Jakarta, CNN Indonesia --
Sejumlah daerah di Indonesia pada Maret hingga April 2025 diprediksi akan mengalami puncak panen komoditas pangan, terutama beras dan jagung. Momentum ini menjadi peluang emas bagi Perum Bulog untuk menyerap hasil panen dengan harga yang menguntungkan petani.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan, langkah ini diharapkan dapat memastikan ketersediaan cadangan pangan nasional tanpa perlu bergantung pada impor.
Dia menegaskan pentingnya keterlibatan berbagai pihak dalam menyerap hasil panen petani. Selain Bulog, koperasi juga diharapkan turut berperan aktif dalam menjaga ketahanan pangan nasional sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu jugalah menjadi salah satu pentingnya, selain Bulog, kekuatan lain yang diharapkan Bapak Presiden untuk bisa menyerap adalah koperasi," ujar Tito saat memimpin Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah yang dirangkaikan dengan Pembahasan Antisipasi Cuaca Ekstrem Periode Idulfitri 1446 Hijriah di Gedung Sasana Bhakti Praja (SBP) Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Senin (10/3).
Tito menjelaskan, selaimn Bulog, Presiden Prabowo Subianto juga berharap koperasi merah putih yang direncanakan dibangun di setiap desa bakal mampu menyerap produksi hasil panen para petani. Dengan begitu cadangan pangan tersebut dapat disimpan sehingga bisa dimanfaatkan pada musim kemarau mendatang.
Karena itu, Mendagri mengajak para kepala daerah untuk membantu menyosialisasikan kebijakan tersebut kepada pemerintah desa. Dengan adanya koperasi merah putih, hasil panen yang selama ini belum terserap maksimal akan dapat dioptimalkan oleh koperasi.
Tak hanya itu, Tito menyoroti risiko jika hasil panen tidak terserap oleh Bulog atau koperasi. Jika itu terjadi, maka dikhawatirkan produksi pangan akan lebih banyak diserap oleh tengkulak dan perantara yang dapat mempengaruhi harga pasar dan berisiko merugikan petani.
Dalam rapat tersebut, Tito juga menjelaskan, saat ini Indonesia mengalami deflasi secara year on year (YoY) sebesar 0,09. Kendati demikian, dari sisi komoditas makanan, minuman, dan tembakau, angkanya mengalami inflasi sebesar 2,25 persen.
Menurutnya, dengan angka tersebut, para petani, nelayan, hingga pabrik dinilai tidak terdampak terlalu dalam. Hal ini karena harga-harga pada komoditas tersebut masih mengalami kenaikan.
Sedangkan dari sisi komoditas yang harganya diatur pemerintah (administered price) terjadi deflasi sebesar 12,08 persen. Hal ini terjadi lantaran adanya kebijakan pemerintah yang memberikan diskon 50 persen bagi pengguna listrik.
"Ini artinya deflasi yang katakanlah cukup baik. Karena daya beli masyarakat ada, makanan minuman tembakau masih naik, tapi suplai mencukupi. Ditambah dengan subsidi pemerintah kepada pengguna listrik 2.200 watt [sebesar] 50 persen," pungkasnya.
(ory/ory)