RI Krisis Kelapa Parut karena China, Pedagang Cuma Jual Barang Sisa

8 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia- Di balik aroma gurih masakan Nusantara, kelapa parut kini jadi komoditas mahal yang langka. Di pasar-pasar tradisional Jakarta, keluhan pedagang makin nyaring, soal harga yang meroket, dan juga soal mutu kelapa yang kian menurun. Di tengah kelangkaan ini, satu negara disebut sebagai "penyedot utama" pasokan kelapa Indonesia yaitu China.

Pantauan CNBC Indonesia di Pasar Rumput, Jakarta Selatan, memperlihatkan kenyataan pahit. Harga kelapa parut bertahan tinggi di kisaran Rp17.000-Rp20.000 per butir. Padahal sebelumnya hanya Rp10.000-Rp13.000Namun bukan cuma soal harga, mutu kelapa pun dianggap memburuk. Pedagang mengaku mendapatkan kelapa parut kualitas rendah alias sisa sortir ekspor ke China.

"Kelapa yang masuk ke kita sekarang sisa sortir ekspor ke China," keluh Deni, seorang pedagang. Menurutnya, kelapa berkualitas terbaik dikirim ke luar negeri, sementara pasar lokal kebagian sisa yang cepat busuk dan tak tahan lama. "Biasanya saya ambil 500 butir, sekarang cuma berani 200-300," katanya.

Lonjakan harga ini bukan kebetulan. Menteri Perdagangan Budi Santoso dan Menko Pangan Zulkifli Hasan sebelumnya sudah mewanti-wanti bahwa permintaan tinggi dari China menjadi penyebab utama menyusutnya pasokan dalam negeri. Kelapa Indonesia makin diminati untuk diolah menjadi santan dan bahan substitusi susu di pasar Asia Timur.

"Kelapa kita sekarang habis dibeli China," tegas Zulhas. Data Badan Pusat Statistik mencatat, ekspor kelapa Indonesia memang fluktuatif, tapi ekspor ke China sempat melonjak signifikan, dari US$35 ribu pada 2020 menjadi US$958 ribu di 2023, meskipun turun menjadi US$683 ribu pada 2024.

Sayangnya, kenaikan ekspor belum dibarengi strategi industrialisasi yang kuat. Indonesia masih menjual bahan mentah tanpa peningkatan nilai tambah.

Tidak seperti Vietnam, yang pada 2024 berhasil mencetak rekor ekspor kelapa senilai US$1,1 miliar, berkat perjanjian dagang khusus dengan China dan industri pengolahan yang masif. Lebih dari 600 perusahaan di Vietnam terlibat dalam ekosistem kelapa sepertiga produknya bahkan sudah tersertifikasi organik standar AS dan Eropa. Sementara itu, Indonesia masih berkutat dengan masalah standar kualitas dan absennya jalur dagang yang terintegrasi.

Dalam kondisi seperti ini, krisis kelapa bukan lagi soal cuaca atau musim panen melainkan dampak langsung dari absennya strategi perdagangan dan industri yang terencana. Jika pemerintah tak segera mengatur ulang arah ekspor, memperkuat perjanjian dagang, dan mendorong hilirisasi, maka kelapa bukan hanya jadi rebutan luar negeri tapi juga musuh baru di dapur rakyat sendiri.

CNBC Indonesia Research

(emb/wur)

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |