Jakarta, CNBC Indonesia - Kondisi di Laut China Selatan (LCS) kembali memanas. Pada Kamis, pemerintah Filipina menunjukkan bukti bagaimana kapal-kapal China menembakkan meriam air ke kapal Manila yang sedang melakukan penelitian di perairan yang disengketakan itu.
Biro Perikanan di Manila mengatakan insiden itu terjadi pada hari Rabu di dalam wilayah laut teritorial Filipina di lepas pulau Thitu, yang oleh orang Filipina disebut Pagasa, bahasa Tagalog yang berarti harapan. Mereka berada dekat salah satu dari tiga gundukan pasir yang disebut Sandy Cay.
"Gangguan agresif penjaga pantai China terjadi saat dua kapal Filipina sedang melakukan penelitian ilmiah kelautan rutin di gundukan pasir putih tandus yang terletak di antara pulau Thitu yang diduduki Filipina dan pangkalan pulau yang dibangun China yang disebut Subi Reef," ujar Departemen Pertanian dan Biro Perikanan dikutip The Independent, Jumat (23/5/2025).
Para pejabat mengatakan tim ilmiah Filipina berada di Sandy Cay untuk mengumpulkan sampel pasir dari gundukan pasir tersebut. Namun, tiba-tiba kapal China menembak meriam air dan menyerempet kapal-kapal tersebut.
"Kapal Penjaga Pantai China yang lebih besar menyerang dengan meriam air dan menyerempet salah satu kapal sebanyak dua kali, yang mengakibatkan beberapa kerusakan pada haluan kiri dan cerobong asap kapal tersebut serta membahayakan nyawa personel sipil di dalamnya," kata pejabat Filipina.
Penjaga pantai China menyalahkan Filipina atas tabrakan tersebut, dengan mengatakan kapal-kapal tersebut memasuki perairan secara ilegal tanpa izin Beijing dan mendaratkan personel di Sandy Cay. Dikatakan bahwa kapal-kapal tersebut mengabaikan peringatan dari pihak China.
"Tindakan Filipina secara serius melanggar kedaulatan teritorial China dan merusak perdamaian dan stabilitas di LCS," kata pernyataan Negeri Tirai Bambu.
LCS merupakan jalur penting untuk sebagian besar pengiriman komersial dunia dengan beberapa negara terletak di bibir lautan itu seperti Brunei, Kamboja, China, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Taiwan, Thailand, dan Vietnam. Lautan itu diyakini sebagai lautan yang kaya hasil alam, terutama migas dan ikan.
China bersikukuh mengklaim sekitar 90% dari lautan itu dalam apa yang disebut sebagai "sembilan garis putus-putus" dimana mencakup area seluas sekitar 3,5 juta kilometer persegi (1,4 juta mil persegi). Bahkan, China dilaporkan telah membangun kota seluas 800 ribu mil persegi di Kepulauan Paracel bernama Shansa.
Klaim tersebut telah menimbulkan ketegangan politik dunia akan perang terbuka yang mungkin saja terjadi karena konflik teritorial ini. Diketahui, beberapa rival Barat China seperti Amerika Serikat (AS) telah mengirimkan atau merencanakan pelayan armada perangnya ke perairan ini.
Menanggapi insiden terbaru ini, Duta Besar AS untuk Manila, MaryKay Carlson, mengatakan bahwa tindakan agresif penjaga pantai China terhadap misi sipil yang sah di dekat Sandy Cay secara sembrono membahayakan nyawa dan mengancam stabilitas regional.
"Kami mendukung sekutu Filipina kami dalam mendukung hukum internasional dan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka," kata Carlson dalam sebuah posting di X.
(tps/sef)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Filipina & AS Gelar Latihan Perang Besar di Laut China Selatan
Next Article Tetangga RI Protes Keras ke China, Buntut Kemunculan 'Monster' di LCS