Memikirkan Ulang Migrasi Aplikasi untuk Era Digital

5 days ago 7

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Dalam lanskap bisnis yang terus berubah saat ini, berbagai organisasi di Asia Pasifik dan seluruh dunia menghadapi keputusan yang sangat penting: apakah mereka harus memodernisasi aplikasi enterprise dengan melakukan migrasi dari mesin virtual ke kontainerMeskipun banyak organisasi hanya berfokus pada investasi infrastruktur sebagai solusi, tantangan sebenarnya terletak pada keselarasan strategis.

Arsitektur berbasis kontainer menawarkan keuntungan yang jelas untuk aplikasi-aplikasi baru dan beban kerja saat ini yang sesuai, namun banyak perusahaan mengalami kesulitan dalam melakukan transisi ini. Masalah utamanya berasal dari para pemimpin IT yang memandang lingkungan mereka sebagai sistem yang terfragmentasi, yakni memperlakukan pusat data lokal (on-premise), penyedia cloud, dan komputasi edgesebagai entitas terpisah bukannya ekosistem yang saling terhubung.

Keberhasilan dalam lingkungan hybrid multi-cloud membutuhkan infrastruktur yang cukup fleksibel untuk mendukung mesin virtual (VM) dan kontainersekaligus bisa mendukung kontainerisasi secara bertahap jika dianggap bermanfaat. Tujuannya bukan hanya menerapkan tools, tetapi menciptakan arsitektur yang bisa beradaptasi dengan kemampuan mengurangi kompleksitas dan memenuhi kebutuhan aplikasi-aplikasi modern.  

Membongkar Tantangan Migrasi Aplikasi

Ketika berbagai organisasi berusaha untuk menyeimbangkan keamanan dan inovasi, aplikasi dan pergerakan data tetap menjadi tantangan yang kompleks. Kompleksitas ini sangat terlihat jelas ketika sebuah perusahaan mencoba menerapkan teknologi-teknologi yang tengah berkembang seperti AI generatif (GenAI). Laporan 2025 Enterprise Cloud Index kami mengungkapkan bahwa hampir semua responden di dunia menghadapi tantangan terkait peningkatan beban kerja GenAI dari pengembangan hingga produksi, di mana integrasi infrastruktur IT muncul sebagai tantangan utama.

Pada tingkat makro, banyak pemimpin bisnis berharap migrasi aplikasi berjalan relatif mudah, meski ada sedikit ketidaknyamanan. Namun rangkaian kompleksitasnya ternyata semakin dalam. Banyak sistem lama, aplikasi-aplikasi perusahaan yang dibuat khusus, dan software pihak ketiga, yang pada dasarnya tidak didesain dengan mempertimbangkan komputasi cloud di masa depan. Sistem-sistem ini seringkali hadir dengan tingkat ketergantungan yang sangat ketat dan memiliki persyaratan infrastruktur yang spesifik agar persyaratan regulasi dan data bisa terpenuhi. Hal ini mempersulit proses migrasi aplikasi.

Kompleksitas ini muncul secara berbeda-beda untuk berbagai jenis aplikasi. Untuk aplikasi-aplikasi baru, sebuah organisasi berpeluang untuk mendesain aplikasi ini dengan mempertimbangkan prinsip cloud-native dan kontainerisasi sejak awal. Namun, aplikasi enterprise yang sudah ada, terutama yang memiliki ketergantungan atau persyaratan regulasi yang rumit, mungkin lebih baik dioperasikan dengan tetap berada di lingkungan VM mereka saat ini, karena jika memaksakan untuk migrasi ke kontainerakan memberi lebih banyak risiko daripada manfaat. 

Optimalisasi biaya adalah masalah lainnya. Penyedia layanan cloud, terutama hyperscalers, memiliki model penetapan harga yang rumit dan proyek migrasi akan selalu memunculkan biaya-biaya tersembunyi. Biaya untuk keluar masuk data di platform cloud (data egress), penyimpanan, bandwidth jaringan, dan layanan lainnya, bisa meningkat secara cepat, sehingga sulit untuk memperkirakan dan mengelola belanja cloud secara akuratAkibatnya, perusahaan-perusahaan cenderung memiliki sumber daya cloud berlebih atau tidak bisa sepenuhnya memanfaatkan sumber daya cloudmereka. Tanpa tool pemantauan cloud dan manajemen biaya yang tepat, sebuah perusahaan mungkin mengalokasikan sumber daya cloud yang lebih besar dari kebutuhan atau gagal memanfaatkan infrastruktur cloud mereka secara maksimal. Hal ini mengakibatkan terjadinya pengeluaran yang tidak perlu dan pemborosan.

Oleh karena itu, berbagai organisasi merasa bimbang ketika ingin melakukan migrasi aplikasi-aplikasi yang kompleks. Kelambanan serta kurangnya insentif untuk menuntaskan proses migrasi aplikasi perusahaan merupakan perpaduan yang kuat. Hal ini memunculkan kompleksitas teknis, tekanan biaya, dan kekakuan budaya yang lebih besar.

Jalan ke Depan: Framework IT Modular

Melalui pendekatan migrasi aplikasi dengan menggunakan framework IT modular, perusahaan-perusahaan dapat menyelaraskan sistem IT mereka dengan tujuan bisnis yang lebih luas namun tetap mempertahankan fleksibilitas untuk berbagai jenis beban kerja yang berbeda. Tujuannya strategis: memecah kompleksitas jika dirasa bermanfaat sekaligus menghindari risiko migrasi yang tidak perlu. Untuk aplikasi baru dan aplikasi yang cocok untuk dimodernisasi, hal ini berarti memanfaatkan microservices dan kontainerisasi melalui solusi Kubernetes kelas enterprise. Agar aplikasi-aplikasi lama yang stabil bisa bekerja dengan baik di VM, hal ini berarti mempertahankan infrastruktur tersebut sambil memastikan bisa berintegrasi secara mulus dengan sistem-sistem baru yang berbasis kontainer.

Arsitektur microservices mengubah aplikasi monolitik menjadi sistem yang lebih fleksibel dan scalable. Microservices memecah sebuah aplikasi menjadi layanan-layanan yang lebih kecil dan independen, yang bisa dikembangkan, digunakan, dan ditingkatkan secara terpisah. Dengan pemisahan ini tim IT dapat fokus pada masing-masing komponen tanpa mempengaruhi aplikasi secara keseluruhan, sehingga memastikan akan ada lebih sedikit gangguan serta terus bisa memenuhi kebutuhan bisnis yang terus berubah. Dengan mendesain aplikasi sebagai kumpulan layanan yang saling terkait dan tidak terikat, suatu perusahaan bisa memastikan bahwa infrastruktur IT mereka tetap fleksibel, mudah beradaptasi, dan mampu menangani kebutuhan migrasi di masa depan tanpa melakukan upaya format ulang secara signifikan.

Demikian juga, sebelum solusi-solusi yang dibuat khusus, banyak perusahaan bergantung pada penggabungan tools open source dari pihak ketiga yang tersebar untuk membuat dan mengelola kontainerisasi mereka versi sebelumnya. Hal ini membuat aplikasi-aplikasi yang terkontainerisasi secara inheren sulit untuk dikoordinasikan dalam hal update dan migrasi. Saat ini, kami memiliki solusi yang dibuat khusus untuk enterprise dengan tujuan mengkonsolidasikan semua tools open-source yang digunakan untuk membangun aplikasi-aplikasi terkontainerisasiHal ini telah menyederhanakan operasional, mobilitas aplikasi, dan tetap mengintegrasikan keamanan dan kepatuhan.

Salah satu pelanggan kami di sektor layanan keuangan, yakni sebuah lembaga layanan keuangan milik negara di Asia Tenggara yang menyediakan layanan seputar perdagangan komoditas, kredit keuangan mikro, layanan pengiriman uang, dan layanan pembayaran online, memberikan contoh dari pendekatan ini. Bank tersebut telah memindahkan lebih dari 100 aplikasi enterpriseke microservices untuk memastikan pelayanan perbankannya memenuhi lanskap IT yang terus berubah, tanpa mengganggu proses kerja dan operasional internal.

Pendekatan strategi IT yang lebih terdistribusi dan modular akan membangun aplikasi yang lebih tangguh, yang lebih mudah untuk dikelola, diterapkan, dan ditingkatkan di seluruh lingkungan hybrid cloud.

Strategi yang Sesuai untuk Masa Depan Kesuksesan Hybrid Multi-cloud

Kesuksesan di masa depan hybrid ini membutuhkan infrastruktur yang cukup fleksibel untuk mendukung berbagai paradigma, baik VM maupun kontainerseiring dengan perjalanan modernisasi organisasi. Tantangan dan peluang yang sebenarnya terletak pada penerapan strategi yang siap untuk masa depan yang mengintegrasikan migrasi aplikasi, optimalisasi infrastruktur, dan modernisasi aplikasi ke dalam pendekatan IT yang kohesif atau terpadu.

Menanamkan kemampuan kecerdasan buatan sekarang sudah menjadi hal yang biasa. Dengan demikian, kebutuhan akan fondasi yang fleksibel dan dapat diskalakan telah menjadi hal yang sangat penting sesuai ekspektasi. Beban kerja AI menuntut infrastruktur yang bisa secara efisien menangani beragam kebutuhan komputasi, mulai dari pelatihan model hingga penerapan inferensi. Platform hybrid multi-cloud menawarkan kemampuan dan fleksibilitas yang komprehensif untuk mengakomodasi hal tersebut, selain menyediakan keamanan, pemantauan, dan tata kelola yang konsisten.

Masa depan bisnis akan membutuhkan model IT yang terdistribusi. Hal ini tidak hanya akan mengatasi tantangan teknis yang mendesak, namun yang lebih penting lagi, menempatkan IT sebagai enabler yang strategis untuk kesuksesan bisnis jangka panjang. Dengan memanfaatkan toolsyang khusus dirancang untuk menjembatani kompleksitas tersebut, bisnis dapat membuka potensi penuh dari lingkungan hybrid multi-cloud dan mendapatkan kembali keunggulan kompetitif di dunia yang semakin cepat. 


(bul/bul)

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |