Jakarta -
Kanker kolorektal atau kanker usus, yang dulunya dianggap sebagai penyakit pada orang dewasa yang lebih tua, kini meningkat di kalangan orang muda di sedikitnya 27 negara. Angka kejadiannya pada orang dewasa di bawah usia 50 tahun telah meningkat sekitar dua kali lipat setiap dekade selama 20 tahun terakhir.
Jika tren ini terus berlanjut, kanker kolorektal diproyeksikan menjadi penyebab utama kematian terkait kanker di kalangan orang dewasa muda pada tahun 2030. Hingga saat ini, alasan pasti di balik lonjakan tersebut masih belum diketahui.
Orang dewasa muda yang didiagnosis dengan kanker kolorektal sering kali tidak memiliki riwayat keluarga maupun faktor risiko yang diketahui, seperti obesitas atau hipertensi. Kondisi ini memicu spekulasi tentang potensi paparan lingkungan atau mikroba tersembunyi, sesuatu yang diselidiki secara langsung dalam studi baru ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Studi yang dipimpin oleh Universitas California San Diego itu mengidentifikasi potensi penyebab mikroba di balik peningkatan yang mengkhawatirkan pada kasus kanker kolorektal dini, yakni racun bakteri yang disebut colibactin.
Diproduksi oleh strain tertentu Escherichia coli yang hidup di usus besar dan rektum, colibactin adalah racun yang mampu mengubah DNA. Kini, para ilmuwan melaporkan bahwa paparan colibactin pada masa kanak-kanak meninggalkan jejak genetik khas pada DNA sel-sel usus besar yang dapat meningkatkan risiko terkena kanker kolorektal sebelum usia 50 tahun.
Studi baru yang dipublikasikan pada 23 April di Nature, menganalisis 981 genom kanker kolorektal dari pasien dengan penyakit yang muncul pada tahap awal maupun lanjut di 11 negara dengan tingkat risiko kanker kolorektal yang bervariasi.
Temuan tersebut menunjukkan bahwa colibactin meninggalkan pola mutasi DNA spesifik yang 3,3 kali lebih umum pada kasus yang muncul pada tahap awal, khususnya pada orang dewasa di bawah usia 40 tahun, dibandingkan dengan mereka yang didiagnosis setelah usia 70 tahun.
Pola mutasi ini juga sangat umum di negara-negara dengan insiden kasus tahap awal yang tinggi.
"Pola mutasi ini merupakan semacam catatan sejarah dalam genom, dan pola ini menunjukkan paparan colibactin di awal kehidupan sebagai kekuatan pendorong di balik penyakit yang muncul lebih awal," kata penulis utama studi Ludmil Alexandrov, profesor di Departemen Bioteknologi Shu Chien-Gene Lay dan Departemen Kedokteran Seluler dan Molekuler di UC San Diego.
Meskipun penelitian sebelumnya, termasuk dari laboratorium Alexandrov, telah mengidentifikasi mutasi terkait colibactin pada sekitar 10 hingga 15 persen dari semua kasus kanker kolorektal, penelitian-penelitian tersebut berfokus pada kasus yang muncul di usia lanjut atau tidak membedakan antara penyakit yang muncul lebih awal dan lebih lambat.
Sementara penelitian terbaru ini merupakan yang pertama kali menunjukkan peningkatan substansial mutasi terkait colibactin khusus pada kasus yang muncul di usia muda.
"Ketika kami memulai proyek ini, kami tidak berencana untuk fokus pada kanker kolorektal yang muncul lebih awal," kata salah satu penulis utama studi Marcos Díaz-Gay, mantan peneliti pascadoktoral di lab Alexandrov.
"Tujuan awal kami adalah untuk meneliti pola kanker kolorektal global guna memahami mengapa beberapa negara memiliki tingkat yang jauh lebih tinggi daripada negara lain. Namun, saat kami meneliti data tersebut, salah satu temuan yang paling menarik dan mencolok adalah seberapa sering mutasi terkait colibactin muncul pada kasus yang muncul lebih awal."
Menurut analisis tim, efek merusak colibactin dimulai sejak dini. Dengan menghitung waktu molekuler dari setiap tanda mutasi yang diidentifikasi dalam penelitian ini, para peneliti menunjukkan bahwa mutasi terkait colibactin muncul pada tahap awal perkembangan tumor, konsisten dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa mutasi tersebut terjadi dalam 10 tahun pertama kehidupan.
Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa mutasi terkait colibactin menyumbang sekitar 15 persen dari apa yang dikenal sebagai mutasi penggerak APC, beberapa perubahan genetik paling awal yang secara langsung mendorong perkembangan kanker, pada kasus kanker kolorektal.
"Jika seseorang memperoleh salah satu mutasi pemicu ini saat mereka berusia 10 tahun," Alexandrov menjelaskan.
"Mereka bisa puluhan tahun lebih cepat terkena kanker kolorektal, dan mendapatkannya pada usia 40 tahun, bukan 60 tahun."
Dengan kata lain, bakteri penghasil colibactin mungkin diam-diam menjajah usus besar anak-anak, memicu perubahan molekuler dalam DNA mereka, dan berpotensi menyiapkan panggung bagi kanker kolorektal jauh sebelum gejala apa pun muncul.
Alexandrov memperingatkan bahwa meskipun temuan mereka memberikan dukungan kuat untuk hipotesis ini, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menetapkan hubungan kausal.
(suc/kna)