Harga Emas Akhirnya Tembus US$3.000, Level Tertinggi Sepanjang Sejarah

4 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas sempat membuat rekor tertinggi sepanjang sejarah pada sore hari kemarin meskipun pada akhirnya ditutup terkoreksi.

Dilansir dari Refinitiv, harga emas dunia mengalami penurunan pada penutupan perdagangan kemarin (14/3/2025) 0,11% di angka US$2.984/troy ons. Kendati melemah, pada sore hari kemarin, harga emas dunia sempat menyentuh level tertinggi sepanjang masa yakni US$3.000/troy ons.

Sementara secara mingguan, harga emas masih menguat 2,53% dari US$2.910/troy ons pada 7 Maret 2025.

Dilansir dari kitco.com, pasar emas telah mengalami perjalanan yang menarik setelah melewati tonggak sejarah lainnya. Harga emas mencapai rekor tertinggi baru sebesar US$3.005,04 per ons pada sore hari kemarin waktu Indonesia.

Sentimen bullish terus meningkat seiring dengan jatuhnya level harga utama satu demi satu. Harga emas tidak pernah mundur setelah menembus resistensi awal di US$2.700, dan level US$2.800 terbukti hanya menjadi hambatan kecil dalam reli ini. Banyak analis melihat empat minggu terakhir konsolidasi sebagai momen pasar sekadar mengambil napas sebelum lonjakan terbaru ini.

Apa yang membuat pergerakan emas ke US$3.000 per ons semakin menarik adalah bahwa ini hanyalah satu level dalam reli yang diperkirakan akan jauh lebih besar oleh para analis. Dalam beberapa minggu terakhir, beberapa analis telah menyatakan bahwa emas berpotensi mencapai rekor tertinggi yang disesuaikan dengan inflasi, seperti yang terjadi pada Januari 1980.

Pada hari Kamis, analis komoditas di Macquarie menaikkan perkiraan harga emas mereka menjadi US$3.500 per ons pada kuartal ketiga tahun ini. Para analis merevisi perkiraan mereka karena target awal US$3.000 sebenarnya merupakan proyeksi pertengahan tahun.

Minggu lalu, Bart Melek, Kepala Strategi Komoditas di TD Securities, mengatakan bahwa ia melihat setiap penurunan harga sebagai peluang beli, dengan ekspektasi bahwa emas akan menetapkan kisaran perdagangan baru di atas US$3.000 per ons tahun ini.

Salah satu alasan utama mengapa analis tetap optimis terhadap emas, bahkan pada level tinggi saat ini, adalah karena pergerakan harga ini bukan hanya didorong oleh momentum teknis. Belum ada fenomena FOMO (fear of missing out/takut ketinggalan) yang signifikan di pasar emas, investor baru saja mulai masuk ke pasar.

Dana yang diperdagangkan di bursa (ETF) berbasis emas di Amerika Utara mencatat arus masuk bulanan terbesar sejak Juli 2020. Namun, kepemilikan emas ETF masih sekitar 20% di bawah puncaknya pada 2020, ketika harga emas US$1.000 lebih rendah dari sekarang.

Dalam wawancara dengan Kitco News, George Milling-Stanley, Kepala Strategi Emas di State Street Global Advisors, mengatakan bahwa meningkatnya ketidakpastian ekonomi dan kekacauan geopolitik mendorong investor untuk beralih ke emas sebagai aset lindung nilai terhadap inflasi dan tempat berlindung yang aman.

Beberapa analis mencatat bahwa rotasi penuh ke emas bahkan belum dimulai, karena pasar ekuitas masih berada dalam wilayah koreksi.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev)

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |