Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak dunia hanya bergerak tipis alias loyo pada Kamis (16/10/2025). Ini terjadi di tengah kekhawatiran pasar akan potensi surplus pasokan global serta meningkatnya tensi dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang berpotensi menekan permintaan energi dunia.
Mengacu pada data Refinitiv pukul 10.05 WIB, harga minyak mentah berjangka Brent (LCOc1) tercatat di level US$62,34 per barel, naik tipis dari posisi kemarin di US$61,91 per barel. Sementara harga minyak West Texas Intermediate (WTI/CLc1) bergerak di level US$58,70 per barel, juga naik dibanding US$58,27 per barel pada perdagangan sebelumnya.
Meski mengalami kenaikan tipis pagi ini, pergerakan harga masih berada di kisaran terendah dalam lima bulan terakhir. Secara keseluruhan, tren pelemahan minyak masih dominan setelah Badan Energi Internasional (IEA) dalam laporannya memperingatkan potensi kelebihan pasokan hingga 4 juta barel per hari pada 2026. Kondisi tersebut dipicu oleh peningkatan produksi dari negara-negara anggota OPEC+ dan produsen non-OPEC, sementara permintaan global cenderung stagnan.
"Pasar kini berfokus pada potensi kelebihan pasokan di tengah sinyal permintaan yang tidak menentu. Risiko geopolitik yang mereda dan meningkatnya ketegangan dagang juga menambah tekanan pada harga," ujar Emril Jamil, analis senior minyak di LSEG, dikutip dari Reuters.
Tensi dagang antara AS dan China, dua konsumen minyak terbesar dunia, kembali meningkat dalam sepekan terakhir. Kedua negara diketahui saling memberlakukan biaya tambahan di pelabuhan terhadap kapal yang mengangkut barang di antara keduanya. Langkah ini memicu kekhawatiran akan meningkatnya biaya logistik dan melemahnya arus perdagangan internasional.
"Fokus pasar tetap tertuju pada eskalasi baru dalam hubungan dagang AS-China dan risiko yang ditimbulkannya terhadap ekonomi global," kata Tony Sycamore, analis pasar dari IG.
Dalam jangka pendek, pelaku pasar memperkirakan harga minyak masih akan bergerak terbatas di kisaran US$60-63 per barel untuk Brent, menunggu sinyal baru dari kebijakan OPEC+ dan perkembangan makroekonomi global.
CNBC Indonesia
(emb/emb)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article
OPEC+ Langsung Genjot Produksi Usai Harga Minyak Mentah Naik