Profesor Monash Soroti Kekerasan Seksual di Layanan Kesehatan RI

10 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Kasus kekerasan seksual terhadap perempuan di lingkungan layanan kesehatan di Indonesia terus bermunculan dalam dua tahun terakhir.

Dalam wawancara eksklusif bersama CNBC Indonesia, Jumat (16/5/2025), Direktur Herb Feith Indonesia Engagement Centre di Monash University, Professor Sharyn Davies menyoroti berbagai faktor struktural dan kultural yang memungkinkan kekerasan tersebut terus terjadi, sekaligus menawarkan pendekatan solusi dari sudut pandang akademik dan internasional.

"Saya prihatin dengan ketimpangan kekuasaan yang begitu dalam dalam sistem layanan kesehatan, yang seringkali menyebabkan perempuan dirugikan. Di Indonesia, banyak dari masalah ini dianggap normal dan akhirnya terabaikan," kata Profesor Sharyn.

Menurutnya, meskipun telah ada langkah-langkah seperti larangan praktik seumur hidup bagi pelaku, hal itu belum cukup. "Yang dibutuhkan adalah reformasi sistemik dari akuntabilitas, kerangka hukum, hingga pelatihan sensitivitas gender bagi tenaga medis," ujarnya.

Profesor Sharyn menjelaskan, faktor struktural seperti lemahnya sistem pengaduan, tidak adanya perlindungan hukum yang kuat bagi pasien, serta budaya hirarki dalam institusi medis berperan besar dalam menciptakan ruang kekerasan.

"Secara budaya, ada kecenderungan untuk tidak menantang otoritas, adanya stigma terhadap pelapor kekerasan, dan norma yang menempatkan ketaatan di atas hak-hak pasien," jelasnya.

Untuk memastikan keamanan pasien perempuan, Profesor Sharyn menyarankan adanya mekanisme pengaduan yang jelas dan rahasia, pelatihan wajib tentang etika dan gender bagi tenaga kesehatan, serta keterlibatan lembaga pengawas independen.

Menurutnya, universitas seperti Monash bisa berperan penting dengan menyediakan riset berbasis bukti, memberi masukan kepada pemerintah, dan mendidik tenaga medis masa depan agar lebih sensitif terhadap isu gender dan hak pasien.

Beberapa negara seperti Swedia dan Kanada disebutnya memiliki kebijakan progresif yang bisa dijadikan contoh. Di Swedia, hak pasien diatur ketat, termasuk persetujuan yang diinformasikan dan akses mudah ke layanan Ombudsman. Sementara Kanada memasukkan pelatihan kekerasan berbasis gender dalam kurikulum pendidikan medis.

Profesor Sharyn pun menekankan pentingnya peran media dalam melaporkan kasus kekerasan seksual secara etis dan berdampak.

"Laporkanlah. Tapi lakukan dengan pendekatan berpusat pada penyintas. Lindungi identitas mereka, hindari sensasionalisme, dan soroti konteks sistemik, bukan hanya kasus per kasus," pungkasnya.


(haa/haa)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Efek Domino Perang Dagang ke Bisnis Parfum Lokal

Next Article Daftar 144 Penyakit yang Dijamin Kalau Berobat Pakai BPJS Kesehatan

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |