Membentuk badan tidak melulu harus pergi ke gym—karena hidup adalah pilihan. Di sudut-sudut taman kota, besi-besi sederhana seperti pull-up bar, dip bar, dan tiang panjat menjadi alat untuk menempa tubuh.
Dengan memanfaatkan fasilitas umum ini, banyak orang mulai berlatih membentuk otot secara mandiri.
Setiap pagi, sekelompok orang dari berbagai latar belakang berkumpul di Taman Kota 1 BSD. Bukan untuk bersantai, melainkan untuk berlatih fisik. Mereka tergabung dalam komunitas Greekstenics, yang didirikan untuk mewadahi siapa saja yang ingin melatih tubuh melalui metode kalistenik dan street workout.
Kalistenik adalah olahraga berbasis berat badan yang menantang gravitasi dan mental. Push-up, pull-up, dips, dan muscle-up adalah contoh gerakan klasik yang, jika dilakukan secara konsisten, mampu membentuk tubuh yang kuat, fungsional, dan estetis. Latihan ini tidak membutuhkan mesin atau alat canggih—hanya tubuhmu, tanah di bawah kaki, dan besi taman.
Di komunitas ini, semua orang membaur tanpa memedulikan penampilan. Baju oblong, celana panjang, bahkan sandal—tak ada yang dipermasalahkan selama semangat berlatih tetap menyala. Suasana latihan pun terasa akrab, jauh dari kesan kompetitif. Mereka saling menyemangati, memberi koreksi teknik, hingga merayakan progres sekecil apa pun.
Ragil, salah satu anggota Greekstenics, menjelaskan bahwa gerakan dasar kalistenik meliputi push-up, squat, pull-up, dan dips. Setelah menguasai dasar, barulah para anggota mulai mencoba variasi gerakan yang lebih menantang seperti handstand, pistol squat, human flag, front & back lever, hingga leg raises.
Tidak semua anggota memulai dengan kondisi tubuh ideal. M. Anwar, atau yang akrab dipanggil Awang, misalnya. Ia termotivasi untuk membentuk otot karena pernah dirundung akibat tubuhnya yang kurus, sekitar 45 kilogram di tahun 2023.
Kini, Awang telah menjelma menjadi sosok kekar yang piawai melakukan berbagai gerakan sulit dengan bantuan ring gymnastic.
Sementara itu, Shinta Dewi seorang pelatih kebugaran mengaku banyak belajar dari kalistenik. Ia kini mampu menguasai teknik-teknik menantang, termasuk gerakan one finger, yang membutuhkan kekuatan dan keseimbangan tingkat tinggi. Tak hanya soal otot dan teknik, komunitas ini juga menekankan nilai-nilai disiplin dan konsistensi.
Bagi mereka, kekuatan fisik hanyalah hasil sampingan dari komitmen untuk terus belajar dan berkembang. Latihan yang dilakukan secara rutin menjadi refleksi dari perjuangan sehari-hari: menaklukkan rasa malas, melawan rasa tidak mampu, dan terus melangkah meski pelan.
Bagi mereka, taman bukan sekadar ruang hijau, melainkan arena perjuangan untuk menjadi versi terbaik dari diri sendiri—secara fisik, mental, dan sosial. Dan di antara besi-besi taman yang tampak biasa, terbentuk otot, ketangguhan, dan persahabatan yang luar bias