Hakim MK Sebut Permintaan Ganti Rugi Miliaran Rupiah ke DPR, Baleg, dan Presiden Tak Lazim

9 hours ago 4

loading...

Hakim MK menyatakan permintaan ganti rugi miliaran rupiah ke DPR, Baleg, dan Presiden tak lazim. FOTO/DOK.SindoNews

JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) telah selesai menggelar sidang pendahuluan berkaitan perkara Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU/3/2025). Dari 11 perkara tersebut, 1 perkara dicabut oleh pemohon dan 10 perkara bakal diperbaiki oleh pemohon.

Sidang perkara nomor 58, 66, dan 74/PUU-XXIII/2025 dipimpin Hakim Konstitusi Arief Hidayat dengan didampingi Hakim Konstitusi Anwar Usman dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih. Lalu, perkara nomor 45, 55, 69, dan 79/PUU-XXIII/2025 sidangnya dipimpin oleh Ketua Hakim Saldi Isra didampingi oleh Arsul Sani dan Ridwan Mansyur.

Sedangkan pada perkara nomor 56, 57, 68, dan 75/PUU-XXIII/2025 sidangnya dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo didampingi Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah. Para Pemohon yang mengajukan perkara itu umumnya berasal dari kalangan mahasiswa di sejumlah kampus yang ada di Indonesia.

Adapun dalam persidangan perkara pengajuan uji formil dan materil UU TNI tersebut sejatinya para hakim tersebut memberikan nasihat dan saran pada para pemohon untuk melakukan perbaikan atas berkas gugatannya tersebut. Mulai dari dalil permohonan, penyusunan berkas, pertimbangan, penjabaran materi permohonan, legal standing, hingga petitum yang diajukan.

Maka itu, hakim memberikan kesempatan untuk para mahasiswa tersebut melakukan perbaikan atas berkas perkara yang diajukannya tersebut paling lambat pada Kamis, 22 Mei 2025 mendatang atau 14 hari. Lantas, perbaikan tersebut diserahkan ke MK, baik hardcopy maupun softcopy.

Jika tidak, hakim bakal menganggap para pemohon tersebut menggunakan berkas yang awal diajukan. Dari 11 perkara tersebut, berkas perkara nomor 57 oleh para pemohon yang bernama Bilqis Aldila Firdausi, Farhan Azmy Rahmadsyah, dan Lintang Raditya Tio Richwanto dinyatakan dicabut.

Dari semua perkara itu, ada 1 perkara yang menarik, yang mana diajukan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Internasional Batam yang terdiri dari Risky Kurniawan, Albert Ola Masan Setiawan Muda, Otniel Raja Maruli Situmorang, dan Jamaluddin Lobang. Pasalnya, ada dua petitum yang diajukan mereka dalam perkaranya itu, petitum primair dan petitum alternatif.

Baca juga: Putusan MK Melarang Lembaga Pemerintah Adukan Pencemaran Nama Baik

Khusus dalam petitum alternatif, mereka meminta agar MK menyatakan UU Nomor 3 Tahun 2025 inkonstitusional dan menuntut ganti rugi pada pimpinan dan anggota DPR RI sebesar Rp50 miliar, lalu Presiden RI sebesar Rp25 miliar dan Baleg DPR sebesar Rp5 miliar, yang mana semua uang ganti rugi itu barus disetorkan ke kas negara. Bahkan, mereka juga menuntut permohonan uang paksa (dwangsom) harian jika putusan MK yang menyatakan sebagaimana petitum mereka itu tidak dilaksanakan.

Besaran dwangsom yang diminta sebesar Rp25 miliar per hari pada DPR, Rp12,5 miliar perhari pada Presiden RI, dan Rp2,5 miliar perhari pada Baleg DPR.

Menanggapi itu, Hakim Enny Nurbaningsih meminta agar para mahasiswa tersebut melakukan perbaikan tentang rumusan petitum uji formil. Permintaan tersebut dinilai tak lazim, tak sesuai hukum acara, dan bukan kewenangan MK untuk memberikan hukuman pada DPR, Baleg DPR, hingga Presiden.

"Ini kan ada yang meminta mahkamah menghukum Presiden dan Baleg dan seterusnya, itu tak lazim yang seperti itu dan tak sesuai hukum acaranya di MK dan bukan kewenangannya di MK," katanya sebagai dilihat secara daring, Jumat (9/5/2025).

(abd)

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |