CNN Indonesia
Rabu, 12 Mar 2025 18:02 WIB

Jakarta, CNN Indonesia --
Ketua DPP PDIP Deddy Yevri Sitorus menyebut sempat ada utusan yang menemui partai sehari sebelum PDIP memutuskan untuk memecat Joko Widodo (Jokowi) sebagai kader.
Deddy menuturkan utusan tersebut meminta agar PDIP tidak memecat Jokowi, sementara Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto harus mundur.
"Perlu diketahui bahwa sekitar tanggal 14 Desember, itu ada utusan yang menemui kami, memberitahu bahwa Sekjen (Hasto) harus mundur," kata Deddy dalam konferensi pers di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Rabu (12/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Lalu jangan pecat Jokowi dan menyampaikan ada sekitar sembilan orang dari PDIP yang menjadi target dari pihak kepolisian dan KPK," sambungnya.
Deddy menyebut utusan tersebut merupakan sosok yang memiliki kewenangan yang kuat. Namun, ia enggan menyebut siapa sosok tersebut.
Ia pun menilai pengiriman utusan tersebut sebagai pertanda kasus Hasto dalam dugaan korupsi Harun Masiku merupakan sebuah kriminalisasi.
"Itulah juga yang menjadi keyakinan kami bahwa seutuhnya persoalan ini adalah persoalan yang dilandasi oleh itikad tidak baik oleh kesewenang-wenangan," kata Deddy.
"Kasus Hasto jelas adalah kasus politisasi hukum, kriminalisasi jahat dan itulah kenapa kami sebagai partai baik DPP maupun fraksi akan bersama-sama melawan kesewenang-wenangan ini," tambahnya.
Pada 15 Desember 2024, DPP PDIP resmi mengumumkan surat pemecatan terhadap Jokowi, serta anak dan menantunya, Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution.
Adapun Hasto bersama advokat PDIP Donny Tri Istiqomah ditetapkan KPK sebagai tersangka pada akhir tahun 2024.
Keduanya diduga terlibat dalam tindak pidana suap kepada mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan untuk kepentingan penetapan PAW anggota DPR RI periode 2019-2024 Harun Masiku (buron).
Hasto sudah dilakukan penahanan, sedangkan Donny belum. Selain Harun, Hasto disebut KPK juga mengurus PAW anggota DPR RI periode 2019-2024 daerah pemilihan (dapil) 1 Kalimantan Barat (Kalbar) Maria Lestari.
Hasto juga diproses hukum atas sangkaan menghalang-halangi proses penyidikan atau obstruction of justice.
Berkas perkara kasus tersebut telah dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Jakarta pada Jumat, 7 Maret 2025. Adapun sidang perdana pokok perkara tersebut akan digelar pada Jumat, 14 Maret 2025.
(tsa/mab)