Banjir dan Alih Fungsi Lahan Ilegal, Apa Mungkin Pejabat Diseret?

3 days ago 4

Jakarta, CNN Indonesia --

Banjir yang melanda Jakarta, Bogor, Depok, hingga Tangerang melahirkan beragam diskursus soal penyebab utama bencana hidrometeorologi itu terjadi. Salah satunya, penggunaan ruang dan lahan yang melanggar aturan.

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyoroti maraknya alih fungsi lahan di Puncak, Bogor, menjadi salah satu penyebab banjir hebat di Jabodetabek. Menurutnya, lahan terbuka hijau yang kini menjadi beton perumahan hingga tempat rekreasi membuat banjir makin parah.

Ia salah satunya menyoroti tempat rekreasi Hibisc di Puncak, Bogor, yang dikelola oleh PT Jaswita yang merupakan BUMD Jawa Barat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia mengatakan pembangunan Hibisc tidak sesuai dengan pengajuan izin yang diajukan. Awalnya, PT Jaswita hanya mengajukan 4.800 meter persegi pemanfaatan lahan, tapi mengembangannya hingga 15.000 meter persegi.

Tak hanya itu, pembangunan Eiger Adventure Land di Puncak juga menjadi sorotan karena melanggar perizinan lingkungan dan berkontribusi terhadap banjir di hilir Sungai Ciliwung.

Kini, kedua tempat rekreasi tersebut telah disegel oleh pemerintah dan diperintahkan untuk dibongkar sesuai dengan mekanisme yang berlaku.

Selain itu, 33 lokasi pembangunan di kawasan Puncak juga akan disegel karena melanggar tata ruang dan melakukan alih fungsi lahan di luar peruntukan aslinya.

Deputi Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup Rizal Irawan mengatakan pelanggaran ini terungkap setelah verifikasi lapangan terhadap lahan milik PT Perkebunan (PTP). Dari hasil verifikasi, ditemukan ketidaksesuaian antara dokumen izin lingkungan dan kondisi di lapangan.

"Hasil verifikasi menunjukkan bahwa ada 33 tenant dari 18 KSO (Kerja Sama Operasional) yang tidak sesuai dengan dokumen lingkungan. Awalnya luas area tercatat hanya 16 hektare, tetapi fakta di lapangan mencapai 35 hektare. Ini jelas merupakan pelanggaran," ujar Rizal kepada wartawan, Kamis (6/3).

Sulit dijerat, tapi tak mustahil

Pakar Hukum Lingkungan UGM Totok Dwi Diantoro menjelaskan alih fungsi lahan yang dilakukan pejabat secara ilegal dapat dijerat sanksi hukum.

Totok menjelaskan aturan hukum itu tertuang dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang kini diubah dengan UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

"Bagi pejabat yang mengeluarkan izin pada wilayah yang secara lokasi ekologis tidak sesuai dengan tata ruang yang sudah ditetapkan maka dia bisa juga diproses atau kemudian dituntut secara hukum," kata Totok kepada CNNIndonesia.com, Jumat (7/3).

Namun, Totok menuturkan ancaman pidana untuk penerbit izin ilegal itu tak terlalu signifikan. Ia mengatakan hukuman pidana untuk penerbitan izin ilegal yang tak sesuai peruntukkan lingkungan lebih kecil dibanding kejahatan lingkungan lainnya.

"Ancamannya memang tidak se-ekstrem sebagaimana ancaman untuk pidana yang lain ya dalam kasus kejahatan lingkungan ya. Kalau saya bilang maksimal sekitar 3 tahun," tutur dia.

Lebih lanjut, Totok menjelaskan pejabat tinggi sulit untuk diseret ke jalur hukum terkait masalah penerbitan izin pembangunan yang tak sesuai fungsi. Hal itu terjadi lantaran penerbitan izin pembangunan telah didelegasikan kepada petugas-petugas Dinas Lingkungan Hidup (DLH).

"Untuk pemberian izin seperti ini, level izin lingkungan, kemudian level izin yang berkaitan dengan pemeriksaan dokumen amdal. Itu di Dinas Lingkungan Hidup," ujar Totok.

"Hukum Dinas Lingkungan Hidup sekarang juga secara administratif, penandatangan juga kemudian sudah dilimpahkan kepada PTSP (pelayanan terpadu satu pintu)," sambungnya.

Namun, Totok mengatakan menyeret pejabat tinggi dalam kasus ini bukan mustahil. Ia menyatakan hal dapat dilakukan jika ada indikasi dugaan tindak pidana korupsi dalam proses penerbitan izin lingkungan dan bangunan.

"Beda persoalan misalnya kalau kemudian ada unsur tipikornya ya. Unsur tipikor dan kemudian dari sisi unsur tipikor itu kemudian bisa dilacak bahwa kemenangan pemberian izin oleh level kepala dinas misalnya," ujar Totok.

"Nah, itu kuat dugaan misalnya ada pengaruh dari level pemerintahan di atasnya. Apakah itu bupati, apakah itu gubernur gitu ya," tambahnya.

Totok menilai dugaan korupsi itu relevan jika dikaitkan dengan maraknya bangunan ilegal di Puncak, Bogor, karena luasan bangunan illegal mencapai puluhan ribu meter persegi.

Dia pun mendorong aparat penegak hukum terkait untuk turut tangan menyelidiki dugaan korupsi dibalik pemberian izin ilegal tersebut.

"Patut juga diselidiki oleh KPK gitu atau oleh kejaksaan. Iya, betul-betul bisa," tutur dia.

Totok juga menegaskan bangunan yang telah dibangun berdasarkan izin ilegal itu bisa dibongkar pemerintah.

"Prinsipnya sesuai dengan kaidah hukum administrasi negara, izin itu bisa ditinjau dan juga kemudian dievaluasi serta ditarik kembali oleh pejabat yang memberikan izin. Itu memungkinkan sebenarnya," katanya.

Senada, Manajer Kampanye Tata ruang dan Infrastruktur WALHI Dwi Sawung menegaskan pejabat pemberi izin pembangunan illegal bisa diseret ke jalur hukum.

Sawung menjelaskan telah ada preseden kasus hukum sebelumnya yang menyeret pejabat akibat penerbitan izin bangunan ilegal yang tak sesuai peruntukkan. Salah satunya, eks Wali Yogyakarta yang divonis 7 tahun penjara terkait suap penerbitan IMB apartemen dan hotel.

"Ini bisa beberapa pejabat yang mengeluarkan izin tidak sesuai pernah dihukum pidana, walaupun izinnya belum tentu dicabut," jelas Sawung.

Akan tetapi, Sawung menjelaskan penyelidikan pejabat penerbit izin bangunan illegal yang bermasalah untuk lingkungan ini kerap menemui kendala. Padahal, landasan hukum untuk menyelidiki hal tersebut telah kuat dan diatur dalam undang-undang.

"Pada praktiknya sangat sulit dilakukan karena penyidiknya enggak akan berani," ujar dia.

Di sisi lain, Sawung menilai ada celah hukum yang dimanfaatkan dibalik maraknya bangunan ilegal yang turut berdampak kepada lingkungan. Celah hukum itu, kata dia, berada dalam ranah pencabutan izin bangunan yang sangat sulit untuk dilakukan karena memakan waktu yang lama.

"Yang membuat leluasa (marak bangunan ilegal) adalah kalau punya izin sangat sulit mencabut izinnya, kalau lewat pengadilan, digugat, perlu waktu yang lama 2-3 tahun untuk dicabut izinnya. dan membongkarnya lagi perlu biaya yang besar apalagi kalo bangunnya secara struktur kompleks," katanya.

(mab/tsa)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |