Sri Mulyani Punya Dirjen Pajak Baru, Penerimaan Jadi PR Utama

7 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Tantangan soal penerimaan pajak perlu menjadi perhatian khususnya bagi Direktur Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Bimo Wijayanto yang baru saja menjadi Dirjen.

Presiden Prabowo Subianto menunjuk Bimo Wijayanto sebagai Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, menggantikan Suryo Utomo. Hal ini dibenarkan oleh Bimo Wijayanto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (20/5/2025).

Dia mengatakan Prabowo menitipkan pesan kepada dirinya. Pesan tersebut yaitu: "Memperbaiki sistem perpajakan Indonesia supaya lebih akuntabel, lebih berintegritas, lebih independen untuk mengamankan program-program nasional beliau, khususnya dari sisi penerimaan negara.

Sebagai catatan, kondisi penerimaan pajak terus mengalami kenaikan sejak 2014 hingga 2024 namun tidak dengan 2020 karena pada saat itu ada pandemi Covid-19.

Kendati demikian, pertumbuhan penerimaan pajak di Indonesia mengalami puncaknya pada 2022 yang tumbuh sebesar 34,27% yakni dari Rp1.278 triliun menjadi Rp1.716 triliun. Kemudian pertumbuhan penerimaan pajak mengalami pelandaian pada 2023 dan 2024 yang masing-masing sebesar 8,87% dan 3,38%.

Penerimaan pajak sempat mengalami penurunan dalam tiga bulan pertama tahun ini dibandingkan tahun lalu.

Setoran pajak secara neto per akhir Maret 2025 senilai Rp 322,6 triliun. Dalam tiga bulan pada tahun ini, penerimaan pajak baru terkumpul 14,7% dari target APBN 2025 Rp 2.189,3 triliun. Sementara penerimaan pajak pada tiga bulan pertama tahun lalu senilai Rp 393,91 triliun atau sudah terealisasi 19,81% dari target Rp 1.988,88 triliun.

Lebih lanjut, Ketua Komisi XI DPR RI, Misbakhun, menyampaikan bahwa penerimaan pajak terus menurun.

Sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat Komisi XI DPR dengan Direktorat Jenderal Pajak, Misbakhun mengungkapkan penerimaan pajak hanya mencapai Rp 451,1 triliun selama Januari hingga April 2025.

Angka tersebut turun 27,73% jika dibandingkan dengan realisasi periode yang sama tahun lalu yakni Rp 624,2 triliun.

Kendati demikian, Wakil Menteri Keuangan, Anggito Abimanyu mengklaim penerimaan pajak pemerintah tetap tumbuh positif pada April 2025.

"Harusnya bulan April, May ini, kalau saya lihat penerimaan pajak kita sudah mulai naik, Maret backup, Februari backup, itu menunjukkan bahwa sektor riil kita sudah mulai back up juga," ujar Anggito dikutip Kamis (15/5/2025).

Tantangan DJP Ke Depan

Salah satu tantangan utama adalah memperluas basis pajak melalui berbagai strategi, seperti peningkatan pengawasan kepatuhan pajak, pemanfaatan teknologi perpajakan, serta optimalisasi penerimaan dari sektor ekonomi digital dan informal. Selain itu, tingkat kepatuhan wajib pajak masih menjadi perhatian, mengingat masih ada individu maupun perusahaan yang belum melaporkan pajaknya secara tepat atau memanfaatkan celah hukum untuk menghindari kewajiban pajak.

Pemerintah juga terus berupaya menerapkan sistem perpajakan digital Coretax, yang dirancang untuk menyederhanakan administrasi dan meningkatkan efisiensi dalam pengawasan perpajakan. Implementasi sistem ini diharapkan dapat meningkatkan akurasi pelaporan pajak sekaligus mengurangi praktik penghindaran pajak. Namun, efektivitasnya sangat bergantung pada kesiapan infrastruktur serta edukasi bagi wajib pajak agar dapat memanfaatkan sistem ini secara optimal.

Di tingkat global, harmonisasi kebijakan perpajakan internasional menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia dalam meningkatkan daya saing ekonomi dan mempertahankan rasio pajak yang sehat. Indonesia perlu menyesuaikan kebijakan perpajakannya dengan standar global agar tetap kompetitif dalam menarik investasi dan menghindari kehilangan potensi penerimaan dari perusahaan multinasional. Selain itu, kebijakan pemberian insentif pajak yang lebih terarah menjadi strategi yang dapat membantu mendorong investasi sekaligus menjaga keseimbangan penerimaan negara.

Untuk diketahui, rasio pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) paling tinggi pernah terjadi pada 2008 yang mencapai 13,5%.

Sementara itu, tax ratio Indonesia stagnan di kisaran 10% dari PDB beberapa tahun terakhir dengan kecenderungan menurun.

Pada 2018, angkanya 10,24%, lalu saat merebaknya Pandemi Covid-19 atau pada 2020 sempat anjlok ke level 8,33%, namun baru ke posisi 10,38% pada 2022. Meski pada 2023 hanya menjadi 10,31% dan turun lagi pada 2024 menjadi 10,08%.

Tax ratio menjadi indikator penting untuk mengukur sejauh mana suatu negara mampu mengumpulkan pajak dibandingkan dengan total produksi ekonominya.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |