- Pasar keuangan Indonesia kompak mengakhiri perdagangan di zona merah, IHSG dan rupiah melemah
- Wall Street ambruk berjamaah karena kekhawatiran mengenai resesi
- Data ekonomi AS, kekhawatiran resesi, dan perang dagang diperkirakan akan membayangi pergerakan pasar keuangan hari ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air terkoreksi pada perdagangan kemarin, Senin (10/3/2025). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) maupun rupiah sama-sama mencatatkan pelemahan. Pelemahan terjadi usai salah satu bank investasi global kembali menurunkan peringkat saham-saham RI hingga penantian data penting ekonomi Amerika Serikat (AS).
Pergerakan IHSG dan rupiah diperkirakan kembali volatile pada perdagangan hari ini mengingat masih terdapat beberapa sentimen dan data-data ekonomi yang dirilis. Selengkapnya mengenai sentimen dan proyeksi pasar hari ini dapat dibaca pada halaman tiga pada artikel ini. Dan para investor juga dapat mengintip agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini baik dalam negeri dan luar negeri pada halaman empat.
IHSG pada perdagangan kemarin, Senin (10/3/2025) melemah 0,57% di level 6.598,21. Pelemahan tersebut mematahkan penguatan IHSG dalam tiga hari beruntun pada perdagangan pekan lalu.
Sebanyak 368 saham turun, 226 saham naik, dan 210 tidak berubah. Nilai transaksi kemarin mencapai Rp 9,3 triliun yang melibatkan 18,97 miliar saham dalam 1,12 juta kali transaksi.
Mayoritas sektor perdagangan berada di zona merah dengan utilitas dan kesehatan mencatatkan kontraksi terdalam. Sementara itu, sektor teknologi, konsumer non primer dan energi bergerak di zona hijau.
Saham emiten perbankan dan sejumlah emiten grup konglomerasi tercatat menjadi penekan kinerja IHSG kemarin.
Saham Bank Mandiri (BMRI) kemarin ini turun 2,69% dan menjadi laggard utama IHSG dengan kontribusi pelemahan 12,5 indeks poin. Kemudian ada Barito Renewables Energy (BREN) dan Astra International (ASII) yang melemah masing-masing turun 8,67 dan 7,67 indeks poin.
Melengkapi lima besar pemberat IHSG kemarin ini adalah Amman Mineral Internasional (AMMN) dan Bank Rakyat Indonesia (BBRI).
Sementara itu, saham milik Otto Toto Sugiri masih menjadi penopang IHSG dari ambruk yang lebih dalam. Saham DCI Indonesia (DCII) tercatat kembali menyentuh level auto rejection atas (ARA) meski kini diperdagangkan di papan pemantauan khusus. Saham DCII tercatat naik 10% ke Rp 169.950 dengan kapitalisasi pasar tembus Rp 405 triliun.
Penurunan IHSG kemarin seiring dengan sentimen dari data-data panas serta serangan balasan China dalam perang dagang.
Usai pemerintahan Amerika Serikat (AS) memberlakukan tarif-tarif dagang baru terhadap Meksiko, Kanada dan China, kini perang dagang makin memanas setelah China mengenakan tarif untuk Kanada sebagai balasan tidak langsung terhadap Presiden AS Donald Trump.
Selain itu, bank Investasi dan pengelola aset global Goldman Sachs menurunkan peringkat dan rekomendasi atas aset keuangan di Indonesia. Penurunan ini terjadi karena perusahaan yang bermarkas di New York tersebut memperkirakan adanya peningkatan risiko fiskal atas sejumlah kebijakan dan inisiatif yang dipilih oleh Presiden Prabowo Subianto.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup melemah 0,28% di angka Rp16.335/US$ pada Senin (10/3/2025). Posisi ini berbanding terbalik dengan penutupan perdagangan akhir pekan lalu, Jumat (7/3/2025) yang menguat 0,21%.
Pelemahan yang terjadi pada rupiah didorong oleh sentiment eksternal khususnya AS.
DXY yang terkoreksi akibat pasar tenaga kerja AS melambat bulan lalu, dengan jumlah pekerjaan baru yang lebih rendah dari perkiraan menjadi sentimen positif bagi rupiah untuk dapat mengalami apresiasi setidaknya dalam jangka waktu dekat.
Indeks dolar terjun ke level 103 atau terendah sejak November 2024.
Laporan tersebut memperkuat ekspektasi bahwa The Fed akan memangkas suku bunga beberapa kali tahun ini. Berdasarkan survei CME FedWatch Tool, pasar kini menilai terjadi pemangkasan pertama kemungkinan akan dimulai pada Juni dengan total cut rate sejumlah 75 bps.
Namun demikian, Chairman The Fed, Jerome Powell mengungkapkan bahwa ia tidak terburu-buru dalam menurunkan suku bunga acuan sebelum mendapatkan kejelasan lebih lanjut mengenai dampak kebijakan pemerintahan Trump terhadap ekonomi.
Hal ini yang pada akhirnya dapat membuat DXY mengalami rebound dan rupiah sedikit tertekan.
Adapun dari pasar obligasi Indonesia, pada perdagangan Senin (10/3/2025) imbal hasil obligasi tenor 10 tahun tercatat melemah 0,04% di level 6.86% dari perdagangan sebelumnya. Imbal hasil obligasi yang melemah menandakan bahwa para pelaku pasar sedang kembali mengumpulkan surat berharga negara (SBN). Begitu pun sebaliknya, imbal hasil obligasi yang menguat menandakan bahwa para pelaku pasar sedang membuang surat berharga negara (SBN).
Pages