Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com
Presiden Prabowo Subianto secara serentak melantik 961 gubernur, bupati, dan wali Kota beserta para wakil mereka di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (20/2/2025). Dilansir dari CNBC Indonesia, pelantikan dimulai dengan pembacaan Keputusan Presiden dan Keputusan Menteri Dalam Negeri dilanjutkan dengan pemberian surat keputusan dan penyematan tanda pangkat jabatan kepala daerah.
Acara kemudian dilanjutkan dengan pengambilan sumpah jabatan yang dipimpin oleh Prabowo dan menyalami satu per satu kepala daerah dan wakil kepala daerah beserta pasangannya masing-masing.
Dalam suasana yang begitu amat bahagia, mereka juga mendapatkan tantangan yang tidak mudah. Sebab, memasuki 100 hari kerja, Prabowo menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja Dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2025.
Prabowo menargetkan efisiensi anggaran kementerian dan lembaga pada tahun 2025 dapat membuat negara hemat hingga Rp 306,69 triliun dengan perincian anggaran kementerian dan lembaga efisiensi Rp 256,1 triliun dan transfer ke daerah (TKD) Rp 50,59 triliun. Penghematan/efisiensi ini difokuskan pada pengurangan biaya perjalanan dinas, pengadaan alat tulis kantor, dan penggunaan pendingin ruangan.
Tentu adanya kebijakan efisiensi anggaran yang dilakukan oleh Prabowo sedikit banyak akan berdampak pada realisasi program pemerintahan yang akan
dilaksanakan oleh gubernur, bupati, dan wali kota beserta para wakilnya. Di sisi lain, efisiensi anggaran ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan keuangan negara.
Dalam buku yang berjudul Teori dan Analisis Kebijakan Publik (2016), Awan Abdoellah dan Yudi Rusfiana menekankan bahwa kebijakan publik harus dirancang untuk mencapai tujuan tertentu. Oleh karena itu, kehati-hatian sangat diperlukan agar kebijakan tidak mengorbankan berbagai pihak.
Pakar kebijakan publik dari Universitas Andalas Aidinil Zetra mengatakan efisiensi anggaran harus mempertimbangkan kemampuan setiap daerah agar tidak terjadi ketimpangan pembangunan. Pemerintah pusat maupun provinsi harus melihat daerah dengan otonomi asimetris dalam arti setiap daerah memiliki kemampuan yang berbeda-beda.
Dari 38 provinsi serta 514 kabupaten dan kota di Indonesia, masing-masing tentu memiliki kemampuan yang berlainan dalam melakukan pembangunan. Misalkan kemampuan salah satu kabupaten tertentu tidak bisa disamakan dengan kabupaten atau daerah lainnya.
Tantangan yang dihadapi gubernur, bupati, dan wali kota beserta para wakilnya dalam realisasi program pemerintahan harus memperhatikan kebutuhan mendasar yang dapat dipangkas. Kepala daerah haruslah mengurangi anggaran untuk acara-acara besar atau kegiatan yang tidak berkontribusi langsung terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat.
Selain itu, dapat juga dilakukan dengan pemanfaatan digitalisasi layanan publik untuk menghemat biaya administrasi dan alokasi anggaran lainnya. Digitalisasi ini tidak hanya mengurangi biaya, tetapi juga meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam pelayanan publik, yang sangat penting di tengah keterbatasan anggaran.
Selain pemangkasan anggaran pemerintah daerah, kepala daerah harus mampu meningkatkan potensi penerimaan daerah atau Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk menggantikan dana transfer pusat yang berkurang. Peningkatan PAD dapat dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya :
1. Mengefektifkan pajak daerah;
2. Meningkatkan retribusi, serta
3. Menggali potensi-potensi sumber daya yang sebelumnya belum dimanfaatkan secara optimal.
Selanjutnya, kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta melalui skema Kemitraan Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) menjadi strategi yang sangat relevan. Dengan skema ini, kepala daerah dapat menggandeng investor swasta untuk membiayai proyek infrastruktur dan pembangunan lainnya tanpa sepenuhnya bergantung pada anggaran pemerintah daerah.
Hal ini dapat mempercepat pembangunan dan mengurangi beban fiskal daerah. Adapun segala keterbatasan yang dihadapi oleh kepala daerah saat ini memang membawa tantangan besar, tetapi hal ini juga membuka peluang untuk menciptakan strategi baru yang lebih efisien dan produktif.
Melalui efisiensi anggaran dan peningkatan PAD, maka kepala daerah dapat menjalankan roda pemerintahan dengan lebih baik meski dengan sumber daya yang terbatas. Tidak hanya dibebankan semua kepada kepala daerah, tetapi pemerintah pusat pun juga harus mendukung inisiatif daerah yang kreatif dan inovatif, agar tujuan pembangunan nasional dan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai meskipun dengan anggaran yang terbatas.
Kepala daerah harus menyelaraskan belanja daerah sesuai dengan arahan pemerintah pusat, sekaligus menyelaraskan anggaran dengan visi-misi kepemimpinan baru. Namun satu hal yang perlu diingat dan diperhatikan, adanya efisiensi anggaran serta tantangan bagi kepala daerah dalam merealisasikan program pemerintah apabila tanpa mempertimbangkan dan keberpihakan kepada rakyat, maka efisiensi dapat mengarah pada krisis legitimasi.
Dengan demikian, setiap kebijakan harus dirancang dengan mempertimbangkan kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat sebagai prioritas utama. Masyarakatlah yang paling merasakan secara langsung dampak dari pemangkasan anggaran tersebut.
(miq/miq)