Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali menyerukan upaya denuklirisasi global. Dia mengungkapkan keinginannya agar negara-negara dengan kekuatan nuklir dapat menyingkirkan persenjataan tersebut demi keamanan dunia.
"Akan sangat baik jika semua negara menyingkirkan senjata nuklir mereka. Saya tahu Rusia dan kami memiliki jumlah paling banyak sejauh ini," ujar Trump, dilansir dari Newsweek, Jumat (7/3/2025).
"China akan memiliki jumlah yang setara dalam 4-5 tahun ke depan. Akan luar biasa jika kita semua bisa melakukan denuklirisasi karena kekuatan senjata nuklir benar-benar gila."
Pernyataan Trump muncul di tengah situasi yang memanas antara tiga negara dengan kekuatan nuklir terbesar di dunia: Amerika Serikat, Rusia, dan China. Ketiga negara tersebut terus memperbarui dan memperluas kemampuan nuklir mereka, meningkatkan kekhawatiran akan potensi perlombaan senjata baru.
Bukan pertama kalinya Trump mengangkat isu ini. Pada Februari lalu, saat berbicara di Ruang Oval, Gedung Putih, ia mengkritik besarnya anggaran yang dialokasikan untuk memperbarui sistem pertahanan nuklir Amerika Serikat.
"Tidak ada alasan bagi kita untuk membangun senjata nuklir yang benar-benar baru-kita sudah memiliki begitu banyak," katanya. "Anda bisa menghancurkan dunia 50 kali, 100 kali lipat. Namun, kita masih membangun senjata nuklir baru, dan mereka juga membangun senjata nuklir."
Kebijakan Pertahanan AS
Pernyataan Trump ini sejalan dengan strategi yang lebih luas untuk mengurangi pengeluaran pertahanan AS dan mengalihkan anggaran ke dalam negeri. Ia mengusulkan negosiasi dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden China Xi Jinping untuk memangkas anggaran militer secara signifikan.
"Salah satu pertemuan pertama yang ingin saya lakukan adalah dengan Presiden Xi dari China dan Presiden Putin dari Rusia. Saya ingin mengatakan, 'mari kita kurangi anggaran militer kita hingga setengahnya.' Kita bisa melakukannya. Dan saya pikir kita akan bisa melakukannya," kata Trump pada Februari lalu.
Seruan untuk pembicaraan kontrol senjata ini mengingatkan pada upaya sebelumnya untuk memasukkan China dalam perjanjian nuklir, sebuah tujuan yang tidak dapat dicapai Trump selama masa jabatan pertamanya ketika AS dan Rusia memperpanjang perjanjian New START.
China selama ini menolak diskusi tersebut dengan alasan bahwa Washington dan Moskow harus terlebih dahulu mengurangi persenjataan mereka sebelum meminta Beijing untuk melakukan hal yang sama.
Meskipun AS dan Rusia telah lama memiliki cadangan senjata nuklir besar sejak era Perang Dingin, Trump memperingatkan bahwa China akan segera menyusul dalam kemampuan mereka untuk menghancurkan dunia dengan senjata nuklir dalam "lima atau enam tahun ke depan."
Namun, meskipun Trump menginginkan dimulainya kembali upaya denuklirisasi, banyak pakar yang skeptis terhadap kemungkinan keberhasilannya. Menurut Bulletin of the Atomic Scientists, AS saat ini menghabiskan sekitar US$75 miliar per tahun untuk program modernisasi nuklir, dengan total perkiraan biaya mencapai US$1,7 triliun dalam 30 tahun mendatang.
Lucas Ruiz, seorang peneliti di Stimson Center, sebuah lembaga think tank di Washington yang berfokus pada isu keamanan, dalam sebuah blognya menulis: "Dorongan modernisasi saat ini didorong oleh mentalitas superioritas nuklir yang berbahaya, yang mempercepat perlombaan senjata nuklir baru dan meningkatkan kemungkinan konfrontasi antar negara berkekuatan nuklir."
Alistair Burnett, kepala media untuk Kampanye Internasional untuk Penghapusan Senjata Nuklir (ICAN), mengatakan Trump memiliki rekam jejak panjang dalam membahas senjata nuklir dan ancaman yang ditimbulkannya bagi umat manusia.
"Dia beberapa kali mengangkat isu ini selama kampanye pemilihannya tahun lalu, dan beberapa kali sejak menjadi presiden, ia menyatakan keinginannya untuk berbicara dengan Rusia dan China tentang denuklirisasi," katanya kepada Newsweek.
(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:
Video: 'Kopdar' Via Telepon, Xi Jinping Puji Putin Sahabat Sejati
Next Article Pilpres AS Trump Vs Harris, Ini 'Pilihan' Putin-Xi Jinping-Netanyahu