Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah ambruk pada hari ini, Selasa (11/3/2025) di tengah kekhawatiran investor terhadap kondisi ekonomi di Amerika Serikat (AS).
Pada Selasa pagi pukul 09.46 WIB, nilai tukar rupiah ada di posisi Rp 16.410/US$1 atau melemah 0,47% terhadap dolar AS. Nilai rupiah saat ini menjadi yang terendah dalam lima hari terakhir. Pelemahan juga menyeret mata uang Garuda kembali ke level Rp 16.400.
Sejumlah faktor menyeret rupiah hingga ke level Rp 16.400. Di antaranya adalah:
1. Kekhawatiran Trumpcession Menguat
Investor mulai khawatir dengan risiko 'Trumpcession'. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan resesi ekonomi atau penurunan ekonomi yang diperkirakan terjadi selama atau sebagai dampak dari kebijakan ekonomi yang diimplementasikan oleh Presiden AS Donald Trump.
Istilah ini adalah gabungan dari nama Trump dan kata "recession" (resesi).
Trumpcession sendiri diperkenalkan pekan lalu. Dalam pantauanCNBC Indonesia, Selasa (11/3/2025),Reuters, mulai memakainya saat menggambarkan bagaimana data Atlanta Fed, yang mencatat real time, ekonomi AS, mengisyaratkan Produk Domestik Bruto (PDB) negeri itu akan menyusut dengan kecepatan super sejak pandemi.
Para ekonom di Goldman Sachs, mengutip kebijakan Trump, telah meningkatkan peluang mereka untuk terjadinya resesi selama 12 bulan ke depan dari 15% menjadi 20%. Dan Morgan Stanley meramalkan "pertumbuhan yang lebih lambat tahun ini" daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Seperti diketahui, Trump mengerek tarif impor bagi Meksiko, China, dan Kanada. Kebijakan ini langsung dibalas oleh negara-negara tersebut sehingga perang tarif pun tak terhindarkan.
Risiko kebijakan Trump ke yang bisa membawa AS ke resesi mulai terasa ke sejumlah indikator. Kepercayaan konsumen anjlok ke 64,7 pada Februari 2025 dari angka awal 67,8, mencapai level terendah sejak November 2023.
Ekonomi AS juga hanya tumbuh sebesar 2,3% secara tahunan pada kuartal IV-2024, pertumbuhan terendah dalam tiga kuartal, turun dari 3,1% pada kuartal ketiga dan sesuai dengan perkiraan awal.
2. Outflow
Investor asing mencatat outflow sebesar Rp 843,43 miliar pada Senin (10/3/2024). Sepanjang tahun ini, asung sudah mencatat net sell US$ 1,4 miliar di pasar saham.
Outflow pada pasar saham ini juga ikut menyeret rupiah ambruk.
3. Indikator Ekonomi Asia Pasifik Memburuk
Tak hanya ekonomi AS yang mulai menunjukkan kekhawatiran, kondisi di Asia juga tak kalah buruk.
Ekonomi Jepang hanya tumbuh sebesar 0,6% secara kuartalan pada kuartal IV-2024, sedikit lebih rendah dari perkiraan awal 0,7%.
Indeks kepercayaan bisnis NAB Australia jatuh ke -1 pada Februari 2025 dari revisi naik 5 pada bulan sebelumnya. Ini adalah kali pertama NAB mencatat negatif pada tahun ini. Penurunan indeks karena memburuknya sentimen menurun di berbagai sektor, khususnya di bidang pertambangan, rekreasi, dan transportasi.
Sementara itu, China mengalami deflasi 0,7% (year on year/yoy) pada Februari 2025. Ini adalah deflasi terbesar dalam 13 bulan terakhir. Penurunan ini terutama disebabkan oleh permintaan musiman yang menurun dan konsumsen mulai hati-hati karena kekhawatiran terkait pekerjaan dan pendapatan.
Indeks Harga Produsen (PPI) juga terkontraksi 2,2% (yoy) pada Februari, menandai kontraksi bulan ke-29 berturut-turut.
(mae/mae)