Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara kembali mengalami kenaikan pada penutupan perdagangan kemarin di tengah sentimen gasifikasi batu bara di Indonesia siap digenjot dengan investasi yang besar. Meningkatnya permintaan batu kokas India juga membuat harga batu bara menguat.
Dilansir dari Refinitiv, harga batu bara pada 4 Maret 2025 tercatat sebesar US$103,6/ton atau naik 0,63% apabila dibandingkan penutupan perdagangan 3 Maret 2025 yang sebesar US$102,95/ton.
Kenaikan harga batu bara terjadi di tengah momentum dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia perihal 21 proyek hilirisasi yang akan dipercepat, proyek gasifikasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME) adalah yang terbesar. Adapun, nilai investasi dari proyek ini diperkirakan mencapai US$11 miliar atau sekitar Rp 180 triliun (asumsi kurs Rp 16.450 per US$).
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Tri Winarno memastikan, pendanaan proyek DME akan berasal dari Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara). Sementara itu, pelaksana proyek masih dalam tahap pembahasan dan berpotensi melibatkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Nanti pelaksananya bisa BUMN atau yang lain, sampai ke tataran pelaksana masih dalam pembahasan," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menggelar rapat terbatas mengenai hilirisasi, Senin (3/3/2025) malam. Dalam rapat itu dibahas mengenai beberapa proyek hilirisasi yang akan dijalankan pemerintah.
"Kami telah memutuskan tahap pertama hilirisasi yang ditargetkan kurang lebih sekitar US$618 miliar di 2025. Yang tadi kami paparkan kurang lebih 21 proyek pada tahap pertama yang total investasinya kurang lebih sekitar US$ 40 miliar," kata Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, usai rapat.
Bahlil menyampaikan bahwa akan membangun DME berbahan baku dari batubara low kalori, sebagai substitusi daripada LPG. Hal ini dilakukan agar betul-betul produknya bisa dipasarkan dalam negeri sebagai substitusi impor.
India Butuh Batu Bara Kokas dalam Jumlah Besar
Industri baja India menghadapi tantangan seiring dengan meningkatnya permintaan untuk batubara kokas di tengah masalah pasokan. Produsen baja India telah memenuhi target Kementerian Baja untuk memproduksi 144 juta musim fiskal 2023/ 2024. Kementerian tersebut juga telah menetapkan target kapasitas untuk mencapai 300 juta ton pada 2030.
Namun, untuk mencapai hal tersebut, produsen baja India akan membutuhkan sekitar 220 juta ton batubara kokas setiap tahun. Kebutuhan tersebut sulit terpenuhi karena minimnya stok domestik.
Sekitar 60% dari impor batubara kokas India berasal dari Australia tetapi persentase tersebut secara bertahap menurun selama lima tahun terakhir, dengan produsen baja India semakin beralih ke Rusia dan AS untuk pasokan batubara kokas.
Permintaan yang meningkat untuk batubara kokas semakin mempengaruhi pasokan domestik yang terbatas. Untuk mengatasi masalah ini, India mengandalkan impor batubara kokas dari Australia, yang kini menjadi penyedia utama batubara kokas berkualitas tinggi. Meningkatnya impor met coke juga menunjukkan bahwa India sedang berusaha untuk mengimbangi kekurangan pasokan lokal.
Selain itu, strategi pencampuran batubara domestik dengan batubara impor berkualitas tinggi menjadi pilihan untuk memastikan kelangsungan produksi baja yang efisien. Dengan perkembangan ini, sektor baja India harus beradaptasi dengan tantangan pasokan untuk memenuhi permintaan yang terus berkembang.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)