Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar saham Amerika Serikat (AS) kehilangan triliunan dolar AS dalam kurun waktu tiga minggu. Hal ini juga diikuti dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang kehilangan ratusan triliun dalam waktu singkat.
Dilansir dari CNBC International, penurunan cepat sebesar 10% dari rekor tertinggi ke wilayah koreksi pada indeks S&P 500 telah menghapus triliunan dolar dari nilai pasar.
Menurut data FactSet, nilai pasar S&P 500 pada puncaknya pada 19 Februari mencapai US$52,06 triliun. Namun, dengan penurunan pada Kamis, nilai pasar indeks tersebut turun menjadi US$46,78 triliun.
Hal ini berarti total kerugian mencapai sekitar US$5,28 triliun dalam waktu kurang lebih tiga minggu atau sekitar Rp86.328 triliun.
Foto: S&P 500 Index
Sumber: CNBC International
Penurunan dari S&P 500 ini terjadi di tengah bayang-bayang perang dagang yang semakin memanas di bawah pemerintahan Presiden AS, Donald Trump dengan beberapa mitra dagang utama AS.
Berita tentang tarif sering kali memengaruhi pergerakan pasar. Selain itu, tanda-tanda perlambatan pertumbuhan ekonomi semakin terlihat, dengan survei sentimen konsumen yang lemah serta prospek bisnis yang lesu dari peritel besar seperti Walmart.
"Interaksi kami dengan klien menunjukkan bahwa suasana mulai berubah. Meskipun banyak yang menganggap pembicaraan tentang resesi masih terlalu dini, kekhawatiran terhadap kebijakan yang tidak menentu dari pemerintahan baru semakin meningkat, dengan 'pajak ketidakpastian' yang membebani ekspektasi pertumbuhan," ujar ahli strategi Barclays, Emmanuel Cau, dalam sebuah catatan kepada kliennya.
Faktor lain yang turut berkontribusi terhadap penurunan ini adalah pelemahan saham-saham berbasis pertumbuhan yang terkait dengan kecerdasan buatan (AI). Sejak 19 Februari, saham Nvidia telah turun 17%, sementara ETF Roundhill Magnificent Seven (MAGS) mengalami penurunan sebesar 16%.
Kenaikan pesat saham-saham terkait AI sebelum koreksi telah menimbulkan kekhawatiran bahwa pasar saham terlalu mahal, dengan beberapa perusahaan sempat memiliki kapitalisasi pasar di atas US$3 triliun. Meskipun telah mengalami koreksi, indeks S&P 500 masih diperdagangkan pada rasio harga terhadap laba (P/E ratio) sebesar 24,1 kali laba 12 bulan terakhir, menurut FactSet-jauh di atas rata-rata jangka panjangnya.
IHSG "Kehilangan" Rp466 Triliun
Dan tidak hanya S&P 500, IHSG juga terkoreksi dari kapitalisasi pasar Rp11.730 triliun pada 19 Februari 2025 menjadi Rp11.264 triliun pada 14 Maret 2025 atau turun sekitar Rp466 triliun dalam tiga pekan terakhir.
Pada penutupan perdagangan kemarin (14/3/2025), anjloknya IHSG juga terjadi setelah pemerintah mengumumkan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga akhir Februari 2025 tercatat defisit Rp31,2 triliun atau 0,13% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit per Februari ini adalah yang pertama dalam empat tahun terakhir.
Pendapatan negara hingga akhir Februari 2025 mencapai Rp316,9 triliun. Komponen terbesar adalah pajak yang mencapai Rp187,8 triliun dan bea cukai Rp52,6 triliun.
Sementara itu, belanja negara dalam dua bulan pertama adalah Rp348,1 triliun atau 9,6% dari target APBN. Pemerintah pusat menghabiskan Rp211,5 triliun dan transfer daerah Rp136,6 triliun.
Defisit APBN per Februari tahun ini berbanding terbalik dengan tiga tahun sebelumnya di mana pada periode tersebut masih mencatat surplus.
Hal ini menunjukkan besarnya ketergantungan Indonesia terhadap harga komoditas. Sebagai catatan, Indonesia mendapatkan berkah lonjakan harga komofditas sejak 2022 atau setelah meletusnya perang Rusia-Ukraina.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)