya tidak sesuai. Sanksi administrasi sudah kita berikan," jelasnya.
Pada 24 Januari 2025, Kementerian Perdagangan juga menyegel PT Navyta Nabati Indonesia (NNI) di Tangerang, yang diketahui memproduksi Minyakita dengan volume hanya 750 ml. Perusahaan itu kini telah berhenti beroperasi dan sedang dalam proses hukum di kepolisian.
Kasus PT AEGA mulai terendus pada awal Maret 2025 ketika tim pengawasan mencurigai adanya kemasan Minyakita kurang dari 1 liter. Investigasi dilakukan pada 7 Maret di gudang PT AEGA di Jalan Tole Iskandar, Depok, namun lokasi tersebut sudah tutup.
"Pada 8 Maret, Menteri Pertanian Pak Amran lakukan inspeksi di Pasar Jaya Lenteng Agung, Depok, dan ditemukan juga Minyakita ukuran 800 ml dari PT AEGA," ungkap Budi.
Setelah ditelusuri, PT AEGA ternyata baru sebulan pindah ke pabrik di Karawang. Saat tim pengawasan mendatangi lokasi tersebut, ditemukan ribuan botol kosong berukuran 800 ml yang siap digunakan untuk produksi Minyakita.
"Untungnya, sebelum sempat diproduksi lebih banyak, itu sudah ketahuan dan langsung dihentikan," tegasnya.
Polisi Turun Tangan
Kasus ini kini ditangani oleh Satgas Pangan Polri. Kepala Satgas Pangan Polri Helfy Assegaf menegaskan, pihaknya akan menindak tegas pelaku yang melakukan kecurangan dalam distribusi minyak goreng.
"Seluruh jajaran kami, dari pusat hingga tingkat polsek, terus mengawasi peredaran minyak goreng, baik Minyakita maupun minyak premium dan curah," ujar Helfy dalam kesempatan yang sama.
Helfy mengungkapkan, polisi juga telah mengamankan barang bukti dari beberapa lokasi, termasuk Purwakarta, Bogor, dan Depok. Sejauh ini, terdapat 14 laporan polisi yang masuk terkait kasus tersebut.
"Kami menjerat pelaku dengan Pasal 62 juncto Pasal 8, 9, dan 10 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Ancaman hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp2 miliar," tegasnya.
Lebih lanjut, Mendag Budi Santoso pun mengimbau masyarakat agar lebih teliti dalam membeli minyak goreng.
"Periksa dulu apakah ukurannya sesuai atau tidak. Kalau ada yang mencurigakan, segera laporkan ke kantor polisi terdekat," ujarnya.
Dengan pengawasan yang semakin ketat, Budi berjanji tidak akan membiarkan pelanggaran serupa terjadi lagi.
"Kepada pelaku usaha, jangan coba-coba melakukan hal serupa. Pemerintah akan menindak tegas pelanggaran yang merugikan masyarakat," tutup Budi.
(dce)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Kemendag Mulai Tarik Minyakita Dari Peredaran
Next Article Video: Kemendag Mulai Tarik Minyakita Dari Peredaran