Pesan Pakar untuk Dirjen Bea Cukai Baru: Berantas Barang Ilegal!

8 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah pakar perpajakan menyoroti calon Direktur Jenderal Bea dan Cukai, yang telah ditunjuk Presiden Prabowo Subianto dari TNI, yakni Letnan Jenderal Djaka Budi Utama.

Adapun, Letjen Djaka Budi Utama akan dilantik oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, hari ini, Jumat (23/5/2025).

Pakar perpajakan kompak berharap Djaka harus bisa memberantas barang ilegal untuk mendongkrak penerimaan negara, termasuk peredaran rokok ilegal yang kian masif. Salah satu pakar perpajakan yang menyampaikan ini ialah Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono.

Ia menilai Letjen Djaka memiliki kapasitas untuk memberantas barang-barang ilegal itu, mempertimbangkan latar belakangnya di TNI yang sempat menjadi Sekretaris Utama Badan Intelijen Negara (BIN).

"Dari perspektif positif, latar belakang intelijen dapat mendukung kinerja petugas bea cukai untuk menanggulangi penyelundupan barang-barang ilegal yang masuk ke Indonesia," ucap Prianto kepada CNBC Indonesia, dikutip Kamis (22/5/2025).

Pemberantasan barang-barang ilegal termasuk rokok kini menjadi krusial karena terus menggerus penerimaan kepabeanan dan cukai. Apalagi, bila mengingat rata-rata pertumbuhan realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai dalam tujuh tahun terakhir terpantau hanya sebesar 7,11%. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan realisasi penerimaan pajak yang lebih dari 8%.

"DJBC punya pekerjaan rumah terkait dengan pencegahan dan penanggulangan barang selundupan dan peredaran rokok ilegal," kata Prianto.

Peredaran rokok ilegal juga harus diberantas karena produksi rokok yang legam menjadi penyumbang utama cukai, dari sisi cukai hasil tembakau. Namun, belakangan produksi rokok sendiri turun berdasarkan catatan DJBC.

Sepanjang kuartal-I 2025, CHT tercatat Rp 55,7 triliun. Adapun untuk produksi rokok golongan 1 menurun hingga 10,9% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Yakni sebesar 34,7 miliar batang. Produksi rokok golongan 1, memiliki tarif cukai yang lebih tinggi.

pada 2022 penerimaan cukai hasil tembakau mencapai Rp 218,3 triliun dengan produksi 323,9 miliar batang dan kenaikan tarif tercatat 12%. Sementara pada 2023 produksi menurun menjadi 318,1 miliar batang yang menyebabkan penerimaan cukai hasil tembakau menjadi Rp 213,5 triliun dan kenaikan tarif 10%. Pada 2024, produksi menurun menjadi 317,4 miliar batang, namun penerimaan meningkat menjadi Rp 216.9 triliun dengan kenaikan tarif 10%.

Dengan meningkatnya tarif cukai hasil tembakau (CHT), fenomena rokok murah muncul. Sampai dengan kuartal-1 2025 Dirjen Bea Cukai juga telah melakukan penindakan rokok-rokok ilegal lebih dari 2.900 penindakan yang kami lakukan yang nilai penindakannya dengan nilai mencapai Rp 367 miliar.

Manajer riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menambahkan, efek samping dari peredaran rokok ilegal memang sangat krusial terhadap penerimaan negara. Sebab, bisa membuat negara rugi triliunan rupiah karena potensi penerimaan cukai yang menguap begitu saja.

"Salah satu fokus utama adalah pemberantasan rokok ilegal. Mengingat rokok ilegal sudah marak sekali dan merugikan triliunan penerimaan negara. Terlebih ada dugaan jika para pengusaha rokok ilegal ini dibeking oknum aparat," tuturnya.

Selain rokok ilegal, fokus lainnya kata Fajry adalah mencegah barang impor ilegal terutama tekstil ilegal. Ini juga menjadi krusial untuk menjaga industri pengolahan dalam negeri terutama tekstil.

"Selain itu, akibat perang dagang, akan semakin banyak barang murah ilegal dari China yang masuk ke Indonesia. Tentunya, itu menjadi ancaman serius industri pengolahan kita. Dengan industri pengolahan yang kuat maka lapangan kerja akan tetap terjaga," tegas Fajry.

Di luar itu, Kepala Pusat Riset Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rizal Taufikurahman menilai, Dirjen Bea dan Cukai baru turut dihadapkan pada permasalahan klasik yang belum kunjung tuntas seperti ketidakefisienan sistem logistik.

"Jadi masih kuatnya budaya rente di pelabuhan, dan lemahnya pengawasan atas penyelundupan barang bernilai tinggi, termasuk rokok ilegal dan barang konsumsi impor," ungkap Rizal.

Ia mengklaim, DJBC juga dinilai tidak optimal dalam memanfaatkan potensi perluasan penerimaan dari instrumen kepabeanan dan cukai yang lebih progresif, seperti reformasi struktur tarif cukai berbasis kesehatan dan lingkungan.

"Kelemahan dalam sinergi antar instansi, lemahnya enforcement di titik rawan perbatasan, dan rendahnya transparansi layanan justru menjadi hambatan utama dalam membangun sistem bea-cukai yang akuntabel dan pro-pertumbuhan," tuturnya.

Oleh sebab itu, ia menyarankan, bagi DJBC reformasi sistem logistik dan percepatan integrasi dengan platform National Logistics Ecosystem (NLE) menjadi kunci efisiensi.

Selain itu, penerapan trusted trader scheme dan penggunaan teknologi pengawasan seperti AI dan drone harus diperluas untuk menekan praktik penyelundupan.

"Keduanya juga dituntut membangun kelembagaan yang bersih, adaptif, dan profesional, agar mampu menavigasi tantangan fiskal dan mendukung transformasi ekonomi nasional di era ketidakpastian global ini," kata Rizal.


(arj/haa)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Arahan Prabowo ke Calon Dirjen Pajak & Dirjen Bea Cukai

Next Article Bea Cukai Ngaku Kesulitan Awasi Barang Ilegal yang Dijual Online

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |