Jakarta, CNBC Indonesia - Tren bursa kerja mulai bergeser. Gelar sarjana tak menjadi penentu seseorang bisa mendapat pekerjaan dengan gaji layak. Bahkan, banyak lulusan kuliah yang jadi pengangguran meski sudah mencoba melamar di banyak perusahaan.
Beberapa saat lalu, CEO Nvidia Jensen Huang mengatakan pekerjaan yang dicari di masa depan membutuhkan keterampilan fisik. Misalnya tukang ledeng dan tukang listrik untuk membangun data center yang menjadi infrastruktur penting dalam pengembangan kecerdasan buatan (AI).
Perusahaan analitik data bernama Palantir Technologies juga mengamini hal tersebut. Startup yang mendadak terkenal karena mendapat banyak kontrak di pemerintahan Trump tersebut memilih merekrut karyawan lulusan SMA.
Perusahaan itu memiliki program Beasiswa Meritokrasi buatan CEO Alex Karp dengan tawaran bekerja penuh waktu di sana. Menurut Palantir, kampus adalah sistem yang rusak dan penerimaannya menggunakan kriteria yang cacat.
Bahkan, Karp menyebutkan kampus di Amerika Serikat (AS) tidak bisa diandalkan atau diperlukan untuk melatih pekerja.
Sekitar 500 lulusan SMA mendaftar Beasiswa Meritokrasi. Beberapa orang mendaftar mengaku karena tak tertarik untuk kuliah, sementara lainnya mendaftar setelah ditolak kampus yang diinginkan, dikutip dari WSJ, Senin (3/11/2025).
Pada angkatan pertama, terdapat 22 orang penerima beasiswa. Dimulai dengan seminari empat minggu dengan banyak pembicara.
Tema yang dibawakan cukup bervariasi, dari fondasi Barat, sejarat AS, hingga studi kasus pemimpin. Program akan berakhir November ini, dan bagi yang lulus akan punya kesempatan bekerja di Palantir secara full-time.
Karena yang dihadapi adalah anak-anak lulusan SMA, program ini juga dibuat berbeda dari magang lainnya. Konselor senior yang bekerja dengan Karp dalam proyek khusus, Jordan Hirsch mengatakan punya kewajiban menyediakan sesuatu yang lebih bagi mereka.
Hirsch juga harus menghadapi anak-anak yang belum berpengalaman. Misalnya belum pernah mencatat selama seminar atau mengerjakan sesuatu di luar pelajaran sekolahnya.
Mantan editor majalah Foreign Affairs dan asisten profesor tambahan di Barnard College, Gideon Rose mengatakan pelajaran yang diberikan pada penerima beasiswa tak membahas soal perspektif ideologis atau partisan politik. Namun pada pengantar hubungan internasional.
Berikutnya penerima beasiswa juga berkesempatan pergi bersama tim yang ada di Palantir. Ini menjadi ajang uji coba, dan mereka bisa mengalami sendiri bertemu klien saat bekerja.
Minggu ketiga atau keempat, bos-bos di Palantir telah memiliki gambaran siapa saja yang bekerja baik untuk lingkungan perusahaan.
Meski begitu, bekerja cepat tanpa kuliah bukan pilihan mudah bagi penerima beasiswa. Mereka harus mendapatkan tantangan dari orang tua dan orang terdekatnya.
Salah satunya Matteo Zanini yang mengaku mendapatkan beasiswa saat menerima pemberitahuan penerimaan di Universitas Brown. Tidak ada yang menyarankan untuk ikut dalam beasiswa tersebut, sementara orang tuanya menyerahkan keputusan itu pada dirinya.
Karyawan perusahaan, Sam Feldman mengatakan mungkin ada beberapa orang yang menolak bekerja di tempatnya dan mendaftar untuk kuliah. Dia memastikan tidak ada satupun penerima beasiswa yang akan bekerja di bidang investasi dan konsultan.
"Mereka telah merasakan rasanya membangun dan memiliki agensi," ungkapnya.
(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Mark Zuckerberg Cari Ahli AI, Digaji hingga US$100 Juta

8 hours ago
1

















































