- Pasar keuangan RI bergerak mixed, hanya pasar obligasi yang nampak diburu investor, IHSG dan rupiah terpantau melemah.
- Wall Street melanjutkan rally ditopang saham teknologi
- Sentimen pasar mulai membaik tetapi IHSG berada di resistance dan rupiah menghadapi tantangan repatriasi dividen. Kabar dari negoisasi akan menjadi salah satu sentimen hari ini.
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan pada perdagangan kemarin bergerak variatif. Hanya pasar obligasi yang menghijau, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah terpantau melemah.
Pasar keuangan hari ini diharapkan menguat. Selengkapnya mengenai pergerakan pasar hari ini bisa dibaca di halaman 3 artikel ini.
Pada perdagangan kemarin Kamis (24/4/2025). IHSG ditutup turun 20,89 poin atau 0,32% ke level 6.613,48.
Penurunan IHSG kemarin mematahkan reli dalam tiga hari terakhir. Sebagai informasi, sejak awal pekan hingga perdagangan kemarin, Rabu (23/4/2025) IHSG telah naik 3,04%.
Pada perdagangan kemarin, mayoritas saham berada di zona hijau. Sebanyak 327 saham naik, 274 turun, dan 203 tidak bergerak. Nilai transaksi mencapai Rp 13,19 triliun yang melibatkan 19,48 miliar saham dalam 1,14 juta kali transaksi.
IHSG sebelum sesi I berakhir sempat melaju dengan kenaikan mencapai 0,9%. Namun pada akhir sesi I penguatan terpangkas hingga akhirnya parkir di zona merah.
Penurunan IHSG seiring dengan saham perbankan dan konglomerat yang berbalik arah. Saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menjadi pemberat utama IHSG dengan kontribusi -15,36 indeks poin. BBCA menutup perdagangan dengan penurunan 2,87% ke level 8.475.
Saham konglomerat yang dalam beberapa hari terakhir melaju kencang juga ikut menjadi pemberat IHSG. Saham PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) yang turun 1,64% menyumbang -7,62 indeks poin.
Begitu pula dengan saham PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) yang turun 3,45% menyumbang -5,64 indeks poin terhadap penurunan IHSG.
Lalu ada pula shaam PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang menjadi pemberat IHSG dengan kontribusi -4,6 indeks poin dan PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI) -2,29 indeks poin.
Diperkirakan penurunan tersebut terjadi seiring dengan aksi profit taking karena saham-saham tersebut berada di zona positif dalam 2-3 hari terakhir.
Adapun pasar keuangan pada perdagangan kemarin tampak minim katalis dan masih dipengaruhi efek keputusan kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) kemarin dan memonitor efek dari perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang kian mereda.
Beralih ke pasar nilai tukar, rupiah juga tampak masih dalam tren pelemahan.
Merujuk Refinitiv, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Kamis (24/4/2025) ditutup pada posisi Rp16.865/US$ atau melemah 0,03%.
Rupiah yang melemah terjadi meskipun indeks dolar AS (DXY) turun. Pada perdagangan kemarin sampai pukul 14.56 WIB, the greenback turun 0,4% ke angka 99,44 atau lebih rendah dibandingkan penutupan perdagangan sebelumnya (23/4/2025) di posisi 99,84.
Dolar melemah ini dipengaruhi Presiden AS, Donald Trump menarik kembali ancamannya untuk memecat Ketua Federal Reserve Jerome Powell dan pemerintahannya membuka pintu bagi sikap yang lebih lunak terhadap tarif China.
Hal ini semakin menguat ketika Menteri Keuangan Scott Bessent mengatakan AS tidak memiliki target mata uang tertentu dalam pikirannya, menjelang pembicaraan dengan mitranya dari Jepang. Bessent juga mengatakan embargo de facto saat ini terhadap perdagangan AS-Tiongkok tidak dapat dipertahankan, sembari memperingatkan bahwa AS tidak akan bertindak lebih dulu dalam menurunkan pungutannya lebih dari 100% terhadap barang-barang China.
Kendati depresiasi terjadi pada DXY, ternyata tidak cukup mampu membuat mata uang Garuda perkasa.
Ada pun Bank Indonesia (BI) telah memutuskan untuk mempertahankan suku bunganya tetap di tingkat 5,75% pada hari kemarin.
Menurut Chief Economist PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS), Banjaran Surya Indrastomo, keputusan BI itu dilatarbelakangi oleh tren pelemahan rupiah yang masih berlanjut.
"Ini masih berpotensi untuk menghadapi tekanan karena tadi ketidakpastiannya masih tinggi, masih menghadapi juga investor itu mereposisi investasi keluar dari emerging market," kata Banjaran.
Rupiah juga masih menghadapi tantangan dari repatriasi dividen yang terjadi seiring dengan periode pembagian dividen dari bank-bank besar dan sejumlah emiten big cap lain dengan eksposur asing cukup besar.
Selanjutnya ke pasar obligasi, tampak menjadi satu-satunya yang menghijau kemarin tercermin dari yield yang turun.
Menurut data Refinitiv, pada perdagangan kemarin yield obligasi acuan RI dengan tenor 10 tahun mengalami penurunan 1 basis poin menjadi 6,94%.
Sebagai catatan, pergerakan yield dan harga itu berlawanan arah pada obligasi. Jadi, ketika yield turun, maka harga sedang naik atau mulai diburu investor.
Pages