loading...
Analis intelijen, pertahanan, dan keamanan, Ngasiman Djoyonegoro mengatakan, asas Dominus Litis dalam Revisi KUHAP dapat menimbulkan ketidakseimbangan implementasi fungsi kepolisian. Foto/Dok. SindoNews
JAKARTA - Asas Dominus Litis dalam Revisi KUHAP tengah menjadi sorotan karena secara mendasar mengubah sistem penegakan hukum yang berlaku di Indonesia. Hal itu juga dapat menimbulkan ketidakseimbangan implementasi fungsi kepolisian .
Analis intelijen, pertahanan, dan keamanan, Ngasiman Djoyonegoro mengatakan, saat ini sistem penegakan hukum di Indonesia menganut asas diferensiasi fungsional. Di mana para aktor-aktor penegak hukum memiliki kemandirian masing-masing dan berposisi setara.
Penyidikan dan penyelidikan ada di kepolisian, penuntut umum di kejaksaan , dan persidangan ada pengadilan. “Semua lembaga itu menjalankan fungsinya masing-masing secara setara, tidak ada yang lebih tinggi,” kata Simon, panggilan akrabnya, Kamis (6/3/2025).
Simon berpendapat asas dominus litis dalam RKUHAP memberikan kewenangan kepada kejaksaan untuk menentukan apakah suatu perkara pidana bisa ke pengadilan atau tidak. Kewenangan penuh Kejaksaan dalam menentukan kelanjutan suatu perkara ini berpotensi merusak sistem penegakan hukum yang sudah ada.
Dalam analisis Simon, asas dominus litis yang memberikan kewenangan penuh kepada kejaksaan dalam menentukan kelanjutan suatu perkara berpotensi merusak sistem penegakan hukum selama ini. “Kita sudah melaksanakan sistem yang menganut asas diferensiasi fungsional sejak KUHAP pertama kali disahkan pada 1981, artinya sudah 44 tahun kita menganut sistem ini sehingga mengakar dalam sistem tata hukum kita,” jelasnya.
Dalam implementasi kebijakan, memanglah ada sesuatu kelemahan dan kendala ketika dilaksanakan di lapangan. Namun bukan berarti hal demikian mengubah sistem secara mendasar sehingga mengganggu pelaksanaan penegakan hukum yang sudah dan sedang berlangsung.
Dalam kesetaraan antara lembaga-lembaga penegakan hukum, yang utama yang perlu dilihat adalah akuntabilitas proses penegakan hukum itu sendiri. “Lebih baik, kita memperbaiki aspek-aspek penegakan hukum yang meningkatkan akuntabilitas penegakan hukum, baik di kepolisian, kejaksaan, pengadilan maupun profesi pengacara,” ujarnya.
Simon juga menyoroti tugas utama kepolisian selain penegakan hukum, yaitu menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Bagaimana Kepolisian dapat berwibawa dan berpengaruh di tengah masyarakat salah satunya adalah adanya kewenangan untuk penyidikan dan penyelidikan yang melekat di kepolisian.
“Pemberlakuan asas dominus litis dalam RKUHP yang memindahkan fungsi penyidikan dan penyelidikan oleh kepolisian kepada kejaksaan menempatkan kepolisian hanya sebagai alat pengamanan dan ketertiban masyarakat semata,” jelasnya.
Sementara itu, penindakan pelaku kejahatan di lapangan memerlukan peran kepolisian. Risiko kejaksaan muncul ketika terjadi tindakan kriminal berat, bagaimana menyelesaikannya sementara personel Kejaksaan lebih terbatas jika dibandingkan dengan Polri. “Kalau kepolisian kan memang fungsinya untuk penegakan hukum, keamanan dan ketertiban masyarakat. Jadi lebih sederhana,” imbuhnya.
Dalam konteks penegakan hukum saat ini aspek yang perlu ditingkatkan adalah akuntabilitas dan pengawasan publik terhadap penegak hukum, baik kepada Kepolisian, Kejaksaan maupun Pengadilan. “Kinerja kelembagaan yang akuntabel dan transparan saya kira itu yang harus difokuskan dalam KUHAP supaya asas keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan hukum dapat dirasakan oleh masyarakat luas guna mendukung visi Asta Cita untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045,” terangnya.
(poe)