Singapura Krisis Kesehatan Mental, 1 dari 4 Remaja Pernah Lukai Diri Sendiri

2 weeks ago 16

Jakarta -

CATATAN: Depresi dan munculnya keinginan bunuh diri bukanlah hal sepele. Kesehatan jiwa merupakan hal yang sama pentingnya dengan kesehatan tubuh atau fisik. Jika gejala depresi semakin parah, segeralah menghubungi dan berdiskusi dengan profesional seperti psikolog, psikiater, maupun langsung mendatangai klinik kesehatan jiwa. Layanan konsultasi kesehatan jiwa juga disediakan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia (PDSKJI) di laman resminya yaitu www.pdskji.org. Melalui laman organisasi profesi tersebut disediakan pemeriksaan secara mandiri untuk mengetahui kondisi kesehatan jiwa seseorang.

Sebuah penelitian terbaru mengungkapkan bahwa satu dari empat anak muda mengaku pernah melukai diri setidaknya satu kali dalam hidup mereka. Ini mengungkap prevalensi dan pola perilaku melukai diri sendiri tanpa bunuh diri atau self injury without suicidal intent (NSSI) di kalangan anak muda di Singapura.

NSSI biasanya mencakup melukai diri sendiri (cutting), membakar diri, memukul, atau menimbulkan bahaya fisik lainnya.

Penelitian tersebut menemukan bahwa perilaku NSSI rata-rata dilakukan oleh anak usia 14 tahun. Sementara pada pria, puncak kedua perilaku tersebut terjadi pada usia sekitar 18 tahun.

Hasil Penelitian

NSSI berulang, yang didefinisikan sebagai setidaknya lima kejadian melukai diri sendiri, dilaporkan oleh 11,6 persen responden.

Metode melukai diri sendiri yang paling umum dalam penelitian tersebut adalah cutting, yang dilakukan hampir 13,5 persen anak muda. Hal ini diikuti dengan menggaruk, memukul diri sendiri, dna membenturkan kepala mereka ke sesuatu.

Studi yang dipublikasi pada Maret itu juga mengambil data dari National Youth Mental Health Study dengan 2.600 peserta berusia 15 hingga 35 tahun. Studi nasional tersebut dilakukan oleh Institute of Mental Health (IMH).

Ketua dewan medis di IMH, Dr Swapna Verma, mengatakan bahwa NSSI bukanlah gangguan mental, melainkan perilaku yang sering kali menandakan masalah yang mendasarinya.

"Anak muda mungkin melakukan tindakan menyakiti diri sendiri sebagai cara untuk mengatasi emosi atau tekanan yang luar biasa yang tidak dapat mereka atasi dengan cara yang lebih sehat," jelas Dr Swapna dikutip dari The Straits Times.

"Bagi sebagian orang, tindakan ini memberikan kelegaan sementara dari perasaan yang kuat, seperti kesedihan, kemarahan, kecemasan, atau mati rasa. Yang lain mungkin menggunakannya untuk mengkomunikasikan tekanan," lanjutnya.

Studi tersebut menyoroti beberapa faktor risiko yang terkait dengan perilaku melukai diri.

Dilaporkan usia orang muda yang rentan melukai diri lebih tinggi adalah 15 hingga 29 tahun yang berpendidikan rendah. Hal ini juga dilakukan pada mereka yang mengalami gejala depresi dan kecemasan parah, atau sangat parah.

Perilaku NSSI juga dua kali lebih mungkin dilakukan oleh mereka yang tidak puas dengan citra tubuhnya.

"Diduga individu yang tidak puas dengan tubuhnya mengembangkan sikap acuh tak acuh dalam melindunginya, bersamaan dengan meningkatnya toleransi terhadap rasa sakit," beber Kepala peneliti senior IMH Sherilyn Chang yang terlibat dalam studi.

"Ketidakpedulian dan sikap acuh tak acuh terhadap tubuhnya tersebut memudahkan individu terlibat dalam perilaku melukai diri sendiri saat mereka menghadapi tekanan emosional yang intens."

Melihat hal ini, para peneliti dari studi tersebut menekankan pentingnya melatih orang-orang di sekolah, seperti guru dan konselor untuk mengenali dan menanggapi tanda-tanda melukai diri sendiri dengan tepat.

Mereka juga menyerukan banyak program pencegahan, seperti program untuk meningkatkan ketahanan pada anak muda atau mengajarkan strategi penanganan yang lebih sehat untuk membantu mereka mengelola emosi.

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |