Ramadan dan Pengendalian Diri

1 week ago 7

loading...

Candra Fajri Ananda, Staf Khusus Menteri Keuangan RI. Foto/istimewa

Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI

KASUS korupsi di Indonesia terus menunjukkan tren yang mengkhawatirkan dengan sejumlah skandal besar yang terungkap dalam beberapa waktu terakhir. Pada 25 Februari 2025, Kejaksaan Agung menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan korupsi yang melibatkan PT Pertamina beserta anak perusahaannya serta kontraktor swasta.

Dugaan praktik ilegal yang berlangsung sejak 2018 hingga 2023 ini diperkirakan menyebabkan kerugian negara mencapai Rp193,7 triliun (sekitar USD11,9–12 miliar). Para tersangka, yang mencakup pejabat tinggi seperti CEO Pertamina Patra Niaga dan Pertamina International Shipping, diduga melanggar regulasi yang mengharuskan perusahaan memprioritaskan pembelian minyak mentah domestik.

Sebaliknya, mereka memilih impor dengan harga lebih tinggi, sementara biaya transportasi minyak mentah juga diduga digelembungkan hingga 13%-15% untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu. Selain itu, laporan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat bahwa sepanjang tahun 2024 terdapat 93 kasus tindak pidana korupsi dengan total 100 tersangka.

Meskipun Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2024 mengalami kenaikan menjadi 37/100 dari tahun sebelumnya yang berada di angka 34/100, Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) justru mengalami penurunan dari 3,92 pada 2023 menjadi 3,85 pada 2024.

Data ini mengindikasikan bahwa meskipun ada peningkatan persepsi terhadap pemberantasan korupsi, toleransi masyarakat terhadap praktik korupsi masih tinggi. Penurunan IPAK mencerminkan tantangan yang semakin kompleks dalam upaya memperkuat budaya antikorupsi di Indonesia.

Selain menghadapi tantangan korupsi, pemerintah Indonesia juga tengah berupaya meningkatkan efisiensi dalam pengelolaan anggaran negara. Pada 22 Januari 2025, Presiden Prabowo Subianto menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 yang mengamanatkan pemangkasan belanja negara sebesar Rp306,69 triliun.

Alhasil, kebijakan pemotongan anggaran tersebut menyebabkan terjadinya pengurangan belanja kementerian/lembaga sebesar Rp256,1 triliun dan efisiensi transfer dana ke daerah sebesar Rp50,5 triliun. Penghematan difokuskan pada pengurangan biaya perjalanan dinas, pengadaan alat tulis kantor, serta konsumsi energi di perkantoran pemerintah.

Beberapa kementerian mengalami pemangkasan signifikan, seperti Kementerian Pekerjaan Umum hingga 70% dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sebesar 52%, yang berpotensi mempengaruhi proyek infrastruktur.

Meskipun kebijakan ini bertujuan meningkatkan efektivitas pengelolaan keuangan negara, muncul kekhawatiran dari masyarakat terkait dampaknya terhadap layanan publik dan pertumbuhan ekonomi, terutama di sektor infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |