Liputan6.com, Jakarta - Musim haji 2025 telah tiba. Haji adalah salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap Muslim yang mampu.
Namun, banyak pertanyaan muncul mengenai apakah orang kaya yang meninggal dunia sebelum sempat menunaikan ibadah haji, meski memiliki kemampuan secara finansial, akan mendapatkan dosa.
Pertanyaan ini mengundang berbagai pendapat dari para ulama dan cendekiawan Islam. Salah satu yang memberikan penjelasan mendalam mengenai hal ini adalah KH Yahya Zainul Ma'arif, yang lebih dikenal dengan sebutan Buya Yahya.
Dalam ceramahnya yang dipublikasikan melalui kanal YouTube @nash.project, Buya Yahya membahas secara tuntas tentang hukum bagi orang kaya yang meninggal tanpa niat haji. Dalam kesempatan tersebut, Buya Yahya menjelaskan bahwa kewajiban haji tidak tergantung pada kekayaan semata, melainkan pada niat dan kemampuan seseorang. Sebuah topik yang sangat penting untuk dipahami oleh umat Muslim yang mungkin masih bingung tentang hal ini.
Buya Yahya memulai penjelasannya dengan mengingatkan bahwa haji adalah ibadah yang wajib bagi setiap Muslim yang mampu. Namun, ia menekankan, "Tidak wajib bagi Anda untuk mencari uang hanya demi naik haji. Yang wajib adalah mencari uang untuk nafkah keluarga, terutama bagi yang sudah berkeluarga," ujar Buya Yahya.
Dengan kata lain, niat haji harus muncul dari kemampuan pribadi dan kesiapan dalam menjalankan ibadah tersebut, bukan semata-mata karena status kekayaan seseorang.
Selain itu, Buya Yahya juga menyoroti bahwa seseorang yang meninggal dunia sebelum sempat menunaikan haji, meski sudah berniat untuk melakukannya, tidak akan dianggap berdosa. "Jika orang kaya sudah berniat untuk berhaji namun mati sebelum sempat melaksanakan, itu tidak berdosa karena sudah ada niatnya," tambahnya.
Dikutip Senin (28/04/2025) dari tayangan video di kanal YouTube @nash.project, dengan penjelasan ini, Buya Yahya memberikan pencerahan bahwa niat yang baik tetap dihargai dalam pandangan agama meskipun kesempatan untuk melaksanakan haji tidak terwujud.
Namun, Buya Yahya melanjutkan, ada pula kondisi di mana seseorang yang mampu haji tetapi tidak berniat sama sekali dianggap berdosa. "Jika seorang yang kaya tidak pernah berniat haji, lalu mati tanpa melaksanakannya, maka kematiannya seperti orang jahiliyah. Itu adalah dosa," jelas Buya Yahya dengan tegas.
Niat yang kuat untuk melaksanakan haji, menurutnya, adalah hal yang sangat penting meskipun tidak sempat terlaksana.
Simak Video Pilihan Ini:
Rumah Topeng dan Wayang Setia Darma Bali
Bagaimana jika Memaksakan Diri
Di sisi lain, Buya Yahya juga menyampaikan bahwa jika seseorang tidak mampu secara finansial untuk berhaji, maka tidak ada dosa yang harus dipertanggungjawabkan. "Bagi yang tidak mampu secara materi, tidak wajib untuk berhaji. Bahkan, tidak perlu memaksakan diri dengan berhutang hanya untuk melaksanakan ibadah haji," ungkap Buya Yahya.
Hal ini mengingatkan umat Muslim untuk tidak terlalu memaksakan diri dalam beribadah jika keadaan mereka tidak mendukung secara finansial.
"Memaksakan diri untuk haji dengan berhutang justru bisa menjadi masalah lain. Haji dengan utang adalah ‘haji utang’, yang bisa menambah beban hidup," jelasnya lebih lanjut. Buya Yahya menekankan bahwa ibadah harus dijalankan dengan penuh keikhlasan, bukan dengan tujuan untuk pamer atau memenuhi tuntutan sosial semata.
Dalam ceramah tersebut, Buya Yahya juga memberikan alternatif bagi umat Muslim yang belum mampu berhaji. "Jika Anda tidak mampu untuk berhaji, jangan khawatir. Salat Dhuha dan salat Jumat sudah dapat pahala setara dengan haji," ujarnya dengan penuh keyakinan.
Ini memberikan harapan bagi umat yang ingin mendapat pahala besar tanpa harus menunggu kemampuan finansial untuk melaksanakan haji.
Bagi Buya Yahya, yang lebih penting adalah menjaga niat yang ikhlas dalam beribadah, serta menjaga keseimbangan antara keinginan dan kemampuan. Beliau mengingatkan bahwa dalam Islam, tidak ada paksaan dalam beribadah. Segala sesuatu dilakukan sesuai dengan kemampuan dan niat yang baik.
Ceramah tersebut menjadi penting karena banyak umat Muslim yang merasa tertekan dengan status sosial dan tuntutan untuk melakukan ibadah haji. Tidak sedikit yang merasa malu jika belum bisa berhaji meskipun sudah memiliki kekayaan.
"Kita harus belajar bahwa ibadah itu bukan soal pamer atau mengikuti standar orang lain. Semua kembali kepada niat dan kemampuan masing-masing," tutup Buya Yahya.
Perspektif yang Luas soal Ibadah Haji
Ceramah Buya Yahya ini memberikan perspektif yang lebih luas mengenai haji, yang tidak hanya mengedepankan aspek kemampuan finansial, tetapi juga niat dan ikhlasnya hati. Dalam kehidupan yang penuh tuntutan dan tekanan sosial, ceramah seperti ini menjadi pencerahan bagi banyak orang untuk memahami ibadah dengan cara yang lebih sederhana dan bijaksana.
Buya Yahya juga mengajak umat untuk lebih fokus pada kesejahteraan spiritual dan keikhlasan dalam beribadah, tanpa terbebani oleh hal-hal duniawi. "Jangan merasa bersalah jika Anda belum bisa berhaji. Fokuslah pada ibadah yang Anda bisa lakukan dengan baik, seperti salat dan berdoa," tegas Buya Yahya.
Selain itu, Buya Yahya menambahkan bahwa kehidupan dunia ini hanyalah sementara, dan apa yang terpenting adalah niat kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik. "Haji bukanlah segalanya, yang terpenting adalah bagaimana kita menjalani kehidupan ini dengan penuh kesadaran akan kewajiban kita sebagai Muslim," ujarnya.
Sebagai penutup, Buya Yahya mengingatkan agar umat Islam selalu mengingat bahwa setiap amal baik, meski kecil, sudah sangat berarti di hadapan Allah. "Jangan remehkan amal kecil, karena itu bisa menjadi jalan menuju surga," tambahnya.
Dengan adanya penjelasan ini, umat Muslim kini dapat lebih tenang dan tidak perlu merasa tertekan dengan tuntutan untuk melaksanakan haji. Fokus pada kemampuan dan niat yang tulus, serta menjalankan ibadah lainnya dengan baik, adalah hal yang jauh lebih penting.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul