Neraca Dagang Lanjut Surplus 58 Bulan Beruntun? Kok Bisa?

2 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Neraca perdagangan diproyeksikan masih berada di zona surplus periode Februari 2025. Surplus kali ini diperkirakan akan lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya.

Sebagai catatan, Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data neraca perdagangan Indonesia periode Februari 2025 pada Senin (17/3/2025).

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 11 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Februari 2025 akan mencapai US$2,08 miliar dengan median ekspor sebesar 6,81% year on year/yoy dan impor sebesar 1,2% yoy.

Surplus tersebut lebih rendah dibandingkan Januari 2025 yang mencapai US$3,45 miliar. Jika neraca perdagangan kembali mencetak surplus maka Indonesia sudah membukukan surplus selama 58 bulan beruntun sejak Mei 2020.

Bank Mandiri melaporkan ke CNBC Indonesia Research bahwa neraca perdagangan diperkirakan mencatat surplus sebesar US$1,85 miliar pada Feb-25 dari US$3,45 miliar pada Jan-25, sejalan dengan moderasi ekspor akibat penurunan harga dan volume ekspor batu bara.

Dilansir dari Refinitiv, harga rata-rata batu bara pada Februari 2025 tercatat sebesar US$106,94/ton atau lebih rendah dibandingkan rata-rata batu bara pada Januari 2025 yang sebesar US$118,6/ton.

Lebih lanjut, Bank Mandiri memperkirakan surplus jauh lebih rendah dibandingkan periode Januari 2025 mengingat impor diperkirakan tumbuh 2,6% (yoy) atau 5,1% (mom), sejalan dengan membaiknya kinerja PMI manufaktur Indonesia yang mendorong peningkatan impor bahan baku.

PMI manufaktur meningkat ke level 53,6 pada Feb-25, didorong oleh peningkatan aktivitas produksi dan permintaan domestik. Perusahaan meningkatkan aktivitas pembelian bahan baku mereka ke tingkat tercepat sejak Mei tahun lalu.

Hal ini juga dipertegas oleh Ekonom Senior KB Valbury Sekuritas, Fikri C. Permana, yang memperkirakan ekspor tumbuh cukup rendah yakni 4,26% yoy dengan perkiraan surplus neraca perdagangan sebesar US$2,08 miliar.

Fikri mengatakan adanya periode Lebaran serta turunnya harga barang ekspor Indonesia menjadi alasan dibalik rendahnya surplus neraca perdagangan kali ini.

Ia juga memaparkan ada kecenderungan kenaikan impor bulanan untuk minyak dan barang konsumsi.

Namun agak sedikit berbeda dengan analisis Bank Danamon yang memperkirakan surplus Februari masih cukup tinggi meskipun sedikit lebih rendah dibandingkan Januari.

Hal menarik dapat terlihat dari proyeksi impor Bank Danamon yang diperkirakan turun -3,2% yoy, seiring dengan efisiensi anggaran pemerintah, pemangkasan beberapa proyek infrastruktur, dan penurunan harga minyak global. Perubahan struktur ekspor dan impor ini mencerminkan ketahanan perdagangan Indonesia di tengah dinamika global yang terus berkembang.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |